This is the time, when Jaemin steps forward and brings up his truly happiness.
Tidak setiap hari rasanya Jaemin begitu bahagia dan khawatir secara bersamaan. These weird feeling occurs only on this day and when someone went to Norway. Pria cantik bersurai deep blond itu mematut diri pada sebuah kaca rias yang dihiasi lampu-lampu di tepiannya serta peralatan make-up high end di depannya. Mata bulatnya menilik pada kaca dan bergulir untuk memandangi tiap detil wajah rupawannya yang berkilau disapu riasan mahal.
Ketukan pintu kasar dan tidak sopan terdengar dari arah luar ruangan tempat Jaemin berdiri. Sebuah hembusan napas malas dikeluarkan olehnya karena kedatangan orang yang sudah sangat bisa dirinya tebak.
"Come in"
"Oh baby, look at you. Sukses, muda, kaya, dan yang pasti manis dan seksi. Sayangnya kamu tidak pernah mau menjadi pacarku saat sekolah dulu" Jisung datang bersama seorang remaja tampan yang sangat tinggi di belakangnya.
"Papa, you looks incredibly beautiful."
Jaemin tersenyum lebar dan berjalan mendekati remaja tinggi bermata biru itu. Jemarinya terangkat untuk mencubit pelan hidung bangir si remaja yang terkikik jahil. "Siapa yang mengajarimu berkata seperti itu kepada yang lebih tua? Tell me, Jason"
Junghwan tersenyum lebar dan menggaruk belakang kepalanya saat Jaemin merengut tidak suka akibat kalimat flirty yang baru saja dilontarkan olehnya.
"You know who, Papa."
Jaemin menggeleng pelan dan terdiam untuk sementara, mengingat kembali sudah sekitar tujuh tahun lamanya dia menjadi orang tua asuh seorang anak keturunan Skotlandia-Pakistan yang dulunya hidup di panti asuhan dekat kantor miliknya.
Namanya Jason, anak laki-laki ini bersurai pirang alami dengan mata biru dan hidung yang mancung. Untuk seukuran anak berumur delapan tahun, dulu dirinya memiliki karakter yang terlewat kritis dan cenderung canggung dengan hubungan sosial. Membuatnya sulit didekati oleh jajaran pasangan yang ingin mengadopsi anak.
Junghwan begitu sempurna secara visual, tetapi tidak dengan hubungan sosialnya.
"Jeremy, sepertinya sebentar lagi kita harus pergi. Sudah pukul lima dan puncak acaranya pukul lima lebih empat puluh lima menit"
Jaemin mengangguk dan mengambil satu tas kecil yang berisi ponsel, dompet, dan kunci rumah yang tergantung pada sebuah gantungan berdiri di dekat lemari.
"Kamu bisa membawakan tas ini untukku kan, handsome?" Jaemin tersenyum manis dan mengulurkan tasnya kepada Jisung yang kini memutar bola matanya malas.
Laki-laki tampan yang tidak terlalu tinggi itu segera meraih tas si manis dan mengalungkannya pada pangkal lengan kanan miliknya.
"Well, thank you."
"Kalau saja kamu bukan teman dekatku sejak sekolah dulu, sudah aku lempar tubuhmu keluar jendela"
Jaemin mengedikkan bahunya tidak peduli dan menggandeng lengan anak tunggalnya keluar dari ruang artis yang diikuti Jisung dari belakang. Menyambut banyak orang diluar yang sudah menanti kehadirannya untuk menjadi yang paling bersinar malam hari ini.
Teman-teman Jaemin saat di Korea dulu, orang-orang yang dulu berinteraksi dengan dirinya di negara Asia Timur tersebut, bahkan mungkin presiden dari negara penghasil ponsel pintar paling laris di dunia itu tidak akan pernah menyangka seorang Na Jaemin berhasil memenuhi mimpi terbesarnya. Berdiri diatas panggung dengan titel produser film laga yang rilis perdana hari ini di Los Angeles.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Box of Happiness | Nomin☆
FanfictionNomin Highschool Rom-com! Jeno Witcherson thought high school period is all about studying, competing, and drowning into music. But not until his new neighbour come and painting his toneless life. original story by woodzyjeno