Setelah 120 menit melakukan senam akhirnya semua murid masuk ke kelas masing-masing untuk melakukan pembelajaran yang akan berakhir pada jam 11 siang karna hari ini adalah hari Jumat, maka pulangnya pun lebih awal. Aku duduk paling depan, tepatnya di barisan pojok kanan. Dan pastinya, setiap Adibah melewati kelasku pandangannya akan langsung tertuju pada ku. Terkadang juga, Adibah mengintip ku dengan cara menaiki bangku kantin lalu mengintip dicelah ventilasi. Katanya sih, Ia senang saat melihat ekspresi serius ku ketika sedang belajar. Haha, Aneh, tapi itu unik. Dan setelah menginjak kelas 9 aku cenderung memiliki sedikit teman. Hanya satu. Sedikit bukan? Kalian masih ingat kejadian dikantin? pasal aku mengancam seorang yang bernama Gilang si ketua geng dari WB. WB adalah nama kepanjangan dari Warga Belakang atau bisa disebut juga dengan barisan belakang. Nama tersebut diambil karna Gilang serta anak buahnya duduk dibangku paling belakang. Huh, aku dan Bagas duduk dibarisan yang sama dengan Gilang yaitu dipaling depan.
Kini aku sedang mencatat rangkuman PKN yang sedang Bu Wulan tulis dipapan. Bu Wulan adalah guru yang bisa dibilang killer atau juga bisa dibilang tidak killer. Ya, tergantung, tergantung kepada siapa ia bersikap, jika kalian siswa bandel, ia akan killer. Dan sebaliknya.
Bagas menatapku serius,"muka lu pucet? sakit?"
Aku menggelengkan kepala, "Biasa aja"
Bagas yang paham aku berbohong langsung mengacungkan tangannya, "Permisi, Bu Wulan?" Panggilnya.
Bu wulan yang sedang asik mencatat pun menoleh, "ya?"
"Boleh izin ke UKS gak bu? Abian sakit"
Bu wulan mengangguk paham, "yasudah silahkan. Kamu temenin Abian ke UKS, ya"
"Alah drama banget. Bilang aja males belajar" Teriak Gilang dengan lantang.
Bu wulan melotot ke Arah Gilang dengan sinis, " heh! nyamber aja ya kamu! sini maju gantiin saya nulis dipapan tulis!"
Seisi kelas tertawa dengan terbahak-bahak, termasuk anggota gengnya aku dan Bagas terkecuali anak buah gengnya. Sedangkan ekspresi Gilang terlihat sangat malu. Mungkin karna selain diomelin Bu Wulan, Gilang juga diberi hukuman didepan aku dan Bagas. Akhirnya aku dan Nathan memutuskan keluar menuju ruang UKS yang cukup dekat karna posisinya yang bersebrangan dengan kelas ku.
**
Kini aku sedang keringat dingin, Bagaimana tidak? Sekarang ulangan matematika! ya, pelajaran yang rata-rata dibenci oleh semua murid. Dan sampai sekarang kertas jawabanku masih terpampang kosong. Padahal, ulangan harus dikumpulkan setengah jam lagi.
Aku menyenggol kaki Dinda, "buruan, din" Namun Dinda tak merespons dan masih serius menyalin jawabannya dikertas coret. "sabar, Dib. Dikit lagi "ucapnya.
Dinda menjulurkan kertas coret yang berisikan jawaban dari nomer awal sampai akhir ke tanganku, "Taruh kolong, din!" Bisik ku panik.
Setelah Dinda meletakkan coretan dikolong meja akhirnya aku mulai fasih menyalinnya.
"Dib! jangan nunduk mulu nanti ketauan. Lu gimanasih? " Ucap Dinda sambil memantau bu Dina, Guru kiler Matematika. Sedangkan Qilla yang duduk dibelakang mereka hanya menggeleng-gelengkan kepala.
"shut" Ucapku menyuruh Dinda diam.
"Mampus" Celetuk Dinda.
Dinda menggoyang-goyangkan kaki ku membuat aku menoleh, "Bu Dina jalan ke arah sini" Ucap Dinda bisik-bisik.mendengarnya aku segera menaruh kertas contekan dikolong paling ujung supaya Bu Dini tidak melihatnya.
Dengan membawa penggaris panjang yang terbuat dari kayu ditambah postur tubuh Bu Dina yang lumayan tinggi dan mata melotot membuat ku terkesan sebagai tawanan. Walaupun seperti itu, aku tetap berusaha tenang dan menampaakan muka datar. Ia berdiri disampingku seraya memukul penggaris kayu ditelapak tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Toxic Relationship
Teen Fiction[ REVISI JIKA SUDAH TAMAT ] Setiap Toxic Relationship (Hubungan Beracun) adalah mereka yang tidak saling mendukung, tidak saling menghargai, ketika ada konflik tidak ada yang mengalah, mereka yang saling mengucapkan kata yang tak sepantasnya diucap...