29. dua puluh sembilan

3.6K 592 219
                                    

Hari ini murid sudah mulai masuk sekolah seperti biasa, Jay yang sebenarnya baru sampai kemarin malam dari Amerika terpaksa bangun pagi untuk berangkat sekolah.

Di luar sudah ada Ara ternyata, Jay jelas terkejut. Ara jarang dan hampir tidak pernah siap lebih dulu dari dia.

"Ayo, Ra."

Ara tersadar dari lamunannya, ia masih memikirkan tentang kejadian malam itu.

Jujur Ara sangat senang jika dia bisa jadi pacar Jake. Tapi karna terlihat jelas kalau Jake tidak tulus dan punya niat lain, Ara tidak mau.

Tapi tidak sampai di situ saja, Ara juga masih memikirkan ucapan Jake yang sama sekali tidak bisa Ara mengerti.

Jake bilang, Jay suka padanya. Omong kosong macam apa itu, bagaimana bisa menuduh seseorang mencintai sahabatnya sendiri.

Kalau yang di katakan Jake benar Ara tidak akan bisa menerima, karna berarti Ara lah penyebab Jay tidak pernah membuka hati untuk siapapun dan kalau Ara ingat-ingat lagi Jay tidak pernah dekat gadis lain selain dirinya.

Apa mungkin yang di katakan Jake benar, Ara makin dibuat pusing memikirkannya.

"Jay." Panggil Ara saat Jay sudah melangkah lebih dulu.

"Kenapa? Lo sakit?" Jay khawatir wajah Ara terlihat pucat.

Ara menggeleng sambil melangkah mengikuti Jay. Menyamakan langkahnya dengan lelaki tinggi di sampingnya.

"Lo duluan aja, ternyata buku gue ada yang ketinggalan." Ucap Ara.

"Di ambil bareng aja ke rumah, sekalian gue juga mau ketemu Sunghoon."

"Tapi, Jay. Gue lupa naruhnya dimana. Kalau lo ikut ambil pasti bisa telat karena nungguin gue."

Bukannya mengiyakan, Jay malah tertawa lalu mencubit pelan pipi Ara.

"Telat karna lo itu udah biasa, Ra. Udah ayo."

Ara menghela nafas pelan, ternyata tidak semudah yang ia pikir, Ara kira dengan cara ini Jay dan dirinya bisa berangkat ke sekolah secara terpisah tapi ternyata tidak.

Sampai kelas Jay dan Ara langsung berpisah duduk di bangku masing-masing.

"Gimana liburannya, Jay?" Tanya Lami setelah sadar akan kedatangan Jay.

"Biasa aja, soalnya nggak ada Ara disana." Jawab Jay, terlihat sengaja mengatakan itu.

Tentu senyum Lami mendadak luntur, lagi-lagi Ara. Bahkan setelah lama tidak bertemu nama Ara yang pertama kali keluar dari mulut Jay.

"Oh iya, Mamah nitip ini." Lami mengambil sebuah kotak bekal dari dalam laci dan menaruhnya di depan Jay.

"Gue udah sarapan."

"Ini dari Mamah, gak baik loh nolak pemberian orang tua."

"Gue terima, tapi ini yang terakhir. Jangan lagi lo bawain gue bekal atau apalah itu."

"Kenapa gitu, apa masakan Mamah enggak enak? Atau lo nggak suka sama menunya. Lo bilang aja Jay apa yang lo suka, biar nanti gue minta Mamah buat mas-" Lami tidak meneruskan ucapannya karena yang di ajak berbicara malah pergi.

Perlahan dada Lami mulai sesak, apalagi saat tau kalau Jay ternyata meninggalkannya lalu datang ke bangku Ara.

Kali ini Ara dan Jay tidak bisa pulang bersama, Ara memaksa Jay untuk pulang lebih dulu karena dia harus membantu membersihkan dan menghias kelas bersama murid perempuan lain untuk lomba kebersihan kelas besok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kali ini Ara dan Jay tidak bisa pulang bersama, Ara memaksa Jay untuk pulang lebih dulu karena dia harus membantu membersihkan dan menghias kelas bersama murid perempuan lain untuk lomba kebersihan kelas besok.

Kini kelas sudah sepi, bahkan hanya ada dirinya dan Ara yang ada di kelas karena yang lain baru saja pulang.

"Apa menurut lo gue seburuk itu? Sampai-sampai Jay selalu benci sama gue." Tanya Lami yang masih mengelap vas bunga di meja guru.

"Lo itu orang baik, jadi tenang aja, suatu saat Jay pasti bisa suka sama lo." Ara mencoba menenangkan perasaan sedih Lami.

Tapi ternyata itu lain bagi Lami, baginya ucapan Ara seperti sebuah ejekan.

"Ya, gue tau gue orang baik. Tapi apa lo tau kalau orang baik itu bisa jadi jahat hanya karena cinta."

Ara tidak merespon ucapan Lami, selesai mengambil tas ia berjalan tanpa berpamitan atau melihat Lami tapi tiba-tiba ada suara yang membuat Ara berhenti dan menoleh ke belakang.

Lami baru saja memecahkan vas bunga, dengan wajah datar Lami mengambil pecahan vas bunga itu dan mengarahkannya ke Ara.

"Lo mau ngapain, Lam?" Ara segera mundur saat Lami mulai mendekat bahkan dia menggoda Ara seperti ingin melemparkan pecahan vas ke wajahnya.

"Lo bisa lihat sendiri kan kalau gue mau ngapain." Ucap Lami santai.

"Jangan aneh-aneh. Pecahan vas itu bahaya kalau sam- argh." Ara berusaha berlari menuju pintu kelas tapi terlambat Lami sudah lebih dulu melempar pecahan vas itu.

Ara tidak tahu harus bersyukur atau bagaimana karena untung pecahan vas hanya mengenai lengannya, tapi tetap saja itu sakit. Bahkan kini mulai mengeluarkan darah.

"Lo gila ya, gue salah apa sampai lo tega bikin..."

"Berisik! Gue yakin itu sakit. Tapi apa sakit itu seimbang sama apa yang gue rasain sekarang." Lami melangkah maju kemudian dia melempar jaket miliknya.

"Pakai itu, jangan sampai ada yang tau kalau lengan lo luka."

Tanpa merasa bersalah Lami berjalan pergi keluar kelas meninggalkan Ara.








Tbc

Problem • Jay Park | EnhypenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang