Hebeng👋🏻, kembali lagi dengan saia si huba-huba.
❗Sekali lagi, disini itu banyak kata-kata yang buruk. Bocil harap menjauh yep❗
Typo🐒
"Nes, lo kalo mau lewat sini harus bayar pajak jalan!" Seru Bisma ketika melihat Iren dan Ines yang baru saja muncul dari parkiran. Jika kalian bingung dengan posisinya sekarang adalah Dika dan temannya yang lain berada di depan pintu kelas Ines dan Iren. Jadi saja keduanya tidak bisa lewat.
"Bayar pajak patakmu! Lo kira main monopoli apa?" Sentak Iren disebelah Ines. Ines hanya mengangkat satu alisnya.
"Iren yang cangtip boleh masuk!" Ujar Fatan kemudian. Hanya bermodalkan sentakan Iren saja cowok itu langsung kicep. Iren berjalan melewati mereka lalu menuju bangkunya yang masih suwung.
Saat Ines akan mengikuti langkah Iren, dirinya kembali dicegat dan dihadang dengan tangan melintang. Tangan Dika. Ines melirik Gustian meminta bantuan. Seakan mengerti arti tatapan itu Reza akhirnya angkat bicara.
"Jangan minta tolong sama bapak, soalnya yang nyuruh tempo hati kaya gini Gustian sendiri." Ujar Reza dengan kurang ajarnya. Yang lain mengangguk setuju termasuk Gustian. Gustian berhenti ketika suara geraman keras muncul dari Ines.
Dika sepakat kali ini, "Si bapak kemaren nyuruh kita minta traktiran sama anak." Ujar Dika menambahi. Memang setelah berpacaran dengan Gustian, Ines sering memanggil dengan panggilan aneh. Ines memanggil Gustian bapak, sedangkan Gustian memanggil Ines dengan sebutan anak atau bocah. Gustian langsung ngacir mendengar itu.
"Mau makan apa? Dimana?" Tanya Ines akhirnya pasrah. Itung-itung sukuran hari jadinya dengan bapak biawak.
Keempatnya menengok mengangguk semangat."Kantin sini aja Nes, makan biasa istirahat biar gak berat banget." Ujar Fatan dengan cengar-cengir.
Sebenarnya ada sedikit perasaan bersalah ketika mereka harus memalak Ines. Brengsek memang Gustian, mengorbankan Ines sendirian. Namun setelahnya Ines mengangguk menyetujui. Itu mudah saja tidak berat.
"Jadi gue boleh masuk gak nih?" Tanya Ines malas. Dika langsung menyingkir dari daun pintu mempersilahkan yang punya kelas masuk.
"Yak! Silakan Nona!" Ujar Dika girang.
"Sip, hari ini duit gue bisa dipake beli gorengan di alun-alun." Ujar Bisma semangat.
"Gue juga belom isi bensin sih. Kasian si Devi takut mogok ntar." Timpal Reza juga memikirkan Devi, motornya itu.
"Lo dipalak pasti?" Tanya Iren bukan seperti pertanyaan tapi pernyataan. Ines mengangguk.
"Gak papa lagi, kemaren juga si Bapak abis duit kita makan banyak sampe borong dibawa kelas" Jawab Ines santai, Iren juga hanya menanggapinya santai.
"Tapi ikhlas gak nih?" Tanya Iren lagi mencoba memastikan. Ines menjawab dengan membuka buka halaman buku paket.
"Ikhlas kok, kan lo juga sering bayarin gue makan yang porsinya seabrek gitu."
"Sukur deh, jadi gak ada drama sakit perut gegara yang nraktir gak rido." Ujar Iren dengan cengengesan. Iren memutar bola matanya malas laku mendesah pelan.
"Gimana gimana gimana?" Tanya Gustian kepo. Sebelumnya dia tadi berlari ngacir takut terkena sembur. Tapi akhirnya dia sendiri menonton dengan cara mengintip karena penasaran.
"Ajaran bapak gak bener, kasian tuh bocah. Walaupun ikhlas tetep aja rasanya gak sreg morotin cewek." Ujar Fatan ketika tiba dikelas.
"Yah gak papa lah sekali-kali. Kan kemaren udah gue traktur si doi." Jawabnya enteng sembari berjalan ke empat duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sagittarius
Teen Fiction_______________________________________________________ "Masya allah! Perasaan salah mulu dah gue!" - Radika bebas. "Lo emang bakal selalu salah! Sampai Al Jabar berubah jadi Al Ghazali pun, lo bakal tetep salah!" - Shiren never surender ___________...