Berbeda Tanpa Kehadirannya

6 7 1
                                    

“Nella lihat apakah anak itu sudah siap atau belum?” ucap Sofie pada Nella yang sedang menyiapkan sarapan untuk Ashlih.

“Jangan terlalu keras padanya,” pinta Ashlih pada Nella yang diangguki perempuan cantik itu.

“Dia masih belum turun. Dia pasti belum bangun! Bisa-bisanya anak itu lupa kalau libur musim dingin sudah berakhir.” Nella masih bisa mendengar suara omelan ibu mertuanya dari posisi dia berdiri sekarang.

Nella yang mendengar semua itu hanya tersenyum kecil. Sasha, putri cantiknya itu memang susah bangun pagi. Apalagi waktu hari libur, gadis itu akan bangun saat matahari sudah bersinar terik.

“Sasha sayang, ayo ....” Nella membuka pintu kamar Sasha. Di luar dugaan, ternyata gadis itu sudah bangun bahkan telah memakai seragam lengkap.

“Ternyata kamu sudah siap!? Kenapa tidak segera turun? Apa sejak tadi kamu tidak mendengar suara grandma-mu?” lanjut Nella seraya semakin melangkah masuk ke dalam kamar Sasha.

“Ada apa?” Nella mengusap punggung mungil putrinya setelah tak mendengar suara apa pun dari pemilik kamar.

“Apa ada masalah?” resah Nella yang melihat wajah murung sang putri.

“Ayo cerita sama mama,” bujuk lembut Nella. Sasha menatap sebentar Nella, lalu mengalihkan pandangannya ke arah luar jendela.

“Kapan kakak pulang?”

“Mama tidak tahu.” Nella tersenyum ragu.

“Jadi cepatlah turun, sebelum kamu diomeli grandma-mu.” lanjut Nella tegas.

“Tidak ada yang bisa menggantikan kakak,” ujar pelan Sasha tepat sebelum Nella keluar.

“Sayang ....” Nella berbalik karena masih bisa mendengar ucapan Sasha.

“Ayo turun,” ajak Sasha dengan wajah yang sudah berubah ceria, 180 derajat berbeda dengan sebelumnya.

Sky terbangun dengan kepala yang sedikit pusing. Dia ketiduran setelah semalam terjaga dari tidur nyenyaknya karena sebuah mimpi. Di luar masih sedikit gelap. Sky bersyukur dia hanya tertidur beberapa jam saja dan tidak sampai membuatnya terlambat bangun.

Dia menatap kamarnya dengan tatapan aneh. Sunyi, dia belum terbiasa dengan ketenangan itu. Apa yang dia harapkan, sebenarnya? Sekarang hanya ada dia seorang.

Meski masih terasa aneh dengan kesunyian yang menyambut paginya selama lebih dari dua minggu ini. Sky juga bingung dengan dirinya sendiri, entah apa yang dia inginkan. Sebelumnya, dia tidak pernah merasa begitu. Mau tidak mau, Sky harus mengakui jika sisi lain dalam dirinya merindukan saat-saat dimana paginya disambut oleh keributan yang diciptakan sang kakak, Scarlett.

Sky menghela nafas. Sejak kembali tinggal di rumah masa kecilnya. Sky semakin tak bisa membendung kerinduannya pada sosok yang juga menjadi seseorang yang paling penting dan berarti di dalam hidupnya.

Tak ingin berlarut-larut dalam kenangan, Sky memilih menyibak selimut dan bersiap-siap pergi ke sekolah, ini adalah hari pertamanya sekolah sejak kembali ke Kota Epirus. Baru saja menapakkan kaki di lantai, rasa pusing kembali mendera kepalanya. Ini pasti gara-gara dia memimpikan masa lalunya, pikir Sky. Pandangan Sky mendadak buram. Gadis itu mengedipkan kedua matanya beberapa kali. Berharap hal itu bisa membuat pandangan matanya kembali normal.

“Aaakh ....” ringis Sky.

Kini kepalanya tak hanya terasa pusing. Sky merasakan kalau saat ini kepalanya ditusuk-tusuk dengan ribuan jarum. Terasa sangat menyakitkan, bahkan Sky merasa kalau otaknya mau pecah. Sebelah tangan gadis itu sampai harus mencari pegangan untuk menopang badannya yang hampir saja kehilangan keseimbangan.

FEAR TONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang