The IT girl

411 72 6
                                    

Dua hari berlalu begitu cepat. Sekarang senin dan aku benar-benar belum pernah merasa setakut ini untuk masuk sekolah. Aku hampir saja meminta izin dengan alasan urusan keluarga, tapi kemudian ingat kalau aku tinggal sendiri. Semua orang tahu aku tinggal sendiri di Korea, akan sangat aneh kalau orangtuaku tiba-tiba saja datang berkunjung di awal semester seperti ini.

Maksudku, aku baru saja pulang bulan lalu ke Kanada untuk liburan akhir semester. Tidak mungkin juga aku beralasan sakit karena aku tidak punya kenalan seorang dokter yang bisa membuatkan surat sakit palsu untuk membuat guru wali kelasku tidak menuliskan alfa didalam absensi.

Jadi, pada akhirnya aku menyerah mencari alasan untuk menghindari Irene dan tingkahnya yang ajaib.

Aku memasuki gedung sekolah dan baru saja menginjakan kaki di koridor, tapi sudah disuguhi pemandangan yang luar biasa. Kalau dulu, aku mungkin sudah berlalu tidak peduli karena apapun yang menyangkut Irene, aku tidak akan pernah mau terlibat.

Tapi sekarang, aku sedikit penasaran.. apa yang akan dia lakukan saat seorang lelaki tidak dikenal dengan tiba-tiba memberikannya makanan dan menyatakan cinta? Mungkin kalau Irene adalah gadis biasa, dia akan menunjukkan reaksi yang dengan mudah bisa ditebak, seperti—wajah memerah, dan dengan malu-malu menerima hadiah dan pernyataan cinta tersebut.

Tapi, Irene kan bukan gadis biasa. Dia itu jauh dari definisi biasa.

Aku harus mengakui, meskipun Irene terlihat sangat menyeramkan dan kasar, dia memiliki banyak sekali penggemar simply karena wajahnya yang cantik. Sangat cantik.

"Kamu pikir aku mau menerima coklat murahan ini?! Pikir dong! Kamu itu siapa?" Bentak Irene sambil menepis tangan murid lelaki itu, sehingga coklat yang dibungkus kotak cantik dan hiasan pita merah diatasnya jatuh berdebam keatas lantai.

Aku mengangkat sebelah alisku geli. Irene benar-benar jagonya mematahkan hati para lelaki. Ku dengar, tidak ada satupun murid pria atau bahkan perempuan yang pernah dengan terang-terangan menyatakan cinta, dia respon dengan baik. Aku juga dengar, kalau menolak hadiah dengan cara menumpahkannya ke lantai adalah level dasar dari banyaknya level penolakan yang diberikan Irene.

Aku bukannya suka bergosip tapi murid-murid disini tidak pandai dalam menjaga volume bicara mereka.

"Seungwan! Ayo masuk kelas!"

Aku terbangun dari lamunan ku oleh tarikan tangan Irene di lengan. Dia menyeret ku berjalan menjauhi tempat adegan penolakan dimana kini area itu sudah berubah menjadi kerumunan dengan wajah-wajah penasaran dan kaget.

Sekarang saat aku sudah bisa melihat wajah anak lelaki itu, aku tahu alasan mereka terlihat begitu terkejut.

Kim Suho, adalah orang yang baru saja ditolak Irene.

Kim Suho yang terkenal kaya, tampan dan pintar bahkan tidak bisa melampaui ekpektasi Irene terhadap seorang lelaki.

"Kenapa kamu sekarang jadi ramah begini? Sudah lupa apa yang kamu lakukan jumat kemarin? Tidak mau meminta maaf?" Aku membuka suara saat kita sudah menaiki tangga menuju lantai 2. Aku menunduk, menatap Irene yang hanya tersenyum manis seolah perkataan ku barusan adalah sebuah bentuk ungkapan kekaguman karena dia sudah berhasil mematahkan hati seorang Kim Suho.

Yah, meski aku akui dia memang mengesankan.

"Aku tidak akan meminta maaf, karena aku tidak bersalah. Bukan aku yang mau masuk klub aneh mu itu dan mengikuti pelajaran tambahan setelah kelas, tapi ayah dan Mr. Kim. Aku tidak pernah setuju dengan ide mereka jadi aku punya hak dong untuk menentukan hal apa yang ingin aku lakukan dalam hidup."

Aku kira Irene tidak akan pernah menjawab, ternyata dia tidak keberatan aku mengungkit masalah minggu lalu. Jawaban yang Irene berikan juga cukup membuat ku terdiam, karena memang benar sih, kita punya hak untuk tidak menuruti perintah orang lain kalau perintah itu tidak sejalan dengan prinsip yang kita anut.

Pain KillerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang