Dingin.
Sarapan dingin.
Sentuhan tangan ibuku yang dingin.
Dingin bagaikan kekelaman tanpa hasrat.
Dimana manusia tidak bisa bertahan dan hanya bisa tertawa.
Terombang ambing dalam lautan kelam tanpa jiwa, yang kita sebut dunia.
Rachel memandang pantulannya sendiri di cermin kamarnya. Matanya yang hitam menatap kembali tanpa jiwa kepadanya. Rambutnya yang hitam kelam ikal jatuh dan meliuk, mengikuti sisiran rambut Ibu. Saat ini wajahnya terlihat sangat kurus. Setiap lekukan wajahnya dan garis tulangnya terlihat. Membuat wajahnya yang pucat seperti hantu semakin terlihat memperkuat strukturnya bagai mayat.
Dibelakangnya, dia bisa melihat Ibunya sedang dengan tenang menyisiri rambutnya. Pantulan sang Ibu sangat elok, jauh berbeda dengan pantulan sang anak. Saat keduanya disebelahkan, orang akan menyadari bahwa mereka memiliki bibir tipis yang sama dan bent mata yang sama. Tetapi keduanya memancarkan energi yang berbeda, pandangan mata ibunya terlihat ramah sedangkan mata Rachel memancarkan hawa gelap dan kekosongan. Wajah Ibunya bundar dan manis, dilengkapi dengan rambutnya yang lurus dan tipis. Rambutnya hari ini terlihat sangat rapi, disanggul keatas lengkap dengan aksesoris bunga melati, sedikit uban mulai terlihat di bagian atas rambutnya. Neneknya selalu menyarankan Ibunya untuk menyemir rambutnya, tetapi Ibu bertekad untuk membiarkan rambutnya begini. "Bukti kalau alam bekerja." jawabnya setiap kali nenek menyuruhnya menyemir. Wajah Ibunya juga pucat, tetapi memunculkan warna setiap kali dia tersenyum atau tertawa. Terpaan sinar matahari juga sangat menyukai Ibu, dan mengikutinya kemanapun dia pergi . Sementara itu, wajah Rachel sangatlah pucat, akibat kecenderungannya untuk diam di kamar dan bersembunyi Salam kegelapan.
"Ama."
"Ya sayang?" tangan Ibu yang tadinya sedang menguntai-untainya rambutnya sontak berhenti.
"Aku ingin keluar."desah Rachel. Kata-kata itu terdengar tasing di telinganya.
Sekejap Rachel bisa melihat tatapan terkejut ibunya di cermin.
"Hmm..apa yang membuatmu berkata seperti itu, Nak?"Tanya Ibunya sambil tetap fokus menguntai rambutnya.
"Hanya saja, anak-anak lain seumuranku semua suka bermain diluar. Kenapa hanya aku saja yang tidak bu?"kelp Rachel. Hating multi beradu, memainkan detakan yang Sudah tidak Rachel rasakan dalam waktu yang lama.
Ibunya mengalihkan pandangan ke dirinya di cermin.
"Kau tahu Ibu tidak akan pernah melarangmu melakukan apa-apa."desah Ibu.
"Tapi, Ibu tanya khwatair padamu Nak, kau sudah terlalu lama tinggal di rumah, dimana semuanya aman untukmu. Ibu takut, jika sesuatu terjadi padamu dan Ibu tidak bisa melakukan apa-apa."
"Tapi bukannya itu apa yang dilakukan orang-orang di dunia ini Bu? Semua orang melakukan hal yang tidak bisa dikoreksi oleh orang tua mereka ketika mereka beranjak dewasa bu."tegas Rachel.
Ibunya terdiam. Rachel pun melanjutkan.
"Aku selalu ingin punya teman bu. Apa yang akan aku lakukan dengan hidupku apabila temanku hanya Peony?"
"Kau kan punya Ibu sebagai temanmu."Ibunya mengelus-ngelus rambutnya sambil menatapnya sayang.
Rachel berbalik badan menatap Ibunya.
"Apa Ibu bisa janji untuk menemaniku selamanya?"tanyanya.
"Ibu akan berusaha untuk menemanimu selama yang Ibu bisa, sayang."Ibunya mengenggam tangan Rachel, tangannya terasa hangat, tapi perlahan Rachel melepaskan pegangganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
We Who Stayed in the Dark
Teen FictionDi dunia ini semua orang memiliki karakternya masing masing. Beberapa orang diberkati oleh sifat-sifat menyenangkan dan optimism Salam menjalani kehidupan seperti keberanian, kepercayaan diri, dan kebaikan hati. Sebaliknya, beberapa orang yang tidak...