Aku tarik kembali kata-kata ku yang kemarin.
Aku peduli, sangat peduli pada nasib klub belajar yang susah payah aku bangun kembali. Aku tidak ingin melihat grup yang menjadi satu-satunya harapan ku meraih kesempatan masuk Universitas hancur begitu saja. Lagipula, aku juga belum siap kalau harus kehilangan teman-teman ku. Maksud ku, kalau tidak ada klub itu—aku mungkin tidak akan pernah bertemu Yeri dan Joy.
Kalau Seulgi dan Solar sih memang teman satu angkatan, jadi aku masih akan tetap melihat mereka meskipun kami tidak berada di satu klub.
"Kenapa dengan wajah mu?"
Aku tersentak kecil, lalu menoleh kaget pada Solar yang sudah terkikik geli disamping ku.
"Sejak kapan kamu disitu?" Aku menyampingkan badan sehingga sekarang kami berdua berhadapan secara langsung. Ku berikan senyum terbaik, agar Solar tidak curiga bahwa aku tengah resah dan belum siap mengatakan yang sebenarnya.
Aku ingin sekali mempertahankan ruangan yang di berikan sekolah untuk klub belajar kami, tapi satu sisi aku juga tidak mau menghadapi Irene dan tingkahnya yang kadang keterlaluan—untuk yang kesekian kalinya.
Tadi saja, aku baru dipanggil Mr. Park Jae Hyung karena aku ketahuan membeli rokok padahal benda itu saja gagal aku dapatkan. Ternyata si kasir yang kemarin bertugas, kebetulan mengenal pak Jae cukup baik.
Ini pertama kalinya aku kena tegur guru dan itu semua merupakan ulah Irene.
Aku benci gadis itu.
"Seungwan!"
"A-ah, iya? Apa?"
"Kamu melamun lagi."
"Maafkan aku." Aku menggaruk kepala canggung. Kaki ku bergerak menyusul Solar yang sudah terlebih dahulu membuka langkah. Aku bergegas menghampirinya karena sebentar lagi pelajaran akan dimulai, aku tidak ingin terlambat dan kena marah lagi oleh guru. Sudah cukup satu kali saja aku keluar dari zona aman yang selama ini aku bangun.
Tapi, aku dan Solar berbeda kelas, dan ini pertama kalinya semenjak kami dekat—aku mendapatkan waktu berdua dengan Solar. Sebenarnya kalau boleh jujur, aku menyukai Solar dan berharap bisa lebih dekat dengannya. Aku berencana menyatakan perasaan ku padanya minggu depan. Untuk seminggu ini, aku akan mengajaknya jalan-jalan juga menonton film, atau kegiatan lainnya yang lumrah dilakukan oleh dua insan yang tengah berada dalam masa pendekatan.
"Jadi, ada masalah apa? Tidak biasanya kamu terlihat tegang begitu."
Aku menoleh untuk mendapati Solar sedang tersenyum manis. Cantik sekali, rasanya aku terus dibuat jatuh cinta oleh gadis ini tiap kali dia memberikan ku senyum khas miliknya.
"Tidak ada apa-apa, aku hanya sedang kepikiran tentang sesuatu, bukan masalah besar, jangan khawatir." Aku mencoba meyakinkan dan untunglah Solar terlihat mengerti untuk tidak mengungkit hal ini lebih jauh lagi.
"Kelas mu terlewat, Seungwan."
Aku tertawa kecil, menggeser badan Solar secara refleks karena dari arah tangga tiba-tiba berlari dua orang siswa yang nyaris saja menabrak kami berdua.
"Kamu gak apa-apa?" Aku bertanya khawatir, tapi Solar hanya tertawa kemudian mengapit lengan dan mengajak ku menaiki tangga.Wajahku terasa panas hampir seketika.
"Aku tidak apa-apa, kamu mau mengantarkan ku ke kelas?"
Solar, tolong jangan terus-terusan tersenyum manis seperti itu. Aku bisa diabetes melihatnya.
"I-iya, kamu gak keberatan kan?"
Aku belum pernah mendekati wanita jadi pengalaman ini benar-benar membuatku ku gugup hingga rasanya tanganku mulai mengeluarkan keringat dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pain Killer
Teen FictionPerbedaan paling serius yang membawa keberuntungan manis. Aku sedikit bersyukur kita dipertemukan dengan cara seperti ini, karena dengan begitu.. aku bisa mengenal seluruh dirimu yang bahkan keluarga mu sendiri tidak tahu.