5

757 84 0
                                    

Saat ini Perth sedang berada di ruangan pribadinya. Ia baru saja kembali dari pertemuannya bersama tuan Siwat dan putranya.

Keadaan ruangan bernuansa gelap dan mewah itu hening. Tidak ada suara. Satu-satunya orang yang ada disana masih tenggelam dalam pikirannya.

Sejak kembali ke kantornya 1 jam yang lalu, dia hanya menghabiskan waktunya dengan mengingat wajah manis itu. Bahkan berkas-berkas yang biasanya selalu mendapat perhatian penuh darinya, kini terbengkalai begitu saja.

"Ada apa dengan diriku? Kenapa aku terus memikirkannya?"Tangannya terangkat, mengurut pelan pelipisnya.

Perth tak mengerti, dia tak pernah merasakan hal seperti ini sebelumnya. Bagaimana bisa, seorang bocah lelaki bisa dengan mudah menyita sebagian ruang dipikirannya. Bahkan hanya dengan sekali pertemuan.

***

Tuan Siwat dan Mark baru saja memasuki rumah. Mark berjalan dengan kepala tertunduk disamping ayahnya.

Tuan Siwat memperhatikan tingkah anaknya dan mulai menyadari ada yang aneh dengan Mark. Sejak di restoran, di mobil, dan sekarang mereka telah berada di rumah. Mark bertingkah tak seperti biasanya.

"Mark."Panggilnya.

Mark menghentikan langkahnya dan berbalik. "Iya."

Tuan Siwat berjalan menghampiri Mark yang berdiri beberapa langkah didepannya.

"Ada apa? Kenapa sejak tadi kau diam saja, hm? Katakan pada ayah."Ucapnya lembut.

Mark sejenak memandang wajah ayahnya, kemudian langsung menghambur ke pelukan pria paruh baya didepannya.

"Hei, ada apa?"

Mark menggeleng. Dirinya ragu untuk mengatakan apa yang sebenarnya membuat ia tak tenang sejak tadi.

"Mark, apa kau mulai mau menyembunyikan sesuatu dari ayah?"

Suara ayahnya yang terdengar dingin membuat Mark langsung melepaskan pelukannya. Wajah ayahnya sekarang memasang ekspresi dingin dan datar.

Mark panik. Ia tak ingin membuat ayahnya marah.

Tuan Siwat berusaha menahan ekspresi wajahnya agar tetap terlihat dingin. Padahal perutnya sudah sakit akibat menahan tawa melihat wajah putranya yang terlihat panik.

Dia berpura-pura marah, agar Mark mau mengatakan apa yang disembunyikannya.

"Ayah, jangan marah..."Mark memegang kedua tangan tuan Siwat sambil menggerakkannya, berusaha meluluhkan ayahnya.

"Ayah akan tetap marah sampai kau mau mengatakan yang sebenarnya pada ayah. Kenapa kau bersikap aneh hari ini?"Tuan Siwat semakin bersemangat memainkan lakonnya melihat Mark yang mulai termakan drama dadakannya.

Mark menunduk, ragu apakah harus mengatakannya atau tidak.

Pada akhirnya ia memutuskan mengatakannya.

"Mark takut, ayah."Cicitnya pelan.

Tuan Siwat langsung merubah ekspresi wajahnya. Oh ya ampun, sejak tadi anaknya ketakutan tapi dia justru menambah ketakutannya dengan berpura-pura marah.

Tangannya terangkat dan meraih dagu Mark, mendongakkan wajah putranya dengan lembut.

"Apa yang membuatmu takut, sayang?"

Mark menggerakkan kedua bola matanya gugup. Perlahan bibir mungilnya bergerak "T-Tuan Tanapon."

Tuan Siwat mengerutkan keningnya, merasa bingung dengan apa yang baru saja ia dengar.

"Tuan Tanapon? Kenapa kau takut dengannya, sayang?"

"Tidak tau, ayah. Mark takut."Cicitnya lagi.

Tuan Siwat terkekeh, menarik Mark kedalam pelukannya.

"Mark, tuan Tanapon memang terlihat tidak bersahabat. Tapi ayah yakin dia orang yang baik. Buktinya saja, dia mau membantu ayah. Jadi kau tidak perlu takut, sayang."Ucapnya mencoba menenangkan Mark.

"Benarkah?"

"Iya, percaya pada ayah."

Mark mengangguk, mencoba mempercayai ucapan ayahnya. Dan mencoba menghilangkan kegelisahan yang timbul akibat pertemuannya dengan orang itu.

Benarkah orang itu baik seperti yang ayah bilang?

Entahlah, kita lihat saja nanti.


TBC

Kembali lagi~

Semoga suka, dan vote and coment, please...!

8 Agustus 2020

My Addicted | PerthMarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang