Arin berdiri tepat di depan meja pak Yuta, tangannya memulangkan dengan hati-hati surat panggilan orangtua yang kemaren di berikan padanya,keatas meja.
Pak Yuta menatap Arin cepat “apa maksudnya ini?” tanyanya dengan ketegasan.
“saya nggak mau ngasih surat ini ke orangtua saya,pak. Saya juga walinya Soobin, jadi bapak bisa ngasih tau ke saya saja”
Pak Yuta menghela “saya sudah capek berurusan sama kamu. Hasilnya nggak ngerubah apa-apa, yang ada adik kamu makin bertingkah” semua kata pak Yuta penuh dengan penekanan
“baik. Kalau memang kamu bersikeras untuk menutupi semua ini dari orangtua kamu, saya nggak punya pilihan lain. Selain menskorsing soo—”
“NGGAK!!” reflek Arin berteriak. Membuat ia menjadi sumber perhatian beberapa guru yang ada disana. Arin menutup mulutnya, membungkuk meminta maaf “maaf pak,saya nggak maksud neriakin bapak he he”
“bapak nggak boleh ngeskor Soobin. Apapun yang terjadi saya nggak bakal biarin bapak ngelakuin itu ke adik saya” Arin kembali bersuara dengan nada yang menggebu.
“kamu ngancam saya?em—”
Arin menjentikkan jarinya tepat di depan wajah pak Yuta “maka dari itu saya punya penawaran khusus buat bapak—” Arin berdehem sejenak “—saya udah mikirin ini dari semalam. Jadi, gimana kalau kita melakukan kerja sama disini” lanjut Arin bertanya. Matanya menatap penuh harap pak Yuta.
“kamu mau main-main sama saya?”
Arin menggeleng cepat “nggak gitu. Maksud saya itu gini, kalo bapak memaafkan Soobin, saya bakal nerima tawaran bapak Minggu lalu. Saya bakal ikut olimpiade pak” beritahu Arin. Memang benar, Arin ini memang salah satu siswi terpintar di sekolah. Jadi tak jarang ia sering menempati juara pertama dalam olimpiade Sains.
Pak Yuta terlihat berfikir
“saya juga janji akan mendapatkan juara pertama apapun yang terjadi” Arin terus meyakini pak Yuta dengan segenap jiwa dan raga.
Jujur saja, sebenarnya Arin sudah tidak ingin ikut olimpiade lagi sekarang di karenakan ia sudah kelas tiga. Ia harus fokus belajar biar bisa masuk universitas terbaik. Tapi, sepertinya Arin akan mengurungkan dulu niat fokus belajarnya, adiknya lebih penting.
“oke. Tapi kamu harus juara pertama ya saya nggak mau tau. sekarang kamu boleh pergi”
Arin tersenyum lepas membungkuk beberapa kali “siap pak. Bapak jangan khawatir soal juaranya, saya bakal bikin bangga sekolahan ini,saya janji. Kalo begitu saya permisi, da dah pak Yuta genteng hehehe” Arin keluar dari ruangan guru dengan senyuman merekahnya. Sekali lagi, ia merasa bangga pada dirinya sendiri, ia berhasil melindungi adiknya,Choi Soobin.
“bahagia banget kak” seruan itu dari arah belakang. Arin lekas berbalik, menemukan sosok Renjun disana. Senyuman lepas yang memperlihatkan deretan gigi rapinya dan sedikit gusi merah mudanya itu sangat manis. Bohong sekali jika Renjun tidak terpesona.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓]Take My Brother Away
Historia CortaSeperti apa saudara mu? Untuk Arin, saudara laki-lakinya Choi Soobin adalah seseorang yang akan selalu membuatnya terkena masalah tiap hari, seseorang yang akan selalu membuatnya ingin menangis. Tapi, Soobin juga seseorang yang selalu ia jadikan rum...