22. dua puluh dua

3.7K 609 156
                                    

Jay dan Ara sudah ada di halte, menunggu bus

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jay dan Ara sudah ada di halte, menunggu bus.

Kalau begini Jay jadi membayangkan memori-memori indah bersama Ara.

Sejak masuk sekolah dasar Jay selalu satu sekolah dengan Ara, rumah mereka yang hanya bersebalahan membuat Jay dan Ara juga selalu berangkat dan pulang bersama, tentu itu masih berlanjut sampai sekarang.

Berkat gadis itu Jay jadi sosok yang mandiri, bahkan berkat Ara juga Jay bisa melupakan semua masalahnya. Dulu, Jay pernah hampir depresi karna keputusan gila yang di ambil kedua orang tuanya, bercerai saat Jay masih kecil.

Tidak bisa Jay bayangkan akan jadi apa dirinya kalau Ara tidak hadir ke dalam hidupnya.

"Ra." Panggil Jay.

"Hmm?"

"Gue mau ngom-"

Jay tidak meneruskan ucapannya karna Ara mendadak menarik tangannya, ternyata bus sudah datang.

"Ayo Jay, keburu kursinya penuh."

"Emang kenapa sih, buru-buru banget. Mau tidur?"

Ara mengangguk, cuaca sedang mendung sangat cocok untuk tidur di dalam bus.

"Deketan." Ara menarik lengan seragam Jay lalu mulai menyandarkan kepala ke bahu Jay.

"Tadi lo mau ngomong apa?" Tanya Ara dengan mata yang sudah terpejam.

"Gajadi, enggak penting juga."

Ara langsung mencubit perut Jay, bisa-bisanya lelaki itu membuat dirinya jadi penasaran begini.

"Jangan buat gue penasaran deh, apa cepetan."

"Itu... Ayah barusan chat gue. Ayah bilang, dia suruh gue untuk datang ke rumahnya setelah ujian selesai."

Ara langsung mengangkat kepalanya, dia menatap Jay penuh tanya.

Apa Jay akan berlibur di rumah Ayahnya?

Menginap disana?

Apa nanti Jay akan kembali?

Tapi seakan tidak mau terlihat, Ara hanya mengangguk sambil mengulas senyum manisnya.

"Bagus dong, kan lo bilang sendiri sama gue kalau lo kangen sama Om Seojoon. Jadi manfaatin waktu liburan lo buat kesana."

"Tapi lo gapapa gue tinggal."

Ara tertawa, walau sebenarnya hatinya tidak sedang senang sekarang.

"Gapapa, kan di rumah juga ada Sunghoon."

"Serius?"

"Iya serius, Jay-nya Ara."

Lucu, Jay rindu panggilan itu. Seperti sebuah pengakuan kalau Jay milik gadis itu. Tapi sayangnya itu hanya sebuah ucapan, sewaktu kecil Ara juga sering bilang begitu.

"Hujan, nanti kita neduh dulu di halte ya. Takut kalau nekat lo malah jadi sakit."

"Iya." Jawab Ara.

Perjalanan penuh dengan keheningan, padahal Ara tidak jadi tidur.

Gadis itu hanya melihat rintikan hujan lewat jendela. Terlalu banyak beban pikiran untuk bisa tidur sekarang.

Turun dari Bus Jay dan Ara segera berteduh masuk kedalam halte.

"Yaampun Jay, gemes banget." Bisik Ara sambil menunjuk sosok anak kecil dengan tas besar punggungnya.

Anak kecil itu bukan lain adalah tetangga mereka, namanya Taki.

"Iya emang gemesin." Jay lalu menyolek Taki yang ada di sampingnya.

"Tak, taki."

"Eh, Kak Jay, Kak Ara."

"Sendirian?" Tanya Jay.

"Iya, soalnya Daniel sama Niki udah duluan. Mereka kan bandel Kak, bukannya neduh malah hujan-hujanan."

Jay sama Ara spontan ketawa lalu saling menatap Taki dengan tatapan gemas, kan jadi pengen bawa pulang.

Adopsi jadi anak,g

"Duluan ya, Kak." Pamit Taki.

Keduanya mengangguk lalu ikut beranjak dari bangku halte karena hujan sudah mulai berhenti turun.

Sampai di depan rumah masing-masing. Jay masuk lebih dulu ke rumahnya lalu kemudian Ara.

Setelah masuk kedalam rumah, Ara langsung mencari keberadaan Sunghoon. Tapi nihil tidak ada.

Hendak masuk ke dalam kamar tapi tidak jadi saat mendengar suara bel rumah berbunyi.

"Itu bocah ngapain sih, pakai mainan bel segala."

Ara kira Sunghoon yang sengaja mempermainkannya, soalnya saudara sepupunya itu kan memang jahil.

Tapi ternyata bukan Sunghoon.

"Lah, Lami?"




Tbc

Aku pas hari jumat = galau mikirin nasib jay.

Problem • Jay Park | EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang