◇ ; Jakarta di sore hari

739 156 240
                                    


Sebelumnya aku cuma mau ucapin terimakasih for you yang udah ngerusuh di sini

Biarpun aku mungkin nga balas komentarnya satu persatu tapi aku bacain dan aku ketawa wkwk

Thank you and love yaa!!

29 for next chapter! 😆

Selamat menikmati♡



💐💫💌





Setelah mendengar berita gempar soal Adisya yang hamil, Jenira buru-buru menemui Jibran yang merupakan teman dekat mereka. Bersama Phoebe yang dengan setia menemaninya kemanapun gadis itu pergi hanya demi mendapat informasi.

Menuruni tangga, mata Jenira mengangkap Jibran yang sedang berbicara dengan Bu Sunnyㅡguru konseling di depan ruang Uks. Jantung Jenira berdebar keras, ia takut dan panik, ia merasa iba jika ternyata Adisya ada di uks sementara gosipnya sudah menyebar ke seluruh kelas layaknua kilat. Phoebe hampir tersungkur ketika Jenira menariknya cepat-cepat. "Jejen, hati-hati." Ujar Phoebe memperingati.

"Jejen!" Wajah Jibran terlihat panik, ia meremas tangan Jenira yang melirik ke jendela Uks. Sementara itu Bu Sunny mengusap punggung Jenira lembut untuk menenangkan gadis itu.

"Gimana? Dimana Disya?"

"Disya di rumah."

"Di rumah?"

"Iya, dia di rumah sekarang. Kan dia hari ini nggak masuk." Jawab Bu Sunny. Seketika Jenira mendesah lega, seakan-akan ketakutannya pergi begitu saja. "Ibu ke ruangan dulu, ya." Pamit Bu Sunny tersenyum.

"Iya, bu." Jawab Jenira, Jibran, dan Phoebe bersamaan. Dan dengan itu Bu Sunny pergi meninggalkan mereka yang masih dilanda kepanikan. Sedari tadi Phoebe hanya diam dan berusaha menenangkan sahabatnya itu. Biasanya Phoebe akan berteriak keras jika berbicara, namun untuk hal yang sensitif seperti ini dia tahu bagaimana harus bersikap.

"Kok bisa kesebar begini si?" Tanya Jenira lagi.

"Nggak tau, Jen. Gue juga bingung. Padahal gue juga nggak tau apa-apa, si Disya nggak ada ngabarin gue atau segala macem kalo dia preggo."

"Terus gimana? Apa ini rumor aja? Siapa tau dia cuma sakit?"

"Nggak, Jen, ini beneran. Ortunya barusan nelpon ke sekolah, itu kenapa gue ngobrol sama Bu Sunny barusan."

"Astaga!" Jenira melepaskan tangannya dari genggaman Jibran dan menepuk dahinya pasrah. Dia benar-benar tidak menyangka bahwa salah satu temannya mendapat hal seperti itu. Berita ini memberinya pelajaran dan peringatan agar selalu berhati-hati dalam berpacaran, secara otomatis kepala Jenira mengarah pada Eron dan ayahnya. Rasa simpati yang ia tujukan pada Adisya menuntut Jenira untuk menjadi lebih sadar dan tetap pada zona amannya.

Dari belakang, muncul seorang laki-laki yang juga sudah mendengar berita ini. Jibran menatap laki-laki itu dan terdiam.

"Kenapa? Si Tasya gimana?"

Phoebe dan Jenira langsung memutar tubuhnya. Dan tidak butuh waktu lama lagi untuk Jenira memeluk lelaki itu, merengkuhnya dan memejamkan mata ketika tiba-tiba ia merasa ingin menangis. Tangan Eron bergerak mengusap rambut Jenira sambil melirik Jibran dan Phoebe dengan tatapan bertanya. "Ron, nanti antar aku ke rumah Disya, ya?"

"Hah? Apa nggak besok aja?"

"Nggak bisa, besok aku kan harus ekskur tari."

"Izin kan bisa, Ra."

YOU BROKE ME FIRST {♡}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang