Chapter 9 : Foto Keluarga Deanova

92 4 0
                                    

Sesampainya di Bandara Juanda Surabaya Deanova langsung menuju rumah sakit Medika tempat Sekar dirawat dengan menggunakan jasa taksi yang mengular di area bandara. Deanova menarik napas dalam lalu menghembuskan perlahan saat pandangannya beralih ke luar kaca di sebelahnya, kerlap-kerlip kota Surabaya dan hiruk pikuk jalan raya yang tak pernah tidur meskipun waktu tengah malam seolah menyapanya dengan mesra, menawarkan kilasan kisah masa lalu bersama Nidya dan Rizky yang masih terbingkai rapi di sudut hatinya.

Ia sandarkan tubuhnya ke punggung kursi sembari memejamkan kedua mata, kepalanya berdenyut saat logika dan hatinya beradu argumen. Gejolak itu seakan ingin meledak saat itu juga namun tiba-tiba suara supir taksi mengalihkan perdebatan tersebut karena mereka sudah sampai di halaman gedung rumah sakit Medika.

Hanya membawa tas ransel berukuran sedang Deanova melangkahkan kakinya menuju kamar yang sudah diinformasikan oleh adiknya, Devina. Jantungnya berpacu kencang saat raganya telah berdiri di depan kamar VIP 02, tempat Sekar dirawat. Perlahan tangannya terangkat pada handel pintu berwarna silver di hadapannya, namun belum sempat tangannya menyentuh tiba-tiba pintu terbuka, seorang pria berusia setengah abad dengan rambut berwarna coklat beradu warna silver berdiri di sana terpaku menatapnya.

Dua pasang iris berwarna coklat tembaga itu saling bersitatap dalam kebisuan panjang. Rasa bersalah menghantam keras dada Deanova saat menelisik perubahan drastis pria yang membesarkan dan merawatnya sejak kecil, tubuhnya terlihat lebih kurus dari terakhir mereka bertemu 2 tahun lalu, kini tampak guratan-guratan kecil hampir memenuhi wajah tampannya. Seketika tubuh Deanova bergetar hebat, persendiannya seolah melemas seperti tak bertulang, Deanova menjatuhkan diri dengan bertumpu pada dua lutut di hadapan Ferdinan. Ia peluk erat kedua kaki itu dengan buliran bening yang mulai menggenang di pelupuk matanya, Ferdinan bergeming melihat putra yang sangat ia rindukan terlihat sangat berbeda dengan penampilannya yang dulu.

Ferdinan memegang kedua bahu Deanova sembari menuntunnya untuk berdiri.

"Dasar anak nakal! Tak tau diri, mengapa kamu pergi meninggalkan keluargamu tanpa kabar? Apa kamu tidak pernah memikirkan kami hah! Apa harus menunggu salah satu dari kami sakit kamu baru mau pulang?" cecar Ferdinan sembari memukul pipi Deanova secara bergantian dengan tangan bergetar, Deanova menatap kemarahan Daddy_nya dengan tetesan air mata yang tak terbendung lagi, Ferdinan menarik tubuh putranya dengan kasar lalu memeluknya erat.

"Maafkan aku Daddy," balas Deanova dengan terisak. Ia sudah tak peduli dengan tatapan aneh para perawat yang melewati mereka.

"Mommy sudah menunggumu, cepat masuklah!" perintah Ferdinan lalu mendorong tubuh Deanova masuk ke dalam kamar serba putih dengan berpadu motif bunga-bunga berwarna silver tersebut.

Tubuh Deanova mematung sekian detik melihat Sekar dengan berbagai selang menempel di tubuhnya, wanita cantik itu terlihat lemah dengan tubuh kurusnya sembari menatap Deanova dengan air mata berlinang. Ia langkahkan kaki mendekati ranjang pesakitan itu lalu menciumi wajah Sekar dan berganti menciumi punggung tangannya yang terbebas dari selang infus.

"Benarkah ini putra Mommy, Dad?" tanya Sekar dengan suara lirih. Ferdinan yang berdiri di samping Deanova hanya mengangguk, ia tahan kuat-kuat agar tidak menangis di hadapan Sekar, istrinya. Sudah hampir setahun dirinya selalu menemani Sekar ke luar masuk rumah sakit untuk pengobatan penyakit jantungnya.

"Iya Mom, ini Dev, putra nakal Mommy, maaf," balas Deanova dengan suara bergetar, ia ulurkan tangannya untuk menghapus air mata Sekar.

"Kakak!" panggil Devina lalu memeluk Deanova dari belakang. Ia masih belum percaya jika kakaknya sudah berada di antara mereka.

"Maafkan Kakak," ucap Deanova sembari menarik tubuh Devina dari samping lalu memeluknya erat dan mencium puncak kepalanya dengan sayang.

"Aku janji tidak akan meninggalkan kalian lagi," gumam hati Deanova membulatkan tekad.

Unpredictable LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang