Heeseung memasuki apartemen Sunoo dengan mudah. Dia melangkahkan kakinya menuju kamar Sunoo dengan begitu tenang, mengambil tas dan memasukkan beberapa benda Sunoo ke dalamnya sementara punggungnya sudah penuh dengan tasnya sendiri.
Hari ini, mereka benar-benar akan lari.
Telinga Heeseung mendengar desahan laknat di kamar sebelah. Semua sudah tahu apa yang sedang terjadi. Heeseung sudah tidak peduli dengan sopan santun. Dia menggebrak pintu kamar itu, menghentikan kegiatan kedua orang di sana.
"Heeseung?" ibu Sunoo terkejut dengan kemunculan Heeseung yang tiba-tiba.
"Bibi, apakah pria yang di sana itu pacarmu?"
Ibu Sunoo hanya mengangguk.
"Siapa kau!" bentak pria itu marah, "Berani-beraninya mengganggu kami!"
"Saya adalah pacar anak yang baru saja Anda perkosa beberapa jam yang lalu di rumah ini."
"Ah! Kau pacar pelacur kecil itu?"
Buagh!
Heeseung menghantamkan tongkat baseball ke kepala si paman brengsek itu dengan wajah dingin tanpa ekspresi. Tidak tanggung-tanggung, kepala itu menabrak tembok hingga pemiliknya tidak sadarkan diri. Ibu Sunoo yang melihat itu semua hanya menjerit tertahan.
Heeseung menatap ke arah wanita yang pernah mengandung malaikat kecilnya itu, "Bibi tahu apa yang dilakukan keparat ini pada anak bibi?"
Ibu Sunoo tidak menjawab.
"Sepertinya Anda tahu."
Heeseung mendekati tubuh si pria perlahan sebelum memukul kepalanya dengan tongkat berkali-kali. Kaosnya sudah penuh dengan cipratan darah, tapi Heeseung tidak berhenti hingga pria itu tidak lagi bernapas.
Beralih ke ibu Sunoo, "Selama ini, saya membiarkan Anda dan hanya diam saja melihat Sunoo dipukuli karena saya masih menghormati Anda sebagai ibunya. Saya berterimakasih karena Anda sudah melahirkan Sunoo ke dunia ini, meskipun Anda tidak merawatnya dengan benar. Tapi sekarang, saya rasa perasaan saya sudah berbeda,"
Dan Heeseung benar-benar kehilangan kendali atas dirinya.
.
.
"Terima kasih banyak," Heeseung dan Sunoo membungkukkan badannya kepada dokter yang sudah mengobati Sunoo.
"Kau sungguhan tidak apa-apa? Kau bisa berjalan dengan kondisi seperti itu?" tanya dokter itu khawatir tapi Sunoo hanya mengatakan dia tidak apa sambil tersenyum cerah.
"Kalian harus benar-benar pergi sekarang? Tidak besok saja gitu? Udah malem lho, Sunoo juga harusnya istirahat dulu," kali ini Taki memborbardir mereka dengan pertanyaan karena tidak rela Sunoo, teman satu-satunya pergi.
"Tidak," Sunoo menggeleng, "kalau tidak hari ini mungkin kami tidak akan pernah bisa pergi sama sekali."
"Apakah kalian akan pergi ke tempat yang jauh?" Sunoo mengangguk, "Apa kita bisa ketemu lagi?"
Sunoo membuat gesture berpikir, "Pasti ada kesempatan untuk bertemu lagi, Taki."
"Kapan?"
"Tidak tahu."
"Huaaa.... Aku ikut kalian saja."
"Taki," ayah Taki menahan anaknya yang hendak menghambur ke arah Sunoo.
"Bukankah kau bilang, kau datang ke sini untuk mencari temanmu? Siapa namanya? Niki? Riki? Kau harus menemukannya, bukan. Aku minta maaf tidak bisa menemanimu mencarinya."
Taki masih sesenggukan.
"Kalau begitu, kami pergi dulu," Heeseung menunduk lagi, menggamit erat tangan Sunoo dan mengajaknya pergi dari sana.
Hari ini mereka akan pergi, ke tempat yang indah.
.
.
Sunoo berlarian riang di antara hamparan bunga canola berwarna kuning. Bagi Heeseung, di ladang bunga yang seperti tak berujung itu hanya ada satu bunga yang keindahannya mampu membuat dadanya terasa sesak. Sunoo-nya.
"Kak, kalau kakak diijinkan untuk memilih hidup yang lain, kakak ingin hidup jadi orang seperti apa?" tanya Sunoo.
"Coba tebak,"
"Mn... seniman? Penulis? Dokter? Sepertinya kakak begitu hebat di banyak bidang, tapi aku tidak tahu kakak punya sesuatu yang sangat kakak suka."
"Ada satu."
"Apa itu?"
"Kamu."
Sontak saja, jawaban Heeseung dibalas dengan lemparan bunga tepat di wajahnya. Sunoo malu! Kak Heeseung sudah lebih pandai menggoda daripada dirinya.
"Kalau Sunoo sendiri?'
"Kim Sunoo," jawab Sunoo cepat, "Mau berapa kali pun, aku tetap ingin jadi Kim Sunoo. Sunoo-nya Kak Heeseung yang selalu ada buat kakak, yang selalu siap pundak untuk kakak istirahat."
Sunoo yang selalu jadi rumah Heeseung pulang.
Setelah mengatakan itu, Sunoo berbalik dengan wajah memerah. Heeseung menatap punggung kecil itu penuh sayang. Kakinya sudah siap berlari seandainya bocah itu terjatuh, melindunginya dari apapun yang akan melukainya. Dia tidak akan membiarkan Sunoo dilukai lagi. Tidak akan pernah.
Sedangkan, Sunoo masih terus berjalan sambil sesekali menengok ke belakang, memastikan Heeseung masih ada dan selalu ada di sana.
-end-
Terima kasih banyak buat yang sudah mengikuti cerita ini dari awal *sungkem dalam-dalam* Maaf tidak bisa balas komentar kalian satu per satu, tapi saya baca semua kok. Komentar kalian membuat saya semangat update cerita abal-abal ini sampai selesai. Akhir kata, semoga semuanya selalu dilimpahi kebahagiaan tak terbatas.
Lanjut ke #Epilog
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR SHOULDER| Heeseung X Sunoo [ILAND]
Fiksi Penggemar"Your shoulder is my favorite place to lean back," . . . . . !baku !bxb