33. tiga puluh tiga

7.2K 715 435
                                    

Bel istirahat baru saja berbunyi. Jay kini sudah ada di bangku Ara untuk pergi ke kantin bersama tapi ternyata gadis masih belum selesai menyalin tugas.

"Ini gaada jawaban yang pendekan apa?" Tanya Ara ke Jay, dia sudah lelah menyalin pekerjaan Jay yang sangat panjang dan juga memusingkan.

Padahal hanya tinggal menyalin tapi masih saja mengeluh.

"Kalau capek di terusin nanti aja." Suruh Jay, lagipula sudah biasa ia menunda mengumpulkan tugas karena gadis satu ini.

Akhirnya Ara memutuskan untuk menyelesaikan nanti.

Sampai di kantin keduanya langsung duduk di salah satu bangku kantin yang disana sudah ada Sunoo juga Yuna.

Saat sedang asik memilih makanan yang akan di pesan Lami tiba-tiba datang tapi hanya berdiri di depan meja saja.

"Sori ngeganggu kalian, gue kesini cuma pengen manggil Ara aja kok." Ucap Lami.

"Manggil Ara? Ada apa emang?" Tanya Jay penasaran.

"Pak Ong suruh gue manggil Ara tadi. Mungkin karena masalah tugas." Jawab Lami.

Ara segera bangkit dari bangku dan mengikuti Lami. Tapi bukan ke ruang guru melainkan ke halaman belakang sekolah. Lami memang sengaja membohongi Ara dan yang lain.

"Mau lo apasih, Lam? Kenapa bawa gue kesini?" Tanya Ara.

Lami mendesis sinis kemudian mendorong pelan bahu Ara.

"Harusnya gue yang tanya, mau lo apa? Kenapa lo lakuin semua itu ke gue." Ucap Lami.

"Ngelakuin apaan? Kan udah gue bilang semua kejadian yang akhir-akhir ini menimpa lo itu bukan karena ulah gue." Jelas Ara ketika.

"Halah, jujur aja." Bentak Lami.

Ara merasa buruk ketika Lami membentak dan menatapnya penuh kebencian. Tapi jujur bukan dia pelaku semua itu.

"Gue emang benci sama lo sejak kejadain itu, tapi gue gak akan ngelakuin hal gila kaya gitu. Demi apapun bukan gue, Lam." Jelas Ara berusaha membuat Lami percaya.

"Kalau bukan lo terus siapa?"

"Ya mana gue tau, intinya bukan gue." Jawab Ara dengan frustasi.

"Gimana keadaan lo? Pasti masih trauma karena orang usil itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Gimana keadaan lo? Pasti masih trauma karena orang usil itu."

Lami tersenyum senang saat mendengar pertanyaan dari Jay. Karena perhatian Jay barusan membuat Lami berpikir kalau Jay memang benar-benar sudah berubah dan bisa jadi sebentar lagi Jay akan membuka hati untuknya.

"Semenjak kejadian tadi pagi gue jadi parnoan, Jay. Takut ke kamar mandi sendiri." Jawab Lami.

Jay mengangguk paham lalu kembali melanjutkan kegiatan piket yang hanya di lakukan oleh dirinya dan Lami saja.

Setelah selesai Jay kembali ke bangku untuk mengambil tas.

"Tumben Ara pulang duluan? biasanya kalian selalu nunggu satu sama lain kan kalau lagi piket." Tanya Lami penasaran.

"Gue suruh dia balik duluan, mau hujan soalnya." Jawab Jay.

"Oh, gimana kalau lo pulang bareng gue aja." Ajak Lami.

"Gimana, Jay?" Tanya Lami lagi karena belum mendapat jawaban.

"Enggak." Jawab Jay sedikit ketus.

Padahal baru lima menit yang lalu Jay bersikap baik tapi sekarang mendadak berubah.

"Yaudah kalau gitu gue duluan ya." Pamit Lami ke Jay.

"Bentar. Gue mau ngomong bentar sama lo." Dengan canggung Jay menahan tangan Lami.

Lami tentu dengan senang hati kembali duduk sambil menetralkan jantungnya yang memang suka tidak karuan bila dekat dengan Jay, apalagi tangan Jay baru saja menyentuhnya. Walau sebentar.

"Mau ngomong apa?"

"Soal Ara, semua yang lo alami itu bukan ulah dia. Jadi stop buat nuduh atau bahkan ngadu ke guru." Ucap Jay, dia baru saja ingat kalau Lami bukan tipe orang yang akan membiarkan seseorang begitu saja setelah melakukan semua pada dirinya.

"Ah, gue tau pasti lo bakal belain dia. Tapi gapapa kok, gue beneran gamasalah kalau emang semua ini perbuatan Ara. Mungkin emang dia sebenci itu sama gue." Jelas Lami mencoba bersikap baik di depan Jay.

"Tapi beneran bukan dia, Ara gak mungkin setega itu." Ucap Jay lagi, kali ini terlihat serius membuat Lami makin dibuat bimbang.

Apalagi setelah mengingat percakapaan dengan Ara di halaman belakang sekolah tadi, gadis itu sama sekali tidak terlihat sedang berbohong begitu juga Jay sekarang.

"Kalau bukan Ara terus siapa?" Tanya Lami.

Jay sengaja tidak menjawab pertanyaan Lami, dia hanya mentap Lami datar dan mulai berdiri dari bangku membuat Lami reflek berdiri saat itu juga.

"Jawab gue Jay, kalau bukan Ara terus siapa?" Lami yang panik segera menahan tangan Jay yang hendak pergi.

"Ya menurut lo aja siapa, siapa yang benci sama lo selain Ara?" Jay menaikan sebelah alis memberi kesan menakutkan.

Badan Lami seketika membeku tapi masih bisa tertawa seakan Jay baru saja membuat sebuah lawakan bukan pengakuan.

Ini gila, Jay baru saja bilang kalau dia yang melakukan semuanya. Walau secara tidak langsung tapi itu mampu dipahami Lami.

"Gak, Jay. Itu pasti bukan lo, jangan numbalin diri lo sendiri."

Hening sejenak, keduanya sama-sama di ambang keraguan.

Jay mulai melangkah maju mendekati Lami. Dia sudah terlalu lama menunda pertanyaan ini dan tentu rasanya muak juga membosankan bersama gadis seperti Lami di satu ruangan.

"Kenapa lo ngelukain lengan Ara?"

"Haa? Luka yang ada di lengan Ara itu kan karena dia jatuh, lo tau sendiri kalau Ara yang bilang kaya gitu." Jelas Lami membuat Jay makin merasa lelah menanggapi.

"Minggir, gue mau ke ruang guru." Jay mendorong badan Lami pelan.

"Mau ngapain, Jay?" Dengan cepat Lami menahan tangan Jay lagi tapi percuma karena langsung di tepis begitu saja.

"Ya buat ngelaporin lo lah, apa lagi. Tapi kalau lo gamau gak masalah kok."

"Jangan lagi ganggu Ara... dan gue." Ucap Jay kemudian keluar kelas tanpa menunggu persetujuan dari Lami.

Padahal jika benar-benar disuruh memilih mungkin Lami akan membiarkan Jay melaporkannya pada guru daripada dia harus menjauhi dari Jay.

Karena Lami tidak akan bisa hidup tanpa Jay.




Tbc

Ada yang baru loh.

Ada yang baru loh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Problem • Jay Park | EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang