CC•33

171 23 36
                                    

Tinggal lima ratus meter lagi Arkan tiba di sekolah namun di tengah jalan sudut matanya menangkap seorang gadis yang berjalan dengan mengenakan seragam yang sama seperti dirinya. Dari belakang, Arkan merasa tidak asing melihatnya. Alhasil, Arkan pun menepikan motornya tepat di samping gadis itu.

Mata Arkan membola sempurna saat gadis di sampingnya itu menatapnya dengan tatapan terkejut.

"Fani!?"

"Arkan?!" Seru mereka berdua bersamaan.

"Lo kok jalan, Fan?"

Fani tersenyum kikuk. "Dari halte gak ada angkutan ke sekolah, makanya gue jalan."

Arkan menghela napas. "Naik, Fan," Titahnya kemudian.

"Eh?" Fani menggeleng, "Enggak, ah, Ar, lo duluan aja gapapa."

Decakan Arkan terdengar pelan. "Naik, Fan, tujuan kita sama." Titah Arkan lagi.

"Ya emang sama, tapi gawat kalau dilihat Dion. Ntar dia mikir aneh-aneh."

"Lo belum baikan?"

Fani menggeleng. "Makanya udah sana lo duluan. Kalau dia lihat beneran bisa tambah berantem gue."

Arkan tidak menghiraukan permintaan Fani itu. Ia justru turun dari motor dan berdiri tepat di hadapan Fani.

"Lo naik atau gue jalan bareng lo?" Tantang Arkan.

Melihat betapa keras kepalanya Arkan, Fani mendengus kesal. Rasanya ingin membantah, lalu membiarkan Arkan mengikutinya berjalan kaki. Tapi bagaimana jika mereka berakhir terlambat tiba di sekolah? Apalagi ini sudah jam tujuh kurang lima belas, sepuluh menit lagi bel masuk berbunyi.

"Ya udah iya, ayo berangkat." Jawab Fani kemudian.

Arkan pun tersenyum lebar, lalu kembali menaiki motornya.

Setelah Fani ikut naik dan menyamankan posisi duduknya, Arkan menjalankan motornya menuju ke sekolah dengan kecepatan sedang.

Tak sampai sepuluh menit, motor Arkan sudah berbelok memasuki area sekolah. Arkan mengarahkan motornya ke parkiran.

Di waktu bersamaan, sebuah sedan hitam yang sangat Arkan kenali juga baru saja terparkir manis di area parkir mobil yang tidak jauh dari parkiran motor.

"Gue ke kelas duluan ya, Ar," Pamit Fani begitu turun dari motor Arkan.

Arkan yang dari tadi asik memperhatikan sedan hitam itu menoleh singkat ke Fani lalu mengangguk.

"Mm," Jawab Arkan bergumam.

Tepat setelah Fani melangkah pergi, pemilik mobil keluar dari pintu kemudi. Arkan tersenyum mendapati Fiona yang keluar sembari menyampirkan ransel di bahu kanannya.

Fiona tau bahwa Arkan sedang memandangi dirinya. Fiona juga tau Arkan tadi berangkat bersama Fani. Sebenarnya jika keadaan mereka sedang tidak memburuk, Fiona pasti akan mendatangi Arkan dan langsung menggodanya. Tapi karena bentakan Arkan kemarin yang masih membekas di ingatannya, Fiona lebih memilih untuk melirik sinis ke Arkan.

Arkan yang mendapat lirikan sinis itu mendesah kecewa. Ada sepercik rasa perih yang muncul di hatinya, membuatnya tersenyum getir. Apalagi Fiona berlalu begitu saja tanpa berkata atau hanya sekedar tersenyum.

Akhirnya, dengan suasana hati yang sedikit berubah buruk, Arkan turun dari motornya. Arkan berjalan gontai ke kelasnya. Namun di tengah jalan, ponselnya yang ada di saku celana bergetar beberapa kali, menandakan panggilan masuk. Arkan pun berhenti untuk menerima panggilan tersebut.

"Octa?" Gumam Arkan saat membaca nama yang tertera di layar ponselnya.

"Halo? Kenapa, Oc?"

"Halo, Ar, gue mau ngasih tau, nanti sore Reihan ama anak-anak lain mau nongkrong di Cafe Pelangi. Lo bisa cari info di situ, gimana?"

Cerewet Couple [E N D]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang