Benua masih mengikuti kemanapun Aswa pergi. Aswa menyapu, Benua berdiri tepat di sampingnya, sembari terus mengoceh. Aswa membersihkan kaca, Benua juga mengikutinya dan memperhatikan setiap gerak-geriknya. Lihat, pantas kan jika Aswa sendiri merasa risih!
"Apa sih, maunya kamu. Pagi-pagi gini udah mancing-mancing emosi aku?"
Benua menampilkan senyuman untuk meredam suasana wajah Aswa yang kini terlihat masam. Tak lama, kedua tangan besarnya menelusup pada saku celana bahan hitam yang biasa dirinya kenakan saat harus pergi ke kantor. "Tadi kan, aku bilang, kalau aku ada urusan sama kamu."
"Tapi aku nggak mau denger!"
Benua menarik satu sudut bibirnya datar dengan mata memincing ke arah atas. "Mmmmm, ini bersangkutan sama uang sih. Kalau nggak mau, aku bisa cari toko bunga yang lain."
Mendengar kata 'uang' ekspresi Aswa lalu berubah. Ia mengigit-gigit kecil bibir dalam bagian bawah, lalu matanya memutar-mutar cepat. "Emang ... ada apa?" tanya Aswa kemudian.
"Jadi gini." Benua menatap gedung PurpleDesain dengan seksama. "PurpleDesain mau ngerayain hari jadinya yang ke 27 tahun. Ya, perayaan yang lumayan gede sih. Tepatnya ada di halaman belakang gedung---"
"Emang halaman belakang gedung luas ya?"
"Banget, nanti mau di jadiin taman dan restoran gitu. Cuma khusus aja sih, buat para karyawan, tapi ini baru rencana. Okay, back to topic sebenernya aku udah nyewa dekor, tapi, aku sengaja nyuruh nyuplai bunganya dari kamu. Dan ini nomor mereka, kamu bisa hubungi mereka secara langsung, dan bilang kalau kamu itu suruhan aku." Benua menyerahkan sebuah kartu nama.
Mata Aswa membesar dengan binar-binar indah, saat membaca kartu nama di tangannya. Mendongak secara reflesk, dengan senyuman sangat manis, Aswa pun berucap, "makasih, Benua."
"Kamu nanti bisa dateng ke acaranya. Bawa Siti atau Khusna, atau satu lagi pegawai kamu, yang tukang anter-anter itu ...."
"Rafif?"
"Ah ya, si Rafif. Boleh ajak dia juga. Pokoknya yang pasti, kamu harus nyiapin bungan mawar putih sebanyak mungkin."
"Siap!"
Setelahnya, Aswa pun kembali membersihkan kaca. Semprot-seprot, lalu lap-lap dengan begitu cekatan dan penuh tenaga, Aswa senang, dia bisa dapat orderan lagi. Dan yang pasti, kali ini keuntungannya bisa sangat banyak, mengingat, yang memesan itu sebuah perusahaan besar.
"Aswa?"
"Ya?"
"Sarapan yuk?"
"Sarapan aja sendiri."
Benua berdecak, kini, kedua tangannya ia tenggerkan di masing-masing pingang. Apalagi cara agar dia bisa makan berdua dengan Aswa? Susah sekali membujuk wanita itu. Padahal, baru saja sikap Aswa manis dipenuhi dengan senyuman. Eh, tak berselang lama, Aswa kembali terlihat menyebalkan dengan kata-kata ketusnya. Untung Benua sayang!
Eh, udah sayang ya, sekarang?
Mmm, begitu, Benua tidak sadar diri kalau dirinya sudah memiliki rasa lain kepada Aswa, selain rasa kagum dan penasaran. Duh, Aswa, tidak sadar kah, dirimu bahwa seorang pemuda kaya, yang mendapat gelar 'Mantan terastagfirullah' tengah senyum-senyum tidak jelas di sampingmu?
"Aswa, aku halalin yuk, biar bisa makan bareng."
Aswa membalikan tubuhnya. Lalu menyemprot Benua dengan cairan pembersih kaca. "Ngomong suka ngawur. Sana pergi ke kantor. Udah siang, entar sekertaris kamu nyariin lagi."
Aswa manyun, lalu pergi dari hadapan Benua. Kesel ketika mengingat beberapa hari yang lalu, Benua sempat disusuli sekertarisnya, karena ada rapat untuk membahas tender yang dimenangkan. Sementara di sini, Benua malah duduk-duduk merecoki dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astagfirullah, Mantan! [RE-UPLOAD]
SpiritualMANTAN? Apa yang terlintas saat kata 'Mantan' disebutkan? Masalalu? Seseorang yang pernah menyakiti? Manusia terkutuk yang tak ingin lagi ditemui? Hmmm, setidaknya hal itu lah yang dirasakan oleh Aswa ketika kembali bertemu dengan Benua. Mantan pert...