Rahasia Lucos

2 1 0
                                    


"Ayolah aku hanya bercanda," kata Aeus mengangkat bahu dengan sedikit nada penyeselan.


Suasana sangat tegang bagi Aeus di kamar istirahat pekerja. Bagaimana tidak, Farhaz sedang menatap dia seperti seekor singa menatap anak ayam. Begitu kelaparan sampai bisa diartikan bahkan tulang pun akan dia makan. Seharusnya dia sudah tahu ide menulis kata-kata itu ke Farhaz memang ide durjana.


Mata Farhaz benar-benar tajam, mencabik daging, menusuk tulang, menghancurkan jiwa. "Itu penghinaan." kalimat datar itu penuh dengan kebencian terpendam.


Ini memang sudah kelewatan. "Baiklah, maafkan aku, aku hanya bercanda. Sebagai teman?" Aeus penuh rasa penyesalan. "Baiklah kau bisa katakan apa maumu beberapa hari lalu, kau ada meminta aku melakukan hal rahasia bukan? Selain kode?"


Pengalih perhatian itu cukup membuat Farhaz tidak memukul dia saat ini. Namun tetap tatapan tajam itu akan berdiam dalam waktu yang lama.


"Kau sudah bilang kau setuju. Baiklah aku akan memasangnya di tanganmu." Farhaz mendekati Aeus lalu mengeluarkan alat sebesar koin dan agak cembung di salah satunya hingga mirip bola yang dibelah dua. "Singsingkan seragammu." Lalu di tangan satunya Farhaz sudah ada sebilah pisau perak panjang.


Lama berpikir Aeus tidak kunjung paham. Memasang, menyingsingkan tangan, dan pisau? Semua itu tidak berkaitan sama sekali. "Apa yang ingin kau lakukan?"


Farhaz mengangkat alat selebar koin tadi. "Ini adalah prototipe Auriga, aku ingin memasangnya di tubuhmu."


Alat dari rasi bintang Auriga yang berarti penunggang sais kereta perang yunani kuno. Itu sebuah legenda tentang cinta, merebut hati perempuan dengan pertempuran, berakhir dengan tidak bagus, tapi si penunggang ini memang sangat ahli mengendarai sais kereta perang menurut cerita atau katakan saja legenda.


"Apa kau katakan? Memasangnya di tubuhku? Bagaimana caranya."


"Tentu bisa." Farhaz mengeluarkan sebuah sarung tangan bewarna hijau muda dan kuning punggungnya. "Setelah dimasukan aku akan menutupnya dengan sarung tangan Ophiuchus. Kau sudah bilang kau bersedia bukan? Jadi cepat singsing lengan bajumu dan berikan tanganmu."


Aeus bukan dalam keadaan bisa tawar menawar, dia lekas menyingsing tangan baju kirinya lalu menyerahkan tangannya ke Farhaz yang menyambutnya dengan kasar. Di area atas siku kiri pisau tajam itu tenggelam, menembus kulit Aeus, menjalarkan rasa nyeri dan pedih. Dia terpaksa harus menggigit bahu seragamnya menahan sakit karena Farhaz sedang menjalankan pisau itu sehingga sayatan kecil agak dalam muncul diikuti banjir darah.


"Tunggu, ini akan lebih sakit." Farhaz mengenggam prototipe Auriga tadi lalu memasukan paksa ke luka Aeus hingga Aeus menjerit tertahan bajunya sendiri.


Rasanya seperti tertusuk ranting tumpul yang tertanam sampai ke dekat tulang, mengetuk saraf rasa sakit dan otot. Nyeri itu tidak tertahankan sampai Aeus mandi keringat dingin malam ini.

SUPERNOVA: RavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang