Chapter 8 : Go Home

94 6 2
                                    

Aira memasukkan buku dan pena ke dalam tas setelah sang dosen mengakhiri kelas. Ia berniat menemui dua sahabatnya di perpustakaan, tempat menyebalkan bagi Aira namun menjadi tempat favorit bagi kedua sahabatnya. Baru saja ia melewati koridor kelasnya, langkah kakinya terhalang oleh kehadiran Brian yang berdiri tepat di hadapannya, mahasiswa paling famous di fakultasnya, selain tampan dia juga terkenal playboy kelas kakap.

"Ra, malam ini ada acara nggak? Kita nonton yuk!" ajak Brian tanpa basa-basi dengan seringai tak terbaca.

"Maaf, aku sibuk," tolak Aira singkat dengan tatapan dingin lalu mengambil langkah di sebelah Brian. Namun baru beberapa langkah sebuah tangan besar mencekal lengannya dengan kasar, mendorong tubuhnya hingga menabrak tembok lalu kedua tangan besar itu memenjarakannya. Aira tak bisa berkutik, menatap pria di hadapannya dengan sorot permusuhan.

"Apa yang kamu lakukan? Tuh banyak mahasiswi berjejer antri, siap jadi teman kencan kamu. Kenapa harus ganggu aku terus?" ucap Aira sembari membalas tatapan tajam Brian sedangkan para mahasiswa yang berlalu lalang tak berani ikut campur, mereka tidak ingin bermasalah dengan kakak tingkat mereka yang memang sudah menjadi rahasia umum suka semena-mena pada adik tingkatnya.

"Aku maunya kamu, nggak ada satu pun cewek yang bisa nolak aku dan akan aku buat kamu bertekuk lutut padaku," ancam Brian dengan serius.

"Silahkan, itu nggak akan pernah terjadi," balas Aira tak kalah mengancam seraya menyingkirkan tangan Brian dari sisi tubuhnya dengan kasar. Atmosfer ketegangan itu segera berakhir karena kedatangan teman Aira.

"Ra, ada yang nyariin kamu. Dia di depan gedung fakultas sekarang," panggil Delon ketua kelas Aira sambil berlari menghampiri.

"Ada apa ini?" tanya Delon dengan tatapan tak suka pada Brian.

"Nggak ada papa Lon, santai aja," balas Aira sembari menarik lengan Delon meninggalkan Brian begitu saja. Aira tidak ingin ada keributan lagi, apalagi Delon dan Brian sudah lama saling bermusuhan.

"Loe jangan deket-deket sama si playboy brengsek itu Ra," peringat Delon dengan serius. Delon tidak ingin ada korban keisengan pria penyuka ONS itu lagi setelah sahabat karibnya Dila hampir menjadi korban permerkosaan. Delon hanya menghembuskan napas kasar, tidak mungkin ia membongkar aib orang lain di depan Aira.

"Gue juga muak kali, risih gue deket-deket sama dia," terang Aira dengan santai.

"Pesen gue pokoknya loe jauhi tuh playboy, sesama perantau dari Jakarta gue peduli sama loe Ra."

"Oya loe kenal tuh cowok dari mana?" lanjut Delon lalu menunjuk ke arah pria bertato yang bersandar di pohon palem sambil memainkan ponselnya.

Beberapa detik Aira mematung dengan mulut terbuka menatap Deanova yang tertunduk memainkan ponselnya dengan rambut menutupi sebagian wajah tampannya, terlihat earphone melekat di kedua telinga pria itu. Aira masih  bergeming saat Delon menepuk bahunya lalu pergi meninggalkannya dengan tergelak.

Sisa gelak tawa Delon seketika menyadarkan kebekuan Aira. Perlahan Aira mendekati Deanova sambil berusaha meredam debaran jantungnya yang bekerja ekstra setiap kali bertemu pria beriris cokelat tembaga itu.

"Hai!" sapa Aira dengan tersenyum kaku, ia berdiri tepat di hadapan Deanova dengan kedua tangan memainkan tali selempang tasnya.

"Saya ingin mentraktirmu makan siang sebagai peresmian pertemanan kita," balas Deanova setelah melepaskan earphone dari kedua telinganya dengan ekspresi khasnya, datar.

"Kenapa nggak telepon dulu sih Dev, mana ini di kampus lagi," balas Aira kesal sembari mengedarkan pandangan di sekelilingnya.

"Saya sudah telpon kamu berulang kali tapi nggak diangkat. Jadi saya langsung ke kampus saja, lagian nggak sulit mencari keberadaan kamu," terang Deanova dengan tersenyum geli melihat raut kepanikan Aira.

Unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang