Arin terduduk lemas di ruang tamu, seragam sekolahnya sudah terganti dengan baju rumahan. Tangan kanannya masih memegang surat panggilan, sementara netra yang sedikit sembab ia bawa menatap kosong kearah tv yang menyala. Pikiran Arin tak terarah, dan Soobin penyebab itu semua.
“Kak Arin aku pulang”
Suara milik pria jangkung itu berhasil membuat tubuh Arin berdiri refleks. “YAK KAMU..” teriakan Arin dibiarkan mengambang, netranya melebar “kamu kenapa?” lanjutnya dengan nada yang lebih berbeda. Panik jelas mendominasi semua kata. Arin berlari menuju sang adik.
“kamu kemana? Mukanya kenapa bisa babak belur gini?kamu ikut tawuran la—”
“Kak Arin bibir aku sakit banget, obatin” potong Soobin sambil memegang pinggiran bibirnya yang terluka
Arin mengangguk cepat “tunggu disini, Kaka ambil kotak p3k dulu” ucap Arin berlari kearah dapur. Tempat dimana biasanya ia menyimpan kotak p3k nya.
Setelah mendapatkan kotak p3k nya Arin berlari kearah ruang tamu. Adiknya sudah terduduk manis disana sambil sesekali memegangi ujung bibirnya.
Arin duduk di samping Soobin. Tanpa bersuara gadis yang wajah cantiknya di penuhi raut khawatir itu sibuk membersihkan luka di ujung bibir dan pelipis Soobin. Soobin diam saja, dalam diam itu pun ia bertanya-tanya kenapa Arin terdiam seperti ini? Biasanya juga Arin pasti akan menceramahi dan memarahinya di sela-sela mengobati luka. Soobin kembali di buat aneh saat merasakan cara Arin mengobatinya kali ini lebih lembut dari pada biasanya.
Karena penasaran, pun Soobin bersuara “kak Arin” panggilnya pelan.
Saat nama itu di panggilnya, dapat Soobin lihat kakaknya dengan cepat membalas tatapannya, seulas senyum gadis itu berikan lalu kembali sibuk dengan kegiatannya. Tanpa berniat menyahuti panggilan Soobin barusan
“kak Arin kenapa?kok diam aja” Soobin kembali bersuara. Seruannya kali ini menghentikan gerak tangan Arin.
Tak lagi melempari Soobin senyum, helaan nafas berat yang keluar dari belah bibir Arin menyapu seluruh sisi wajah Soobin “kakak ma—eh kok malah nangis?” Soobin langsung panik saat Arin tiba-tiba mengeluarkan tangisnya disana.
“kakak kha—”
“kakak capek” seru Arin sambil mengusap dua pipinya, helaan nafas terdengar untuk yang kedua kalinya. Mulut Soobin yang ingin terbuka terjeda saat Arin dengan cepat memeluk lehernya. Menenggelamkan wajah kecilnya disana. “kamu jangan bandel bandel lagi ya”
“kakak capek sama tingkah aku ya?” Soobin ikut memeluk badan kecil sang kakak. Dapat ia rasa, Arin menggeleng. “kakak khawatir banget sama kamu, kakak takut kehilangan kamu. Jadi jangan bandel-bandel ya”
“kak aku mau ngomong sesuatu boleh?” pertanyaan Soobin terdengar sangat jelas di gendang telinga kanan Arin.
Arin melepas pelukan mereka, mengusap bekas air matanya lalu mengangguk dengan seulas senyum “apa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓]Take My Brother Away
Short StorySeperti apa saudara mu? Untuk Arin, saudara laki-lakinya Choi Soobin adalah seseorang yang akan selalu membuatnya terkena masalah tiap hari, seseorang yang akan selalu membuatnya ingin menangis. Tapi, Soobin juga seseorang yang selalu ia jadikan rum...