tiga

1K 164 3
                                    

Kai menatap Krystal yang tengah menyantap nasi padangnya dengan begitu lahap, kuah kari nasi padangnya bahkan berceceran di bibirnya saking besarnya suapan yang sepupu cantiknya itu masukkan ke dalam mulut.

Kai jadi berpikir, adakah pria yang mau kepada Krystal jika mengetahui tingkah aslinya yang seperti ini. Krystal terkenal dengan gayanya yang modis dan berkelas tak pernah ketinggalan tentang trend-trend terbaru, sangat berbading terbalik dengan apa yang ada di belakangnya.

"Kaya bocah." Tangan Kai terulur untuk menghapus sisa-sisa kuah di sudut bibir Krystal dengan tisu.

Krystal tak bergeming, ia fokus memasukkan suapan terakhirnya kedalam mulut, membuat Kai harus kembali menghapus noda kuah di bibirnya.

Kai bangkit untuk mengambil segelas air putih untuk Krystal, tak lupa disertai pereda panas dalam, karena tahu jika Krystal mudah panas dalam jika makan makanan berminyak.
Kai juga membuatkan Krystal pereda panas dalam, lalu diberikan kepada perempuan itu yang langsung diteguk dengan habis.

Walau pun Kai kadang selalu bertengkar dengan Krystal, namun jauh dalam lubuk hati keduanya, sebenarnya mereka saling menyayangi, mereka seperti saling memenuhi keinginan masing-masing. Seperti Kai, sejak dulu ingin sekali mempunyai adik perempuan, dan dengan adanya Krystal itu semua seakan terpenuhi, karena walau pun Krystal sering berbuat masalah, bagi Kai, Krystal tetaplah adik kecil kesayangannya yang harus ia jaga. Krystal yang sejak dulu ingin mempunyai kakak laki-lakipun, merasa keinginannya terpenuhi.

"Terbaik abangku." Krystal mencubit gemas pipi Kai.

"Jawabannya apa?" Tanya Kai.

"Ck." Krystal berdecak, baru saja makanannya di dorong masuk kedalam perut oleh air, Kai sudah membahas hal yang menurutnya konyol. "Perut gue aja baru ke isi, itu artinya gue baru bisa mikir sekarang."

"Alesan."

Krystal tak menjawab, ia benar-benar berpikir keras, memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi jika nyatanya mereka bisa menikah, menikah dengan kesepakatan, lalu bercerai setelah ia hamil dan menggugurkan anaknya, dan setelahnya, apakah mereka akan baik-baik saja? Masalahnya, mereka berada dalam lingkup keluarga, bukan orang asing, pasti akan ada rasa tak enak antara satu sama lain jika sewaktu-waktu berkumpul dalam satu acara.

"Kalau kita nikah, cerai, gimana sama orang tua kita? Itu gak bakal nimbulin perpecahan?" Tanya Krystal.

"Tinggal kita bilang yang sebenarnya, selesai kan?" Kai menatap Krystal.

Krystal mendelik. Kenapa sih, laki-laki selalu berpikir dengan begitu pendek, tak pernah memikirkan bagaimana kedepannya.

"Gue--"

"Kalau lo gak mau gak masalah, gue tinggal nyari cewek di luaran sana." Kai memotong ucapan Krystal.

"Kalau kaya gitu, kenapa lo ngajakin gue nikah?" Tanya Krystal.

"Karena gue gak perlu ribet-ribet nyari cewek, tapi lo gak mau, terpaksa gue harus ribet."

Krystal terdiam, menggigit bibir bawahnya, berpikir dengan begitu keras. Gak mungkin ia menolak Kai, lalu meminta bantuan teman-temannya, yang ada Krystal habis diceramahi, selama ini teman-temannya yang selalu menggambarkan kepada Krystal apa yang akan terjadi jika Krystal tidak menyudahi apa yang ia jalani, sekarang ia sudah kena batunya.

"Yaudah gue terima tawaran lo."

Kai tersenyum cerah mendengar jawaban Krystal. Ia memang belum tahu jawaban orang tuanya, namun yakin jika apa yang ada dipikirannya pasti berjalan dengan lancar.

"Adek gue terbaik, eh salah calon istri." Kai mengacak rambut Krystal dengan begitu bahagia.

"Ish ... Geli tau gak." Krystal menepis tangan Kai.

"Ayo kita ke rumah nyokap gue."

"Lo gak liat ini dandanan gue kaya apa, yang ada nanti ami nanya gue abis ngapain, wah gila lo, belanja dulu kek."

"Gak usah, ribet lo tunggu aja."

Kai bangkit, berjalan menuju kamar sebelah tempat ia menyimpan baju-baju yang ia cek sebelum masuk toko, seingatnya ia semalam mengecek beberapa baju perempuan.
Setelah mendapat baju untuk Krystal, Kai kembali menghampiri perempuan itu.

"Itu pake, gue cuma ada baju, celana lo itu masih bersih pake aja lagi, kalau sepatu, ada yang punya Diana." Kai berucap seraya memberikan atasan berwarna hijau kepada Krystal.

"Masa gue pake bekasan Diana." Krystal melayangkan protes.

"Daripada gak ada."

"Beli baru lah."

"Banyak mau lo." Tanpa peringatan, Kai menggendong Krystal, membawanya menuju kamar mandi, lalu mengunci dari luar, membiarkan Krystal mandi.

***

Karena Krystal yang terus marah-marah dan merajuk tak mau memakai sepatu bekas Diana, jadilah Kai mengajak Krystal menuju pusat perbelanjaan lebih dulu.

"Gini dong, yakali gue dikasih bekasan Diana, lagian lo juga gak ada kerjaan, sepatu Diana lo simpen." Krystal masih mengeluarkan celotehan sambil memilih sepatu.

Kai mendelik, masih untung ia mau mengajak Krystal untuk membeli sepatu dengan gratis, namun dengan tak tahu dirinya masih saja berceloteh seperti anak kecil yang meminta es krim.

"Udah ayo bayar." Krystal menarik tangan Kai menuju kasir setelah menemukan sepatu yang pas.

Setelah membayar, Krystal langsung memekai sepatu barunya. Lalu mereka pergi menuju rumah orang tua Kai.

Ketika sampai di sana, Krystal sedikit agak gugup dan takut. Dalam hati sebenarnya Krystal berdoa, semoga saja, ia dan Kai satu air susu, ia tak ingin menikah dengan Kai setelah membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. Walau pun Kai bisa memberi apa yang ia mau karena kesepakatan mereka, namun tetap saja, apa yang akan terjadi setelah perceraian pasti lebih buruk, tak mau jika harus mengorbankan keluarga yang harmonis menjadi pecah hanya karena perjanjian konyol ia dan Kai.

Lalu kenapa jika sudah tau kemungkinan terburuk mengapa Krystal masih mau membuat perjanjian dengan Kai? Pertama karena hanya Kai yang bisa membantunya dengan cepat, kedua bisa atau tidaknya mereka menikah masih menjadi hal yang tak pasti, dan Krystal hanya perlu bedoa, semoga mereka haram untuk menikah.

"Assalammualikum." Kai dan Krystal berucap. Rumah yang cukup besar ini sangat sepi, seperti tak ada orang, padahal ini hari libur.

Kai dan Krystal berjalan untuk mencari keberadaan orang tua Kai, sampai akhirnya mereka hanya menemukan Kakak Kai yang tengah sibuk di dapur.

"Hallo kak Tania." Krystal menyapa dengan riang, sudah sebulan lebih ia tak bertemu dengan kakak kedua Kai.

"Ya ampun Krystal, kemana aja? Tumben banget kok bisa sama Kai." Tania memeluk Krystal.

"Ah kangen kak." Krystal balas memeluk erat ibu satu anak itu.

"Bunda mana, Teh?" Tanya Kai.

"Bunda lagi pergi, mau apa nyari bunda?" Jawab dan tanya Tania.

"Ada perlu."

"Dede Syilla mana kak? udah lama gak aku gak ketemu." Krystal menanyakan anak Tania yang beru berumur 10 bulan.

"Lagi sama ayahnya di atas, ini mau kakak kasih makan." Tania menjawab sambil menuangkan makan siang anaknya ke dalam mangkuk.

"Eh tumben ada Kai sama Krystal."

Jantung Krystal berdetak cepat ketika mendengar suara orang tua Kai. Berbeda dengan Kai yang tersenyum dengan sumringah, Krystal justru malah menggigit bibir bawahnya ketakutan.

"Bun aku sama Krystal mau ngobrol nih, sama ayah juga," ucap Kai.

"Apa?" Bunda dan ayah bertanya seraya duduk di kursi meja makan.

"Aku sama Krystal satu air susu gak?" Tanya Kai.

Bunda dan ayah Kai saling menatap, sedikit bingung kenapa anak bungsunya bertanya hal seperti ini.

***

SymfoníaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang