Chapter 7 | bunga & surat

99 3 0
                                    


Di keheningan dan gelapnya malam. Udara dingin menyapa, suara-suara jangkrik saling bersahutan memekakkan telinga.

Ara berdiri di depan balkon kamarnya memandang langit malam, kebetulan bulan sedang terang benderang membentuk senyum atau yang disebut bulan sambut.

Terdapat juga ribuan bintang yang menemani bulan di keheningan malam. Ara selalu berpikir sepertinya enak menjadi bulan karena selalu ada bintang yang menemaninya meskipun terkadang bintang itu tak terlihat oleh mata tertutup oleh awan.

"Curhat Ra ceritanya ?". Tanya Andi, ia  yakin kalau puisi itu tentang curhatan hatinya.

"Eggak ndi jangan ngacok deh". Kilahnya

"Masa sih". Seperti biasa Andi susah untuk diyakinkan

"Iya ndi, puisi itu aku buat karena kan banyak yang suka sama seseorang tapi gak bisa buat ungkap perasaannya, apalagi kalau orang yang di suka itu susah untuk didapat lebih memilih mencintai dalam diam. Jadi aku kepikiran aja buat puisi itu". Jelasnya pada Andi agar ia percaya

"Hm ya juga sih banyak kejadian kayak gitu, ya udah deh gue pulang duluan ya". Syukurlah Andi percaya alasan yang terlintas di pikirannya yang tertentu saja di sesuai dengan apa yang sebenarnya.

Tak lama seseorang pun melewati mereka begitu saja tanpa menyapa sedikit pun, kata permisi atau pulang duluan pun tak memang benar-benar irit bicara. Sepertinya satu kata pun mahal baginya.

"Eh Len tungguin la, main tinggal". Andi berlalu meninggalkan Ara dan mengejar Alen di depannya.

Ara teringat percakapannya bersama Andi tadi siang setelah usai pelajaran terakhir sebelum pulang, dan tentunya ada Alen disana meskipun manusia seperti patung yang hanya mendengarkan serta memperhatikan mereka namun tak di ketahui Ara maupun Andi.

------------------

Pagi menyapa burung-burung pun berkicau, dedaunan berguguran sinar matahari menyapa penghuni alam semesta membangunkan umat manusia untuk segera bersiap melakukan aktivitasnya.

Sejak 15 menit yang lalu Ara telah siap dengan seragam batik dan rok coklatnya. Hari ini Rabu sudah jadwalnya memakai batik yang diwajibkan di sekolah" negeri di Indonesia. Tak lupa juga sepatu hitam list putih ia menyukai warna itu karena cocok jika dipadukan dengan warna apapun.

"Kak udah siap belum?, dipanggil mama tu sarapan". Arya memanggil kakaknya sesuai permintaan sang ibu.

"Iya bentar lagi kakak ke bawah". Ujarnya.

"tas, buku, kaos kaki, sepatu hm udah lengkap keknya". Ara mengecek perlengkapan sekolah takut ada yang ketinggalan dan tidak memungkinkan untuknya pulang jika sampai itu terjadi. Setelah selesai Ara menyampirkan tasnya ke punggung sebelah kanan menuju pintu kemudian turun ke bawah menemui keluarganya di ruang makan untuk sarapan.

"Pagi semua". Ucapnya pada orang tua serta kakak dan adiknya.

"Pagi". balas Gino dan Arya.

"Pagi sayang, Ayuk duduk kita sarapan". Kata sang mama

"Pagi putri kecil papa". Kata papa Ara yang masih menganggap Ara putri kecilnya padahal Ara sudah SMA bahkan sebentar lagi akan lulus dan memasuki jenjang kuliah.

"Aku udah gede pa". Balas Ara mengerucutkan bibirnya.

"Mau kamu sudah dewasa pun kamu tetap putri kecil papa". Papa nya sangat menyayangi anak-anaknya terutama Ara mengingat ia perempuan satu-satunya.

"Iya sayang di mata kami kamu tetap putri kecil kami jadi jangan malu kalau mau cerita keseharian kamu apalagi cowok, kamu udah pacar?". Sarah sang mama memberikan pengertian ia ibu yang lembut dan bijaksana sana.

Secret love Ara'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang