Terbawa angin sobekan nafasnya. Berbisik gejolaknya; sudah bukan rahasia kelaparan disana. Kita lupa untuk apa, juga kehabisan suara (kau membuang ludah)
Terbawa angin sobekan-sobekan nafasnya. Tergolek diantara sampah-sampah kantong belanja (begitu memecah, membuncah). Mendadak kita memejamkan mata. Sayup sayup terdengar isyarat kata yang menggerutu, ia mencuat dari baju-baju basah para buruh upah murah.
Langit masih kelabu, semilir angin mendesau risau berkabut waktu. Maka tenanglah, sebab ceruk-ceruk merelakan karang batu tegak sepanjang mambang tanpa memeram dendam. Dibiarkannya juga air mengalir santai disitu, kadang mereka bergurau. Begitu juga mata dan airmata kita
Gerimis tiba-tiba, mungkin langit juga ingin berbicara tentang rentetan kebakaran hutan yang sangat jelas ia saksikan dari ufuk matanya.
Pun nafas tercekat asap di paruh waktu, bunga-bunga layu. Ada yang sedang memikul impianmu, ada yang sedang menangis di ruang tunggu (lorong-lorong rumah sakit menjerit mencekit kata irit). O pasien yang amnesia hilang bermetafora, ia berdansa di kesunyian nelangsa. Menyematkan abunya sendiri dan memudar bersama teka teki hidupnya yang hanya ia pahami lewat telepati selama ini.