11. Hari-hari yang menyenangkan

1K 86 29
                                    

I'am just gonna keep you forever

I'am just gonna keep you forever

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Anak Papa cantik banget. Mau kemana?" tanya Papa Natasya berdiri didepan kamar anaknya yang terbuka.

"Papa!" sahut perempuan itu ceria menghampiri Handoko, "papa kapan pulang?" tanya Natasya memeluk Papanya yang masih harum meski sepulang kerja.

"Barusan, tadi lembur dikit jadi telat pulang." jelasnya tanpa diminta, "kamu mau kemana?" ulang Handoko.

"Mau makan malam dirumah Raka," cengir Natasya.

"Jadi, Mama sama Papa makan berdua aja dong nanti?" tanya Handoko sedikit merajuk.

"Kan ada Ivan," tatapan mata Natasya memelas, "boleh yaa?"

Natasya adalah putri kesayangan Handoko, bagaimana mungkin dia menolak keinginan putrinya? Apalagi dengan nada memelas serta muka penuh harap itu, Handoko bahkan tanpa berpikir dua kali langsung mengiyakan. Mengijinkan putrinya berkunjung kerumah Raka.

"Gimana kamu sama Raka?" selidik Handoko menggiring anaknya masuk kekamar, mereka duduk di ujung kasur Natasya.

"Emmm, kita sedikit tidak baik-baik saja." jawabnya mendadak menjadi baku. Perempuan itu bahkan kesulitan mendeskripsikan hubungannya dengan Raka.

Mantan?

Tapi mantan nggak ada yang bersikap normal seperti orang pacaran pada umumnya.

Kekasih?

Tapi mereka putus, kan Natasya yang meminta putus.

"Kamu memang masih seplin-plan itu, Nak." kekeh Handoko melihat wajah kebingunggan anak perempuannya.

"Papa jadi inget, dulu waktu kamu masih kecil banget disuruh pilih ikut Papa kerumah temen Papa atau ikut Mama arisan dirumah temen Mama." papar Handoko sedikit mengenang masa lalunya bersama keluarga.

"Aku pilih apa?" tanggap Natasya tertarik.

"Kamu milih ikut Papa, tapi waktu mau berangkat tiba-tiba aja kamu nggak mau dan lebih milih sama Mama kamu waktu liat Mama kamu udah siap mau pergi. Anehnya, kamu merengek supaya Papa ikut kamu juga." ujar Handoko bercerita, ia menatap putrinya yang tampak sangat mendengarkan kisahnya.

"Terus?"

"Ya, daripada kamu nangis terus, nenek kamu yang kebetulan ada dirumah waktu itu, ngajak kamu ke taman buat main ketemu anak-anak komplek. Sampai nggak mau pulang padahal udah sore banget waktu itu." sambungnya diakhiri kekehan geli Handoko mengingat betapa menggemaskannya putri kecilnya dulu.

"Kamu plin-plan," ejek Handoko yang langsung dihadiahi mata melotot putrinya, "tapi kamu tetep anak Papa."

"Iya dong, kalo aku bukan anak Papa, aku anak siapa lagi?" protes Natasya, "Masa anak om Iwan?"

Om Iwan itu ayahnya Ivan yang saat ini berada di Semarang, Ivan memutuskan tinggal dirumahnya untuk melanjutkan kuliahnya. Omong-omong tentang Ivan, dimana cowok itu?

"Ivan kemana?" tanya Natasya menatap Papanya.

"Main, biasa anak cowok." lontar Handoko menjelaskan, "anak Papa yang cewek aja main terus." sambung laki-laki itu menyindir putrinya.

"Papa, ih!" dengan kesal Natasya mencubit pelan pinggang Handoko.

"Aku mau turun dulu ya?" pamit cewek itu berdiri menghadap Handoko, "mau nunggu Raka di depan."

Handoko mengangguk sedikit tidak rela, "salam buat keluarganya Raka."

"Sampai nanti, Pa." cewek itu keluar kamar setelah mencium pipi Papanya. Ia keluar dengan senyum indah terpatri pada wajah yang tampak lebih manis dengan make up naturalnya.

Mamanya juga tidak terlihat, biasanya jam setengah tujuh Mamanya pasti sudah ribut didapur menyiapkan makanan. Tapi area dapur tampak sepi dengan lampu temaran yang membuat tempat itu sedikit gelap.

"Mungkin dikamar," pikir Natasya.

******

Hari yang sangat menyenangkan, itulah yang terpikir oleh Ivan saat ini. Bagaimana tidak, ia bahkan seharian ini pergi bersama teman sepupunya yang bahkan tak pernah ia lakukan sebelumnya.

Maksudnya, Ivan itu bukan jenis manusia yang bisa bersenang-senang dengan orang lain, apalagi lawan jenisnya. Tapi entahlah, Aliya membawa vibes tersendiri baginya. Dan Ivan menyukai itu.

"Udah malem, kita pulang ya." ajak Ivan memutar arah mobilnya untuk mengantar Aliya pulang.

Seharian tadi, mereka menghabiskan waktu dipantai. Saling berbagi cerita yang membuat keduanya saling memahami dan semakin dekat.

Aliya itu cantik, tubuh mungilnya hanya sebatas dada Ivan membuat Aliya terlihat imut. Mungkin, Ivan menyukainya...

"Gue lapar, makan dulu ya?" Aliya mengusap perutnya yang mulai terasa lapar dengan cengiran lebarnya.

"Mau makan apa?"

"Gue pengen makan pecel lele, ituuu!" tunjuk Aliya melihat warung pinggir jalan saat mobil mereka melintas.

Ivan melihat warung yang baru saja ditunjuk gadis disampingnya, bersiap membelokkan mobilnya menuju warung yang terlewat.

"Sana turun dulu, nanti gue nyusul." kata Ivan mencari tempat parkir mobil ditempat terdekat mereka makan.

"Mau pesen apa?" tanya Aliya menyadari kehadiran Ivan namun fokusnya pada daftar menu yang ada ditangannya.

"Samain aja," balas Ivan mendudukkan dirinya didepan Aliya, tatapannya teduh memandang gadis cantik yang ada didepannya.

Aliya menganggukkan kepalanya mengerti, ia memanggil orang yang bertugas mencatat pesanan, "Mas, 2 porsi pecel lele sama es teh 2." pesan Aliya.

"Makasih Mas," imbuh Ivan, cowok itu melepas jaket yang melekat pada tubuhnya, memberikannya pada Aliya.

"Pake," Ivan menyuruh Aliya dengan memberikan jaketnya, "pasti dingin. Lo cuma pake t-shirt doang."

"Thanks," tanpa banyak membantah Aliya segera memakai jaket milik Ivan karena memang dia kedinginan. Wangi parfum Ivan tercium olehnya, membuat Aliya semakin hangat.

Tiba-tiba ponsel Ivan yang terletak dimeja diantara mereka berdering, Aliya sempat melirik kepo. Ah, tante Rita -Mama Natasya.-

"Iya, tan?" sapa Ivan mengangkat panggilan telepon itu, tatapannya tertuju pada Aliya yang saat ini sedang menatapnya dengan penasaran.

"Diluar, sama temen. Ivan makan diluar tan," Ivan tersenyum saat melihat pesanan mereka telah tersedia diatas meja.

"Iya. Natasya juga diluar? Oke, yaudah tante makan diluar sekalian aja sama om." saran Ivan begitu mendengar kabar kalau sepupunya juga pergi keluar.

"Iya tante. Hati-hati juga." Ivan menutup panggilan teleponnya.

"Mama Natasya tadi," jelasnya tanpa diminta, padahal dari awalpun Aliya sudah mengetahuinya.

"Lucu ya?" kata Ivan tiba-tiba.

"Apa?" Aliya berdehem singkat, tatapan Ivan membuat Aliya gugup.

"Kita udah jalan seharian, tapi gue belum punya nomor lo." seloroh Ivan terkekeh kecil, "catat." sambungnya memberikan ponselnya kepada Aliya.

Tbc

My Possessive Ex-BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang