|| HAPPY READING^^ ||
***
Hari pertama sekolah ternyata tidak berjalan mulus seperti yang Alin harapkan. Ia tidak pernah mengira akan membuat masalah dengan majikannya sendiri. Bahkan Alin tidak mengira bahwa ia akan satu sekolah dengan Leon.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu. Diva juga sudah pulang dijemput sopirnya. Sahabatnya itu anak keluarga terpandang. Ayahnya seorang pengusaha properti yang sangat sukses. Sejak kecil, Diva sering main ke rumah Alin yang berada tepat di depan rumahnya. Begitupun orangtua mereka yang merupakan sahabat lama sejak SMA. Wajar jika kedekatan mereka sudah bagaikan kakak adik.
Alin belum ingin pulang. Di rumah sedang tidak ada siapa – siapa. Ayahnya sedang dapat job mengerjakan pembangunan rumah, dan ibunya seperti biasa bekerja di rumah Leon.
Cewek itu mengelilingi bangunan sekolah. Ia masih tidak percaya telah lulus di sekolah yang ia impikan ini. Terlepas dari kasus Leon tentunya. Sekolah memang belum tutup jam segini. Karena biasanya ada kegiatan siswa seperti marcing band, pramuka, dan ekstrakurikuler lainnya. Alin menelusuri perpustakaan sekolah. Luas sekali. Sudah seperti aula dengan banyak rak buku dimana – mana. Alin memandang takjub. Belum pernah ia lihat buku sebanyak ini. Atap perpustakaan juga terlihat mewah sekali. Ada beberapa lukisan dan ornamen di beberapa dinding perpustakaan.
Langkah kaki Alin menuju keluar perpustakaan. Menelusuri koridor sekolah. Ada taman hias di samping kanannya. Sedangkan di sebelah kirinya ada ruang band. Terdengar bunyi petikan gitar yang merdu berasal dari ruangan itu.
"Kamu anak yang tadi pagi itu kan ?" tiba – tiba sebuah suara menyapa Alin.
"Eh, kak Gilang. Iya kak." jawab Alin ramah.
"Mau ngapain disini ? Ikut band juga ?"
"Eh, ngga kak. Saya ga punya bakat apa – apa dalam dunia musik."
"Yahh, sayang banget. Tapi biasanya cewek pandai nyanyi loh. Kamu nggak mau nyoba dulu ?" tawar Gilang.
Entah Alin yang salah dengar atau bagaimana, ia seperti menemukan nada penyesalan dalam ucapan Gilang barusan.
"Heumm, nggak deh kak, maaf. Hehe," Alin mencoba menolak secara halus.
"Yaudah deh, kakak masuk dulu ya."
"Iya kak."Alin mengangguk sambil tersenyum.
Sejujurnya Alin ingin sekali ikut band yang Gilang tawarkan. Menurut beberapa orang, ekstrakurikuler itu sangat populer dan memang diminati banyak kalangan. Namun ia juga tidak bisa menyanyi. Sewaktu SMP, Alin pernah menawarkan diri untuk menjadi perwakilan kelas dalam lomba menyanyi 17 Agustus. Namun teman - temannya tidak setuju dan menganggap bahwa suaranya tidak cocok untuk bernyanyi.
Ah elah gini amat nasib gue. Alin menghembuskan nafas. Ia berjalan menuju pagar sekolah. Gerimis. Alin memutuskan untuk naik bis umum dan menunggunya di halte seberang jalan.
Ketika sedang menunggu, tiba – tiba sebuah mobil sport keluaran terbaru berjalan melambat di depannya. Alin mengernyitkan dahinya. Berkhayal nasibnya tiba – tiba berubah dan dijemput oleh cowok ganteng.
Kaca mobil terbuka. Dari sana ia melihat wajah yang cukup memuakkan baginya.
"Nunggu kepastian yak lu ? Kasian amat digantungin. HAHAHA," siapa lagi kalau bukan Leon.
Alin memutar bola matanya. Malas sekali meladeni cowok sombong belagu satu ini. Andai ibunya tidak bekerja di rumah Leon, demi apapun, Alin akan menendang mobil itu dengan kakinya sendiri. Ditambah, meninju kaca jendelanya.
Setelah berkata demikian, Leon dan teman – temannya langsung pergi begitu saja. Nasibnya ternyata memang berubah.
***
PERSENTASE AKHLAK LEON : 0% (AKHLAKLESS)
DIMAKLUMI YAH GAES
THANKS FOR READING^^ JANGAN LUPA VOTEMENT <3
KAMU SEDANG MEMBACA
INDIETRO [ ON GOING ]
Romance"Cewek kayak lu ga pantes ngomong sama gue!" Hari ini Leon bisa saja berkata seperti itu pada Alin, anak dari pembantunya. Namun siapa sangka jika besok atau lusa ia akan bernasib sama dengannya? Ini bukan kisah tentang si miskin dan si kaya. Ini ki...