14

6.7K 1.1K 167
                                    

Peristiwa berdarah pagi itu di kantin membuat Haechan, Jaemin, dan Hyunjin berada dalam masa detensi. Mereka bertiga diskors selama tiga hari karena Sunwoo sampai dilarikan ke rumah sakit.

Hari ini Jeno membolos untuk menemani kekasihnya yang dihukum oleh sekolah, pemuda Korea bermata bulat itu mengajaknya bersantai di rumah keluarga Witcherson yang besar dan futuristik.

Mereka bergelung di satu lebar berwarna merah di depan sebuah tv plasma besar yang sedang menayangkan film Clueless. Tangan Jaemin meraba pahatan sempurna Tuhan berupa wajah rupawan Jeno, bibirnya tersungging senyum lebar yang membuat orang dihadapannya ikut bahagia juga.

"Jeno, terima kasih sudah mau menemaniku hari ini. Maaf gara-gara aku kamu harus membolos banyak pelajaran.", Jaemin mencebikkan bibirnya. Tangannya yang semula bertengger di wajah tampan Jeno kini melingkar di leher kokoh si pemuda Amerika.

"It's okay, Honey. Menyusulmu sampai gurun Sahara juga aku lakukan, asal itu membuatmu bahagia."

"Ew, chessy.", pekik Jaemin.

Bibir Jeno dicubit oleh Jaemin karena kalimat menggelikan yang baru saja dirinya lontarkan. "Ouch! Special cheese, because you like it."

"Indeed."

Cumbuan ringan dimulai oleh Jeno, bibir manis dengan rasa vanilla milik Jaemin dilumatnya pelan penuh cinta dan perasaan. Tangan kekarnya mengangkat kaki kiri Jaemin agar melingkar ke pinggulnya, menarik kekasihnya itu agar jauh lebih dekat dalam dekapannya.

Dorongan dari lehernya Jeno rasakan, rupanya Jaemin sudah telanjur tenggelam dalam nikmat bercumbu diatas sofa di siang bolong. Bagaimana tidak, ruangan tv ini penuh harum kayu manis yang sangat semerbak. Permukaan sofa yang sangat lembut bergesekan dengan kulit mereka membakar sesuatu yang tersimpan dalam jiwa.

Jeno membalikkan posisinya jadi Jaemin yang berada di bawah. Tangan si manis yang melingkar di leher Jeno dilepas, lantas di genggam oleh yang lebih tua di kanan kiri kepala Jaemin.

Melihat Jeno dari bawah seperti ini, Jaemin tidak sanggup berkata-kata. Apalagi saat iris biru dalam itu meliriknya kebawah serta seringai seksi di bibirnya ditambah jakun milik si pemuda Amerika yang naik turun ketika berbicara.

"J-jeno..."

"Jeremy, look i-"

"It's okay, i'm ready for you. Take it.", Jaemin mengangguk dengan yakin, memberi lampu hijau kepada Jeno untuk mengambil dirinya.

Tanpa menghabiskan banyak waktu, kepala si pemuda pirang sudah melesak diantara bahu dan telinga Jaemin, menyesapi tiap inci kulit lehernya yang lembap dan wangi.























Ding Dong

























Bel rumah Jeno berbunyi di sela kegiatan panas mereka, menghentikan semua yang hampir meledak dan terjadi siang hari itu.

"Damn!", Jeno membawa tubuhnya bangkit dari atas Jaemin, berjalan menuju ke pintu depan dengan kepala pusing menahan hasrat.

Jaemin sendiri malah tertawa geli melihat mereka berdua yang sudah basah tetapi belum basah kuyup. Dirinya lebih memilih untuk minum air putih dingin di kulkas Jeno agar badan yang sudah panas bisa kembali normal.

Di pintu depan, pemuda Witcherson memicingkan matanya bengis pada tersangka pengganggu kesenangannya. Alisnya menukik tajam dan tangannya bersedekap di depan dada. "Bro you just ruin my main course."

A Box of Happiness | Nomin☆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang