Dosen Killer

60 5 2
                                    

Namanya Zahar, para mahasiswa menyapanya "Pak Zahar" tentu saja. Titelnya Sarjana Hukum plus Magister Hukum. Beliau dosen Hukum Tata Negara. Jika dilihat dari fisik dan penampilan ditaksir usianya paling tidak pertengahan lima puluh atau enam puluh awal. Konon belum menikah alias perjaka tua.

Kebiasaannya sebelum mengajar adalah merokok di luar kelas yang akan diisi kuliahnya. Bukan rokok biasa, dari kebulan asapnya tercium bau kemenyan. Berkacamata minus menengah yang bingkainya tebal warna hitam. Orangnya jarang tersenyum dan tidak suka berbasa-basi kepada mahasiswa. Itu semakin membangun kesan terlalu serius, sekaligus angker akan dirinya.

Cara mengajarnya sadis, maksud sadisnya bukannya ia manusia tanpa perikemanusiaan. Selain terkenal tidak ramah ia juga sering mengadakan kuis tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada mahasiswa. Menurutnya itu caranya agar mahasiswanya tidak hanya belajar saat menjelang ujian tengah atau akhir semester saja, namun kapanpun harus belajar. Soal ujiannya berbentuk essai, hanya tiga nomor saja, namun jawabannya bisa sangat panjang berhalaman-halaman, paling tidak bisa sampai lima halaman kertas polio bergaris.

Saat membagikan hasil dari kuis minggu lalu suasana kelas menjadi lebih mencekam tiga kali lipat dari suasana normal. Itu dikarenakan sejak memasuki ruang kelas air muka beliau terlihat cemberut. Penyebabnya adalah jawaban dari mahasiswa menurutnya sangat tidak memuaskan. "Jawaban macam apa ini?!, pantasnya jawaban anak SD!!", begitu hardiknya. Adegan selanjutnya adalah ia melempar kertas-kertas jawaban kuis hingga bertebaran bagaikan salju di awal musim dingin di Eropa sana. Demikianlah, beliau memang bukan sembarang beliau. 

Pada saat Ospek, kaka-kaka senior sebenarnya sudah menceritakan akan "legenda" Pak Zahar, tapi para mahasiswa baru tidak menduga semengerikan ini. Para mahasiswa memberi predikat kepada Pak Zahar dengan sebutan "Dosen Killer". Killer, dari bahasa Inggris yang artinya "pembunuh". Pak Zahar memang Pembunuh, pembunuh harapan-harapan mahasiswa akan nilai diatas C. Ia juga membunuh nyali para mahasiswa, ia dosen tanpa peri kemahasiswaan.

Jam mata kuliah beliau pada kelas regular selalu di jam pertama, yakni pukul delapan pagi tepat, waktu jam jadul (jaman dulu) model mekanik milik Pak Zahar. Tidak ada toleransi!, setiap mahasiswa yang datang terlambat sudah pasti ia tidak akan sudi membukakan pintu kelas.

Pernah ada seorang mahasiswa baru yang karena belum terbiasa akan peraturan Pak Zahar itu ia terlambat datang pada pukul delapan lewat lima belas menit. Mahasiswa itu mengetuk pintu kelas, lalu dibukanya sendiri pintunya kemudian masuk lalu berkata; "Maaf pak, saya terlambat. Kena macet". Reaksi Pak Zahar, "Maaf, maaf,....anda pikir ini lebaran minta maaf minta maaf. Keluar sana!!. Minggu depan aja kamu boleh masuk kelas saya jika beruntung". Sadis bukan?.

Sudah begitu, mata kuliah Hukum Tata Negara adalah kuliah wajib dengan jumlah Satuan Kredit Semester (SKS) 3, yang artinya nyaris tiga jam durasi kuliahnya. Tiga jam yang menegangkan.

#o#

Sebagai warga masyarakat yang tinggal di Bekasi, konsekuensi bagiku adalah harus selalu bangun pagi-pagi paling telat pukul lima. Aku memang sudah terbiasa bangun pagi untuk berangkat sekolah sejak SMA, namun yang satu ini urusan Pak Zahar, tekanannya berbeda. Kelasku 1D, mata kuliah Pak Zahar di hari Rabu.

Selesai jam mata kuliah, aku dan teman-teman makan siang di kantin.

"Mick, muka lo kok masih keliatan muka bantal?, mana bau asem lagi badan lo", gugat Doni kepadaku.

"Masa sih?", tanyaku tak pecaya sembari menghidu pakaian di bagian ketiak. "Sialan, bener bau ketek", gumamku dalam hati.

"Kaga sempet mandi gue tadi berangkat kuliah, gosok gigi doang. Kesiangan bangun. Kaya nggak tau aja kuliah Zahar", jawabku mengakui tuduhan Doni.

KELAS 98 (Cinta & Reformasi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang