Sisi Lain

5 4 0
                                    

Sejak kunjungan tak terduga dari Ashlih, Sky masih merasa tidak enak pada kedua orangtuanya, terutama kepada Mira. Meski Mira tak mengatakan apa pun mengenai fakta kalau Sky pergi bersama Ahmed tanpa izin dahulu. Mira juga bersikap seperti biasanya, seolah-olah tidak terjadi apa pun.

“Apa kamu masih marah?”

“Marah?”

“Benarkah kamu tidak marah?”

“Kenapa aku harus marah? Jangan mengatakan omong kosong seperti itu, Jerry!”

“Syukurlah, kalau kamu tidak marah,” lega Jerry.

“Sebenarnya ada apa denganmu? Kenapa kamu bisa berpikir kalau aku marah?” selidik Mira.

“Itu ... aku pikir suasana hatimu buruk karena kedatangan Ashlih semalam. Jadi———”

“Suasana hatiku memang buruk tapi kenapa aku harus marah. Aku juga tidak punya alasan untuk marah?”

“MIRA!”

“Ada apa? Kenapa berteriak?” ketus Mira seraya menghampiri Jerry di ruang keluarga.

“Lihat!” Jerry menyodorkan secarik kertas.

“Aku tidak tahu kalau Sky bisa bersikap semanis ini,” bangga Jerry.

“Sudahlah! Cepatlah berangkat! Nanti kamu terlambat."

“Sesuai keinginanmu, Nyonya Nicholas-ku yang cantik." Jerry mengecup lembut dahi Mira.

Sepeninggalan Jerry, Mira tersenyum hangat dan membaca ulang kalimat yang tertulis di kertas tadi. Perempuan itu sejak awal memang tidak marah. Lalu apa alasannya, suami dan putri tercintanya berpikir begitu. Bahkan Sky sampai menulis surat yang berisi permintaan maaf dan permohonan agar dia tak marah pada putrinya itu. Mira tak habis pikir dengan jalan pikiran kedua orang yang dia sayangi tersebut.

Mira tidak marah. Dia juga tidak perlu marah. Perempuan itu tahu betul Sky tidak akan melakukan sesuatu tanpa alasan. Tapi dia cukup puas bisa membuat putri cantiknya, merasa bersalah padanya. Terlebih lagi, Mira merasa Sky sudah bisa mempertanggung jawabkan segala keputusan yang dia ambil. Mira mulai belajar percaya padanya karena ia menganggap putri kecilnya sudah beranjak dewasa.

Di tempat lain, Sky mengikuti pelajaran dengan semangat. Kendati perasaan bersalah dan tidak enak itu masih ia rasakan. Namun yang membuat Sky lebih kesal lagi adalah dia tidak memiliki keberanian untuk membahasnya. Sebab, dia tidak tahu apa yang harus diakatakan. Lebih tepatnya alasan apa yang harus dia berikan.

Selama ini Sky tidak pernah sekali pun membuat masalah dan selalu mendengarkan semua perkataan kedua orangtuanya. Terutama larangan tentang berdekatan dengan anggota keluarga Haidar——keluarga papa kandungnya. Atau pun keharusan Sky yang harus izin Mira terlebih dahulu jika ingin bertemu dengan mereka.

Sky tahu betul hubungan mama dengan papanya tidak akur. Dia juga mengetahui penyebabnya secara garis besar, sehingga membuat Sky secara tidak langsung memihak Mira.

Sky menghela napas karena pesan singkatnya hanya dibaca oleh Mira. Sekarang gadis itu sedang di kantin dan beberapa menit yang lalu dia mengirim pesan kalau dia akan pulang terlambat karena harus mengerjakan proyek kelompok.

“Sky, boleh kita gabung?” tanya seorang gadis mewakili lainnya——Susan, teman sekelas Sky.

Sky mengangguk sembari tersenyum kecil. Akhirnya mereka berbincang-bincang sampai waktu istirahat habis.

Sementara itu di ruang rapat, tengah berlangsung diskusi penting. Semua guru Ikatama High School nampak hadir di ruangan luas itu. Seorang pria paruh baya yang masih terlihat prima——Ahmed Haidar menjadi tokoh paling penting dalam rapat kali ini. Sosok paling berpengaruh di Kota Epirus tersebut duduk di kursi paling ujung. Dengan setelan formal serba hitam, membuat aura kewibawaan jelas terlihat.

FEAR TONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang