Tahun berganti dengan cepat
Kupikir kita seutuhnya tamat
Kuakui pada mereka hal-hal yang sempat menjerat
Agar semuanya bisa berakhir di tempat
Cukuplah waktu sebagai obat
Rupanya semesta tidak sependapat
Kau kembali di suatu malam yang pekat
Aku cukup terperanjat
Tapi akalku memilih untuk kembali terlibat
Bahkan ketika dalihmu hanya untuk ungkapanku yang sangat acak
Tahu-tahu kita sudah berakhir di ruang privat
Kusadari kita membentuk suatu pola
Aku yang memulainya di ruang terbuka, dan kau akan membawanya ke ruang berdua
Selalu seperti itu sejak dulu kala
Bersama dengan ketidakramahan yang mengakrabkan
Seperti itulah kita
Aku tahu dengan jelas bahwa kau masih utuh
Tapi tidak kutampik bahagia yang ada pasal aku masih bagian dari memorimu
Aku tidak meletakkan walau setitik asa
Aku tidak mengadakan walau sepercik harap
Kembali seperti sedia kala, tanpa ada intensi apa-apa
Hanya suka cita atas kembalinya teman lama
Kupikir, begitu
Aku bahkan tidak keberatan tiap kali yang kau bahas adalah separuhmu
Tanggapanku sama antusiasnya saat kita membicarakan topik lainnya
Aku sudah sangat berterima kasih untuk pedulimu atas masalahku
Aku sudah sangat berterima kasih atas lega dari kebenaran tak terungkap yang kau tumpahkan padaku
Rasanya semua kembali seperti dulu
Dan aku bersyukur untuk itu
Tapi rupanya, aku keliru
Kikisan tak kasat mata mulai tampak dampaknya
Lelah perlahan-lahan mulai menyapa
Helaan napas jadi lebih berat dari biasanya
Lalu tanpa sepengetahuanmu, saat kau menunjukkan sesuatu yang berharga untukmu, retak akhirnya menjalar ke berbagai arah
Waktuku berhenti seketika
Pikirku jadi pengang dan lengang di saat yang sama
Tanpa sadarmu, dan tanpa izinku,
Aku akhirnya patah untuk pertama kalinya
KAMU SEDANG MEMBACA
Surat untuk Lengkara
Short StorySeperti namamu, kau adalah ketidakmungkinan yang selalu aku semogakan Juli, 2020