4' Nayara

655 110 65
                                    

Sejak hari itu ibu menjadi sedikit overprotektif kepadaku. Yang mulanya kemanapun sendiri boleh-boleh saja sekarang menjadi dibatasi.

Memang sih aku memakluminya. Tapi aku bosan di rumah. Bosan dengan ocehan tetanggaku. Bosan tak ada teman bermain. Bosan menunggu kakak lelakiku dan ayahku yang tak kunjung pulang.

Aku hanya berkutat dengan buku-buku pelajaran dan earphone biru milikku yang telah usang. Sebuah cahaya yang menembus jendela kamarku membuat kepalaku menyembul keluar.

'Oh tuhan izinkan aku keluar. Aku sudah rindu angin di tepi sungai.' ratapku tatkala aku mengadahkan wajah menghadap langit.

Terdengar suara ibu memanggil namaku, "Nayaaaa."

Aku menghampirinya dan membuat wajah seolah berkata 'ada apa?'

"Kau boleh keluar tapi setelah matahari terbenam harussudah di rumah. Janji?"

Tanpa basa-basi aku langsung mengaitkan jariku dan terburu-buru mengambil jaket seadanya.

'sepertinya ini jaket kemarin? Ah sudahlah aku tidak akan bertemu dengannya lagi.' pikirku sembari mengayuh sepeda dan membaur bersama angin sore.

Hanya butuh waktu 10 menit untuk datang di tepi sungai.

Ku rapatkan tubuh kepada pagar dan mulai memejamkan mataku perlahan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ku rapatkan tubuh kepada pagar dan mulai memejamkan mataku perlahan. Kali ini tidak selama kemarin.

Begitu aku membuka mata seorang lelaki tak jauh dari tempat aku berdiri juga sedang sepertiku. Bedanya ia sedang berdiri di sekitar bunga-bunga liar yang tumbuh disekitar sungai.

'wajahnya seperti malaikat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


'wajahnya seperti malaikat. Sepertinya tuhan menciptakannya saat sedang tersenyum.' tak sadar menatap lelaki tersebut.

Ia menoleh. Ternyata wajahnya dingin jika dilihat seutuhnya.

'apa aku harus meminta maaf karena tak sopan telah menatapnya begitu intens' pikirku bimbang sembari membelakangi lelaki tersebut.

"Hei. Kau tak apa?"

Suara berat itu berasal dari belakangku, seketika ku toleh ternyata lelaki tampan tadi. Ternyata dia lelaki kemarin.

"Hei." Ulangnya sembari melambaikan tangan tepat diwajahku.

Aku menyengir dan menganggukkan kepalaku.

"Ah syukurlah. Maaf kemarin aku tidak melihatmu di jalan ini."

Mendengarnya membuat tanganku bereaksi membuat isyarat dengan wajah cemas.

'Bukan salahmu, yang salah aku.'

Ia tersenyum memperlihatkan matanya yang menghilang tatkala ia tersenyum.

'sepertinya ia membaca isyarat wajah dan tanganku.' pikirku.

"Aku Julian." Ucapnya tiba-tiba sembari mengulurkan tangan.

Aku menjabatnya sebentar lalu mengambil ranting dan mengukir namaku di tanah tak jauh dari kita berdiri.

"Nayara. Aku panggil Nay boleh?"

- Padahal hanya akan berkenalan tapi hati rasanya sudah memikirkan terlalu jauh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


- Padahal hanya akan berkenalan tapi hati rasanya sudah memikirkan terlalu jauh.

SILENT |• Lee Jeno (Lengkap)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang