4- Pertemuan Pertama

19 9 0
                                    

Seminggu sudah Mayra dan Nayla bergelut di dunia kampus. Masih tahap adaptasi sih، mau bagaimana pun dunia kampus itu sangat berbeda dengan dunia SMA. Tugas yang makin banyak tentunya.

Oleh karena itu, akhir-akhir ini  sangat sering berkunjung ke perpustakaan umum yang berada tak jauh dari fakultasnya. Ya, Mayra memang suka berlama-lama di perpus. Selain karena ingin mengerjakan tugas, juga karena memang dasar Mayra nya saja yang sangat suka suasana perpus, adem.

Hari ini, ia kembali mengunjungi perpus. Setelah mengantri, Mayra pun telah masuk ke dalam perpus. Lantas ia berjalan memilih loker untuk menyimpan tasnya. Ia memilih loker dengan nomor 24.

Setelah selesai menyimpan tas dan mengambil bukunya, lantas ia bergegas naik menuju lantai tiga, tempat buku-buku yang akan menemaninya mengerjakan tugas hari ini.

"Hm bukunya dimana ya?" Monolog Mayra.

"Ah ini dia. Akhirnya ketemu juga."

Setelah kurang lebih setengah jam Mayra berkeliling mencari buku yang diinginkan, akhirnya ia pun menemukannya.
Mayra lantas mencari kursi yang masih kosong. Pilihannya jatuh pada kursi yang ada di dekat jendela itu, lumayan bisa sambil melihat pemandangan kampus dari atas ketinggian.

Sejam sudah Mayra berada di perpus. Tugasnya pun telah selesai. Refleks ia melihat arloji di pergelangan tangannya yang menunjukkan pukul sebelas siang. Sebentar lagi dhuhur, Mayra lantas bergegas turun ke bawah.

Setelah sampai ke bawah, langkahnya terhenti seiring menangkap sosok yang ada di depannya kini. Iya, Mayra mengenal sosok itu. Sosok yang selama ini ia cari dan menunggu waktu untuk bisa bertemu dengannya. Sosok yang sebulan ini sudah mengganggu hidupnya, namun anehnya Mayra malah suka itu.

*Flashback on

Suara notifikasi muncul dari aplikasi pesan hijaunya. Mayra lantas membuka pesan itu. Dari nomor yang tak diketahui?

+628576xxxx:
"Assalamu'alaikum dek. Maaf sebelumnya, untuk pertanyaannya yang di grup maba tadi itu adek hanya perlu menyiapkan berkas-berkas yang telah di tentukan dan datang ke kampus untuk mendaftar ulang."

Mayra:
"Oh iya kak, makasih infonya."

+628576xxxx:
"Santai aja dek. Adek jurusan arsitek kan?"

Mayra:
"Eh iya kak."

+628576xxxx:
"Saya Daffa Putra Pranadipta. Panggil aja Daffa. Saya senior adek di kampus, sudah semester lima."

Mayra:
"Oh iya kak. Saya Mayra Hazimah Husein, panggil aja Mayra atau May."

+628576xxxx:
"Salam kenal Mayra."

Mayra:
"Salam kenal juga kak. Sekali lagi terima kasih atas infonya."

+628576xxxx:
"Santai aja."

*Flashback off

Ya, tidak salah lagi itu Kak Daffa, senior yang dikenalnya lewat aplikasi pesan hijau itu. Kalian pasti bertanya kan bagaimana bisa Mayra mengenali wajah Daffa? Ia mengenalinya lewat media sosial milik Daffa. Hari itu mereka bertukar IG dan saling follow deh.

Dengan tubuh yang gemetar, Mayra lantas berjalan menuju lokernya. Ah, mengapa lokernya dengan loker Daffa hanya berjarak satu loker saja sebagai pembatasnya? Kalo begini kan Mayra bisa pingsan di tempat akibat grogi.

Untung saja Daffa tidak mengenalinya dikarenakan Mayra menggunakan penutup muka dan lagipula Mayra sama sekali tidak memposting dirinya di medsos jadilah Daffa tidak mengenalinya.

Tapi tiba-tiba saja, Daffa berbalik dan bersuara...

"Eh Mayra ya?"

Duh mampus, Daffa mengenalinya.

"Eh Kak Daffa."

Perlu kalian tahu, saat ini posisi Mayra dan Daffa sangat dekat. Itu karena loker tempat mereka menyimpan tasnya sudah berada di ujung dekat tembok dan jarak loker mereka hanya dibatasi oleh satu loker saja. Yah otomatis jarak mereka sangat dekat sekarang.

"Kamu ngapain disini?" Pertanyaan bodoh, ya pastinya kerja tugaslah atau nggak baca buku. Apasih Daffa?

Sangking gugupnya Daffa malah bertanya soal bodoh seperti itu. Suasana sekarang semakin canggung.

"Eh itu abis kerja tugas kak." Jawab Mayra sambil terus berusaha membuka lokernya. Namun nihil entah kenapa lokernya tiba-tiba susah untuk dibuka. Duh bagaimana ini?

"Sini saya bantuin."

Mayra lantas memberikan kunci itu ke Daffa dengan tangan yang masih gemetar.

"Ya Allah semoga Kak Daffa gak liat tangan aku yang gemetar." Batin Mayra
Lokernya pun terbuka.

Buru-buru Mayra mengambil tas miliknya dan hendak pamit ke Daffa. Namun tiba-tiba Daffa mencegahnya.

"Mau kemana? Buru-buru banget."

"Itu kak mau ke masjid, bentar lagi dhuhur." Jawab Mayra masih gugup sambil terus menatap ke bawah.

"Masih ada setengah jam. Kamu disini aja dulu, bantuin kakak kerja tugas, hehe."

Daffa tertawa, dan itu membuat aura ketampanannya semakin jelas saja. Daffa dengan perawakan yang lumayan tinggi dengan badan sedikit kekar serta kulit putih sukses membuat kaum hawa menjerit ketika melihatnya. Alis tebal dan manik mata berwarna cokelat tua serta pakaian yang terkesan sangat alim menambah aura kesempurnaannya.

Mayra yang melihat itu jujur sangat terpukau, tapi buru-buru ia beristighfar di dalam hati.

"May bukan mahrom."

"Maaf kak, kayaknya gak bisa."

"Kamu pasti gak mau kan karena nyangkanya kita berdua saja. Gak kok, kita rame-rame. Ada teman aku juga disana."

"Emm tapi kak---."

Belum juga di jawab lantas Daffa malah menarik tas Mayra agar berjalan di belakangnya.

Ck. Makin lama dah deg-degan nya.

Dua Hati (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang