Sorai (I) - Nadin Amizah

312 40 1
                                    

VOTE SAMA KOMEN GRETONG KOK HUN :*

.
.
.

"Sore," Jaemin menegakkan kepala mendengar suara yang terlintas. Mengalihkan atensi dari buku di genggaman kepada lingkungan sekitar. Ia hanya mendapati pelayan kafe yang sedang melayani, sepasang anak muda yang tengah bercengkrama, orang tua dan anaknya yang sedang bermain dengan seekor kucing. Ia mulai abai kembali pada sekitar dan kembali fokus pada buku yang ia genggam.

"Sore," dan Jaemin kembali menegakkan kepala, sedikit jengkel. Mencoba mencari tahu suara yang sedari tadi menyeruak dalam indera pendengarannya. Jaemin mengedarkan pandang pada seluruh tempat. Sepi. Sampai dentingan lonceng dari pintu menarik seluruh fokusnya.

Masuk satu orang dengan dandanan kasual, khas anak muda. Berjalan dan menatap lurus menuju tempat untuk memesan menu. Entah mengapa atensi Jaemin tidak bisa terlepas dari orang tersebut.

Tanpa sadar, orang itu berjalan ke arah Jaemin yang masih terpaku. Melambat dan berhenti di depannya, lalu menatap Jaemin agak lama.

"Sore," Suara yang terdengar di kepalanya tadi, keluar dari mulut orang itu. "Boleh aku duduk denganmu?"

Kepala Jaemin terangguk tanpa diperintah. Matanya mengerjap heran menatap sosok di hadapannya. Masih mencerna anomali pada koneksi sel otaknya. Berakhir dengan konklusi bahwa ia mengalami deja vu.

Sosok tadi duduk di kursi hadapan Jaemin. Menggantungkan tas ranselnya pada kursi setelah mengeluarkan beberapa lembar kertas yang telah di bendel menjadi satu. Lalu, pelayan datang membawa segelas bubble tea dan beberapa kue kecil lain di atas piring. Diterima oleh sosok di hadapan Jaemin dengan senyum dan 'terima kasih'.

Jaemin masih memperhatikan orang di hadapannya. Terlihat masih sangat muda seperti anak sekolah menengah. Mungkin memang seorang remaja. Sosok anak muda itu tampaknya telah sadar jika dirinya telah diperhatikan sedari tadi.

Ia mengulurkan tangan "Namaku Jeno," dan Jaemin membalas jabatan tangan anak remaja bernama Jeno itu,

"Jaemin. Jaemin saja"

.

.

.


"Halo kak," suara itu kembali mencuat dalam kepala Jaemin. Terasa begitu nyata padahal hanya sekadar halusinasi. Terbukti dari absennya keberadaan si pemilik suara--Jeno di ruangan ini, tempatnya menikmati kopi dan senja.

Dia abaikan halusinasi itu. Lalu mulai membaca rentetan kata dalam buku yang dia genggam. Abai pada sekitar dan tenggelam pada dunia penuh fanatisme pribadi. Semesta paling mujarab dalam melupa rasa perih yang masih menjalar.

Ada sepotong kalimat yang tiba-tiba melintas dalam benaknya. Sebuah kalimat dalam satu buku fiksi yang pernah ia baca. "Satu, bukan berarti tak ada. Tapi dua, sudah jelas fana. Tiga, padamu perlu waspada," entah apa maksudnya, tetapi Jaemin sedikit suka pada kalimat itu. Untuk beberapa menit, pikirannya sempat teralihkan pada penggalan tersebut.

Ia bak tenggelam dalam sebuah momen anomali. Bagaimana menyebutnya? Momen autis? Sebut saja begitu karena Jaemin mendadak berubah seperti orang autis yang asyik dengan dunianya. Kehilangan fokus pada hal yang harusnya ia kerjakan dan hanya tertarik dengan pikirannya. Momen autis. Jaemin suka istilah itu.

Lamunannya bak dihantam bola besar ketika deritan pintu menyeretnya buat kembali sadar. Jaemin meruntukki diri karena sempat membuang-buang waktu dengan bermain dalam lamunan yang ingin ia enyahkan. Lalu kembali ia fokus terhadap bendelan kertasnya.

My Playlist: Coz JaemJen Is My JamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang