Disinilah mereka, di taman Al-Azhar lah Farel membawa Melisa jalan-jalan sembari menunggu kelas Melisa mulai. Jujur saja, saat ini Melisa merasa sangat ragu apakah hatinya bisa membuang semua perasaan cintanya pada lelaki yang saat ini tengah bersamanya. Jangankan semua, sedikitpun Melisa belum bisa mengurangi perasaannya pada Farel.
" Mel? "
Reflek Melisa mendongak menatap Farel yang posisinya lebih tinggi dari tubuhnya. " Kenapa? "
Farel hanya diam. Namun, kini matanya tak lepas dari bola mata cokelat terang Melisa. Farel berusaha meyakinkan hati dan egonya jika perempuan di sampingnya ini pasti bisa membuat dirinya lupa dan membuang segala perasaan cintanya terhadap Naifa. Ia terus meyakinkan hatinya jika sesuai perkataan Fathir, Melisa dapat memberi warna baru pada kehidupannya.
Melisa sontak menunduk saat merasakan pipinya kini terasa panas menahan malunya ditatap seintens itu oleh Farel, lelaki yang ia cintai secara diam-diam itu.
" Kenapa, Rel? Muka aku ada kotorannya? Kok kamu segitunya ngeliatin aku." Tanya Melisa.
Farel terkekeh. " Enggak kok, muka lo nggak ada apa-apa. Yuk duduk di sana! " Melisa mengikuti arah jari telunjuk Farel dan di sana ia melihat sebuah kursi panjang bewarna putih.
Melisa mengangguk. " Kamu kenapa nggak langsung pulang aja? " Tanya Melisa sesaat mereka telah duduk di kursi tersebut.
" Ya nggak papa, pengen aja nemenin elo. Daripada lo bosen di kampus nggak ada temen ya gue ajak aja kesini. " Jawab Farel sedikit berbohong.
Bukanlah itu alasan utama Farel, ia hanya ingin mencoba membuka hatinya untuk mencintai perempuan lain. Dan ia harap perempuan itu adalah Melisa. Bukan karena paras, namun Farel yakin Melisa adalah perempuan yang baik dan berasal dari keluarga baik. Farel yakin itu.
" Tadi kalau kamu pulang juga nggak papa kok, Rel. Kamu nggak perlu sampai nemenin aku kaya gini " Ujar Melisa.
" Udahlah santai aja, Mel. Gue aja nggak keberatan masa lo gitu "
Melisa hanya menghela nafas pasrah lalu mengangguk.
Setelah itu hanya terjadi keheningan diantara keduanya. Baik Farel maupun Melisa hanya sama-sama sibuk menatapi beberapa tanaman yang ada di hadapan mereka sampai Farel benar-benar ingin mengatakan sesuatu." Eumm Mel? " Panggil Farel. Melisa mengalihkan pandangannya kearah Farel.
" Iya, Rel? Kenapa? "
" Emm itu, eumm gue boleh minta tolong sama lo? " Dahi Melisa mengernyit, pasalnya tidak biasanya Farel meminta bantuannya dan ditambah ekspresi Farel yang menyiratkan keseriusan.
" Minta tolong apa? " Tanya Melisa.
Duh! Gue ngomong nggak ya? Tapi gue masih ragu, gue takut malah nantinya nyakitin Melisa. Ck, gini amat sih mau move on. Batin Farel.
Merasa tidak ada tanda-tanda Farel menjawab, Melisa berdehem yang membuat Farel reflek menatapnya.
" Minta tolong apa, Rel? " Tanya Melisa lagi.
" Bantuin gue move---"
Drtttt... Drttttt...Drttttt...
" Bentar-bentar! " Farel merogoh kantong hoodie nya mencari ponsel dan melihat nama ' Mama ' dilayar utama.
" Sebentar ya, Mel. Mama gue telfon " Ujar Farel yang dibalas anggukan oleh Melisa.
Me: Hallo, Ma. Assalamu'alaikum
Salsa: Wa'alaikumusallam, Rel. Kamu kok nggak pulang sama Fathir? Kamu dimana?
Me: Hehehe iya, Ma maaf. Farel lagi sama temen nanti siang balik kok. Si Fathir nggak bilang aneh-aneh kan Ma?
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Dilangit Messir 2 [ END ]
General Fiction" Semenyakitkan ini mencintai seseorang yang telah berubah karna waktu? " _Farel_ Jangan takut mengawali kisah baru dengan orang yang sama meski pernah mengores sedikit hatimu dengan sebuah luka. Itulah prinsip yang gue pegang...