*Cklek...*
Terdengar suara pintu depan rumah Nozomi terbuka. Ternyata ia adalah kakek tetangga sebelah rumah Nozomi.
"Ada apa ini? Kelihatannya rumah ini berisik sekali. Saya mohon kalian tenang sedikit, ya. Cucu-ku yang masih bayi ingin tidur, karena berisik ia tidak bisa tidur. Uhuk.. uhuk..." ucap kakek itu dengan suara serak.
"Maaf, kek, atas ketidak nyamanannya. Ngomong-ngomong, ini jam berapa?" tanya Yamato.
"Ini sudah pukul setengah sebelas malam dan cucuku belum tidur. Ini tidak normal kalau jam segini ia belum tidur," jawab kakek itu sambil berjalan meninggalkan rumah Nozomi.
"Ah! Nozomi! Kamu sadar lagi! Sekarang kamu sudah ingat 'kan?" tanya Eman.
"Sudah ingat? Apa maksudmu? Kamu mengejek aku insomnia, ya? Eh... maksudku amnesia," tanya Nozomi.
"Haha! Untung ada kakek itu! Aku selamat, deh," kata Miyaki lega.
Miyaki lega, selain ia selamat, Nozomi juga selamat. Berbeda dengan Yamato yang daritadi masih panik dan pucat.
"Yamato, ada apa denganmu? Nozomi sudah selamat, kok!" tanya Miyaki.
Yamato tidak menjawab apapun. Ia menelan ludah lalu mulai berbicara, "t-tadi aku lihat ada seorang anak seumuran kita yang pergi keluar rumah Nozomi bersama kakek itu. D-dan sekarang... kamu lihat... ada anak itu sedang bermain dengan anak kecil di halaman rumahmu Nozomi..." jelas Yamato.
"Anak seumuran kita... anak kecil... MIYA DAN MINA?! Tidak mungkin... DI MANA DIA?!" tanya Miyaki. Saat ia berkedip, kedua anak yang bermain di halaman hilang begitu saja.
"Hah?! D-dia hilang..." Nozomi merinding.
"Noz... t-tolong kecilkan suhu AC-nya..." kata Yamato tiba-tiba.
"Heh? Di ruangan ini tidak ada AC-nya, lho! Bukannya di rumah ini, yang pake jaket tebal Cuma kamu? Kok kamu kedinginan sampe menggigil gitu, sih?" ujar Nozomi kebingungan.
"A-aku g-g-gak t-tau... boleh nggak aku tidur duluan?" tanya Yamato terbata-bata.
"Yaudah, gapapa. Lagian, bentar lagi tengah malam," jawab Miyaki.
Sementara itu, Nozomi dan Eman saling memandang satu sama lain.
"Kenapa? Ada apa?" tanya Miyaki kebingungan karena melihat Nozomi dan Eman yang berkeringat dingin.
Miyaki mengerutkan dahinya. "Heh?! Kalean ini pada kenapa, sih?!"
"Ada yang aneh..." jawab Eman singkat.
"Maksudmu?" tanya Miyaki. "Heii! Orang nanya tuh dijawab!"
Nozomi menaruh jari telunjuk di depan mulutnya, mengisyaratkan untuk tidak berisik. "Ssshhh... apa kau dengar suara itu?"
"Suara apa? Kok aku nggak dengar?" Miyaki malah bertanya balik.
"Makanya! Kamu diam dulu napa! Coba dengar, ada sebuah suara yang berasal dari kamar Nozomi," bisik Eman pada Miyaki.
Lama-kelamaan, suara itu makin jelas terdengar. Suara seorang anak perempuan. Entah dia tertawa, atau mungkin... menangis?
*BRAK!*
Tiba-tiba, dari kamar Nozomi, terdengar suara sebuah benda yang sepertinya jatuh. Tapa berpikir panjang, Miyaki langsung berlari ke kamar Nozomi.
"Hei! Berbahaya kalau kamu ke sana sendirian!" seru Eman sambil berlari mengikuti Miyaki.
Di kamar Nozomi, terlihat Yamato sedang tertidur dengan wajah cemas berkeringat dingin. Di sana juga ada sebuah buku yang sepertinya jatuh dari rak buku. Terbukalah suatu halaman dari buku tersebut.
"Apa maksudnya? Kamu sudah ku peringatkan?" tanya Eman.
"J-jangan-jangan...," Miyaki yang memengang buku itu ketakutan. Buku itu adalah, diary Miya.
KAMU SEDANG MEMBACA
You are the Only One
HororBerawal dari sebuah suara pada pukul tiga pagi, keempat sahabat itu pun terlibat dalam misteri sebuah diary milik seseorang. Acara menginap di rumah Nozomi seketika menjadi mencekam dan menyeramkan. Apa misteri di balik semua itu? "Jangan sembaranga...