Hal pertama yang terpikir olehku saat kulihat seluruh anggota study group berkumpul di ruang klub kami yang baru-
Ini adalah surga. Ini adalah suasana yang sangat ingin aku buat nyata sedari dulu.
Aku tidak tahu bahwa ternyata aku begitu merindukan teman-teman ku karena selama beberapa hari belakangan, aku disibukan mengurus Irene dan segala tingkahnya yang ajaib.
"Oh iya, bagaimana persiapan untuk olimpiade matematika dan kimia yang akan kalian ikuti?" Aku bertanya penasaran, kulihat Yeri dan Joy nyengir lebar menanggapi pertanyaan ku barusan.
Alisku terangkat sebelah, "kenapa melihat ku seperti itu?"
Tatapan Yeri dan Joy seolah memberitahu ku bahwa mereka tengah merencanakan sesuatu yang nakal.
Sekedar informasi, meski wajah Yeri dan Joy tidak terlihat seperti itu, mereka itu aslinya jenius.
Kalian pasti berpikir muka mereka tidak meyakinkan kan? Soalnya muka mereka itu tipe tipe muka tidak pernah memperhatikan guru sewaktu di kelas.
Ku yakinkan sekali lagi, mereka aslinya gila dan maso. Yeri bahkan bisa menyelesaikan 50 soal kimia tingkat kelas 12 (meski dia baru kelas 10) tanpa berkeringat sama sekali.
Sedangkan Joy-meski terlihat seperti remaja yang hobinya mengurusi lelaki atau urusan orang-sebenarnya suka sekali bercinta dengan soal-soal matematika yang biasanya diujikan untuk anak tingkat akhir yang hendak mengikuti ujian masuk universitas.
(Omong-omong dia baru kelas 11, setahun lebih muda dibawah ku)
Aku tidak akan pernah mengerti isi pikiran mereka.
"Kuota untuk lomba matematika masih tersisa satu, jadi aku masukan saja nama Kaka disana."
"APA? KENAPA? WAE? WAEEEE?"
Mulutku terbuka tidak percaya mendengar jawaban Yeri yang santai dan tidak berperikemanusiaan.
Aku itu sudah sepuh, sudah waktunya istirahat dari aktivitas macam itu dan mulai memikirkan masa depan.
Benar kan firasat ku tadi?
Unbelievable.. batinku keasinan.
"Habisnya Kaka sebentar lagi lulus, jadi tidak masalah kan membuat kenangan terakhir? Lagipula ini akan menjadi lomba terakhir yang kita ikuti bersama."
Aku mendesah saat Joy mulai menunjukkan wajah sedih itu. Apalagi bibirnya yang cemberut-tuhan, semoga dia tidak tahu bahwa itu adalah kelemahan terbesar ku.
Maksudku, Joy terlihat sangat lucu saat dia sedang merengek atau menunjukkan wajah terbuang minta dibawa pulang khas miliknya.
Ssst, jangan bilang hal itu pada orangnya langsung. Bisa-bisa hal itu dia jadikan bahan untuk menggoda ku sampai aku lulus dari sekolah ini.
Di samping ku, Seulgi dan Solar hanya tertawa puas.
Benar-benar sangat membantu kawan-kawan.
"Masih dua bulan lagi kok, jadi kita masih punya banyak waktu untuk bersiap." Kata Yeri lagi dengan kedipan genit.
Kalau bukan adik kelas kesayangan, sudah ku sentil dahinya.
Kami lanjut mengobrol tentang hal apa saja yang sedang trending, atau sesuatu yang baru-baru ini kami alami. Sudah beberapa hari kita tidak bercengkrama akrab seperti ini dan rasanya aku senang sekali karena kini bisa berkumpul di tempat yang bisa kita sebut rumah.
Dulu, aku bahkan harus merelakan apartemen ku sebagai tempat belajar bersama. Bukannya aku keberatan, aku hanya tidak terbiasa membawa pulang beberapa teman ke rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pain Killer
Fiksi RemajaPerbedaan paling serius yang membawa keberuntungan manis. Aku sedikit bersyukur kita dipertemukan dengan cara seperti ini, karena dengan begitu.. aku bisa mengenal seluruh dirimu yang bahkan keluarga mu sendiri tidak tahu.