Heeseung membuka mata, pening menyerang kepalanya. Dapat dirasakan handuk basah menempel di dahinya. Sekarang dia sudah ada di dalam kamar, dengan sebuah baskom berisi air di nakas sebelah tempat tidur.
Hening dan hari sudah malam.
Mengingat apa yang terjadi, Heeseung pingsan setelah di hajar habis-habisan oleh sang ayah. Dia yakin saat ini pasti sekujur tubuhnya sudah penuh dengan memar.
Heeseung berjalan keluar kamar untuk mengambil minum. Sungguh dia haus sekali. Di meja makan, ayahnya tertidur dengan banyak botol minuman keras. Meracau tidak jelas. Ayahnya sedang mabuk dan Heeseung tidak peduli.
"Jalang sialan, beraninya dia meninggalkanku,"
Tangannya yang hendak menuang air terhenti. Siapa yang ayahnya maksud?
Omong-omong ibunya juga tidak kelihatan dari tadi.
"Mungkinkah?" Heeseung menyambar sebuah note lecek dari genggaman ayahnya. Membacanya sekilas lalu air matanya mengalir bebas.
Ibunya kabur.
Kabur meninggalkannya dengan ayah tanpa sepatah kata pun. Semua terasa lucu bagi Heeseung. Sebegitu tidak berharganya kah ia, hingga ibunya lari tanpa mengajaknya atau sekedar mengucapkan selamat tinggal. Heeseung tersenyum kecut, "Jadi ini keputusan kalian."
Ya, lebih baik. Setidaknya mereka tidak akan menyakiti satu sama lain.
Heeseung meraih tasnya di salah satu kursi, mengambil ponsel. Dia butuh malaikatnya sekarang. Tapi, ternyata malaikatnya menghubunginya duluan, ada 40 lebih miscall dari Sunoo.
Tidak perlu banyak bertanya, Heeseung bergegas menuju rumah Sunoo. Rumah Sunoo berada di apartemen yang sama dengan miliknya hanya berbeda gedung. Sepanjang perjalanan, Heeseung terus berdoa semoga Sunoo baik-baik sajas.
Ku mohon jangan terjadi apa-apa padanya.
Heeseung sampai di depan pintu rumah Sunoo yang ternyata tidak terkunci. Dia langsung masuk tanpa permisi. Memeriksa setiap ruangan, tapi nihil.
Apakah dia terlambat?
Tersisa satu ruangan yaitu kamar Sunoo yang ternyata masih terkunci.
Dugh! Dugh!
Tidak ada jawaban, "Sunoo, ini aku, Heeseung."
"Kak Heeseung?"
"Iya."
Cklek!
Hatinya mencelos ketika mendapati wajah Sunoo yang sudah berantakan oleh air mata. Heeseung merengkuh Sunoo dalam pelukannya, membiarkan pemuda itu menangis sekeras mungkin. Membelai rambut Sunoo penuh sayang sambil terus menggumamkan kata maaf.
"Maafkan aku, sudah tidak apa-apa sekarang,"
"Aku takut, kak," Sunoo menangis, membasahi kaos Heeseung dengan air matanya.
"Iya, iya, kakak minta maaf."
Tubuh Heeseung serasa remuk, tapi hatinya malah lebih buruk. Melihat Sunoo menangis seperti ini meruntuhkan pertahanannya. Heeseung ikut menangis dalam diam, memeluk malaikat kecilnya lebih erat. Heeseung marah karena ketidak berdayaannya. Seandainya dia lebih kuat, dia tidak akan pingsan dan Sunoo tidak akan ketakutan hingga menangis seperti ini.
Sunoo itu hampir tidak pernah menangis. Bahkan dia tidak menangis saat ibunya terus memukuli dan membentaknya. Tapi kali ini Sunoo ribuan kali lebih takut dari amarah sang ibu.
Ribuan kali lebih takut bila Heeseung tidak akan lagi datang padanya.
.
.
Setelah Sunoo berhenti menangis dan lebih tenang, Heeseung mengajaknya ke salah satu pasar malam. Sunoo berlarian ke sana kemari, meminta ini dan itu pada Heeseung.
"Kakak punya uang, kan?"
"Tentu saja. Ku belikan apapun yang kamu mau," selama itu bisa membuat Sunoo tersenyum senang, apapun akan Heeseung lakukan. Termasuk membelanjakan uang hasil kerja paruh waktunya meski tidak banyak.
Dan Sunoo pun tahu diri. Kak Heeseung-nya bukanlah orang kaya. Dia hanya minta jajanan kecil yang benar-benar dia inginkan meskipun sebenarnya Sunoo menginginkan setidaknya satu makanan dari tiap kios.
"Aduh!"
Karena terus bertingkah Sunoo menabrak seorang anak kecil hingga terjatuh. Buru-buru dia membantu anak itu dan mengucapkan ribuan maaf pada ibunya yang menggerutu pada Sunoo.
"Padahal, anaknya diam aja nggak nangis. Ibunya kok sewot begitu. Iya kan kak?"
Tidak ada sahutan dari Heeseung, "Kak?"
Sunoo mengedarkan pandangannya ke segala arah. Nihil. Heeseung tidak ada di manapun.
"Kak? Kak Heeseung," penglihatan Sunoo sudah mulai buram karena air mata.
Apakah Heeseung meninggalkannya?
Satu tepukan mendarat di pundak Sunoo.
Itu Heeseung.
"Kakak jahat! Jahat pokoknya," Sunoo memukul Heeseung berkali-kali. Tenaganya tidak main-main, sampai Heeseung kesulitan untuk menghentikannya.
"Aduh! Iya maaf, udah dong,"
Sunoo mengusap air mata yang hampir saja menetes, "Ku pikir kakak meninggalkanku."
"Kakak barusan–"
"Dimaafkan!" belum sempat Heeseung menjelaskan, Sunoo memotongnya sambil cemberut.
Heeseung mengusak rambut Sunoo pelan sambil tersenyum cerah. Menikmati helaian rambut halus itu di antara jari-jarinya. Meninggalkannya? Heeseung pasti sudah gila.
Tidak.
Bahkan gila pun Heeseung tidak akan berani meninggalkan Sunoo.
"Oh ya, ini," Heeseung mengulurkan sebuah gantungan kunci berbentuk kodok kepada Sunoo. Dia tadi pergi untuk membelinya. Tidak tahu kenapa, Heeseung hanya melakukannya begitu saja.
"Kodok? Kenapa harus kodok?"
"Kalau tidak mau ya sudah."
Sunoo menyambar gantungan itu dengan cepat, "Siapa bilang tidak mau."
"Untukmu,"
"Kalau bukan untukku memang siapa lagi?"
Menggemaskan!
Sunoo dengan percaya dirinya yang berlebihan itu tampak menggemaskan di mata Heeseung. Ingin rasanya dia meraih pipi gembil itu dan meremasnya seperti squishy.
.
.
Kedua tangan itu masih saling menggenggam. Saling menyalurkan hangat yang mereka rasa di hati mereka. Sunoo terlonjak riang menatap gantungan di tangannya yang di belikan Heeseung di pasar malam tadi.
"Kak," panggilnya, "aku tidak pernah minta kakak berjanji, tapi kali ini aku ingin Kak Heeseung berjanji satu hal padaku."
"Apa itu?"
"Jangan pernah tinggalkan aku."
Heeseung mengerjap sebentar.
"Apapun yang terjadi, ku mohon tetaplah di sisiku. Jangan pergi kemanapun."
Heeseung sudah bilang, kan? Gila pun dia tidak akan pernah meninggalkan Sunoo. Seandainya dia harus pergi ke ujung dunia sekalipun, Heeseung akan membawa Sunoo bersamanya. Mendekapnya erat, tak membiarkannya jauh barang sejengkal tangan.
"Ya, aku tidak akan melepasmu. Pasti."
-tbc-
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR SHOULDER| Heeseung X Sunoo [ILAND]
Fanfiction"Your shoulder is my favorite place to lean back," . . . . . !baku !bxb