Setelah menempuh pendidikan selama kurang lebih tiga tahun, akhirnya tiba juga masanya. Tapi, yang sangat Kayla sesali sewaktu SMP dulu, materi yang masuk soal UN itu ada begitu banya yang berbeda, dibanding dengan yang dibahas pada kelas tambahan. Walaupun ada, itu hanya beberapa. Tapi, sudahlah sesuatu yang lewat tidak akan terulang. Cukup jadikan pelajaran. Ambil yang baik dan buang yang buruk-buruk.
"Sebelum mulai jangan lupa untuk berdoa sesuai dengan agama dan keyakinan masing-masing. Dan jangan lu juga pake headsetnya," ujar pengawas. "Selamat mengerjakan!" lanjutnya.
"Bismillah, apapun hasilnya yang penting aku udah usaha." Kayla memotivasi dirinya sendiri. Seberapa pun hasilnya ia harus syukuri. Nilai menjadi nomor dua, yang terpenting di sini adalah kejujuran.
~4 hari kemudian~
Hari-hari UN berikutnya pun sama seperti hari sebelumnya.
Tidak terasa hari ini adalah hari terakhir bagi Kayla dan siswa seangkatannya untuk mengikuti UN. Begitu legah yang Kayla rasakan, bisa melewati beberapa hari ini dengan lancar. Begitu pula dengan kedua sahabatnya.
Namun, ini bukanlah akhir dari sebuah beban pikiran. Masih ada hari esok, yang bisa lebih berat lagi dari hari ini. Tidak bisa pungkiri, selama kita hidup itu, pasti selalu saja ada saja masalah. Berada di ketinggian ada tiupan angin yang kencang, di laut ada ombak yang mengguncang, di darat pula ada apa?" Coba pikirkan sendiri. Hidup itu sebuah pilihan. Jika kita memilih siap untuk hidup di dunia ini, berarti kita juga harus siap menghadapi setiap masalah yang datang.
Seperti yang sudah diprogramkan ekstrakulikuker Rohis, bahwa beberapa lagi akan diadakan kegiatan pesantren kilat. "Aku sungguh tidak sabar."
Kayla berjalan di koridor kelas 12. Ia berjalan dengan kepala yang terus menoleh ke kanan dan ke kiri. Bisa-bisanya dua orang itu meninggalkan Kayla sendiri, tanpa meninggalkan kabar pada Kayla pula, hendak kemanakah mereka akan pergi. Padahal tadi mereka berada pada ruang yang sama. "Mereka kemana yah?"
Kayla sungguh bingung harus mencari kemana lagi. Karena sudah mulai merasa lelah Kayla memilih menyerah untuk mencari. Dia berputar arah dan kembali ke kelas. Namun, baru beberapa langkah tanpa sengaja matanya melihat dua orang yang sedang ia cari sedari tadi. "Disitu ternyata." Dengan segera Kayla pun menghampiri mereka.
"Oh jadi di sini," ujar Kayla sambil melipat kedua tangan.
Sebelum berbicara, Balqis mengunyah dan menelan makanan yang sudah terlanjur masuk di mulutnya. "Eh Kayla. Sini! Sini!" ujar Balqis, sambil bergeser untuk memberi Kayla tempat duduk. "Btw ciloknya enak loh, mau nggak?" lanjutnya. Sedangkan Amanda, tidak berkutik. Ia sibuk menyantap makanan yang sama dengan Balqis.
Kayla berjalan duduk di samping Balqis. "Nggak kok, makasih," ujar Kayla. Ia membiarkan kedua temannya menghabiskan makan mereka terlebih dahulu, barulah ia mulai berbicara.
"Kenapa kalian ninggalin saya?" tanya Kayla, dengan menaikkan alisnya sebelah. Bukannya menjawab, mereka malah bertatapan lalu menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
***
Dikala matahari hendak terbenam di ufuk barat maka nampaklah keindahan cahaya berwarna jingga, dia dinamakan senja. Keindahannya akan selalu nampak di setiap sore, apabila cuaca sedang mendukung. Kayla bersama Balqis duduk di pinggiran danau, menikmati fenomena alam yang gratis ini. Kalau Amanda, karena sesuatu dan lain hal yang menyebabkan ia tidak bisa datang.Mereka duduk sambil memeluk kedua lutut. "Aku mau cerita sesuatu," ujar Kayla yang pandangannya ke arah ufuk barat.
"Cerita aja, biasanya juga langsung to the point. Nggak minta izin kayak gini," ujar Balqis.
KAMU SEDANG MEMBACA
IMAM Untuk Kayla
Teen FictionMulut bisa saja berdalih, tapi hati tidak. Mungkin hari ini, menikah bukanlah suatu hal yang kamu inginkan. Tapi, akan tiba masanya menikah adalah suatu hal yang paling kamu dambakan. Mungkin saja saat itu tiba mulutmu bisa saja berkata tidak, tapi...