8

676 76 3
                                    

Mark dirumah bersama pembantu rumah nya.

Pagi tadi ayahnya pamit untuk pergi mengurus sesuatu. Tuan Siwat bilang bahwa ada masalah yang harus ia urus.

Sudah sekitar dua Minggu sejak kejadian di restoran bersama dengan Perth Tanapon. Dan selama itu pula tidak ada yang terjadi. Sedikit banyak itu membuat Mark tenang.

Mungkin saja dia hanya bercanda waktu itu, pikirnya.

Ayahnya juga tidak pernah mengungkit tentang masalah itu. Mark berharap tidak akan ada masalah yang terjadi kedepannya.

Sekarang sudah sore, waktu telah menunjukkan pukul 17:00 waktu setempat. Mark sedang berada di dapur bersama dengan bibi Nam. Dia berencana untuk ikut menyiapkan makan malam.

Sebenarnya bibi Nam telah melarang tuan mudanya itu, tapi Mark tetap bersih keras ingin membantu. Mark memang dekat dengan pembantu di rumah nya itu. Apalagi semenjak ia kelihangan ibunya, bibi Nam lah orang yang selalu memberinya perhatian dan kasih sayang layaknya seorang ibu.

"Bibi, aku ingin membuat makanan kesukaan ayah. Tapi aku tidak tau caranya."Ucapnya dengan sedikit melengkung kan bibir ke bawah.

Bibi Nam terkekeh, bagaimana bisa remaja di depannya masih terlihat begitu menggemaskan di usianya yang sudah mencapai 17 tahun.

"Tuan muda tenang saja. Bibi akan membantu membuatnya."Sahutnya sambil tersenyum.

Mark langsung mengubah mimik wajahnya menjadi bersemangat. Bibirnya tersenyum lebar.

"Kalau begitu, apa yang harus aku persiapkan?"Ucapnya semangat.

Matanya memancarkan sinar penasaran. Lalu setelah diberitahu apa saja yang harus dia persiapkan, Mark langsung bergerak gesit. Keduanya larut dalam kegiatan sore mereka.

Setelah menghabiskan waktu sekitar satu jam untuk berkutat di dapur, mandi dan berpakaian, Mark kini sudah duduk manis di meja makan dengan hidangan lezat yang ia buat tadi. Dan ada bibi Nam juga di sebelahnya.

Mereka memang selalu makan di meja yang sama. Mark dan ayahnya sudah menganggap wanita yang telah berumur lebih dari setengah abad itu layaknya keluarga sendiri.

Tapi setelah menunggu cukup lama bahkan jam telah menunjukkan pukul 19:45. Orang yang sejak tadi ia tunggu tak kunjung datang, padahal ayahnya berjanji akan pulang jam 7 malam. Kenapa ayahnya masih belum tiba dirumah?

Mark sejak tadi bergerak gelisah dalam duduknya. Bibi Nam yang sejak tadi duduk disebelahnya juga ikut merasa gelisah sekaligus mencoba menenangkan remaja itu.

Berulang kali Mark mencoba menelepon sang ayah, tapi ponsel ayahnya tidak aktif.

Seketika sekelebat ingatan tentang perkataan Perth waktu itu terngiang di kepalanya. Rasa takut itu kembali lagi. Bagaimana jika pria itu menyakiti ayahnya? Apa yang harus ia lakukan?

"Bibi, ba-bagaimana jika d-dia menyakiti ayah?"Bibirnya bergetar saat mengucapkan itu. Matanya pun mulai berkaca-kaca.

"Dia? Dia siapa, tuan muda?"Jawab bibi Nam dengan kening berkerut.

Dia sama sekali tidak mengerti dengan ucapan Mark yang kini mulai menangis.

"D-dia, bibi. Pria itu."Ucapnya lagi yang kini diiringi dengan tetesan air mata yang jatuh di pipi putihnya.

Yang ada dipikirannya saat ini hanya ayahnya, dan pria itu.

Dengan sedikit terisak, Mark mencoba kembali menelepon sang ayah berharap kali ini panggilannya dijawab.

Dan benar saja, panggilannya dijawab. Bibirnya mengulas senyum lebar, lega akhirnya panggilannya dijawab juga oleh sang ayah.

Tapi sebelum dia sempat mengeluarkan sepatah kata dari bibirnya. Suara dari seberang sana, menghentikan niatnya.

Mark terdiam dengan wajah memucat, bibi Nam yang melihat Mark seperti itu mencoba menyadarkannya.

Tapi hanya suara lirih yang remaja itu keluarkan.

"Ayah....."




TBC

Hayooo apakah yang terjadi dengan ayah Mark?

Coba tebak, kalo kalian berhasil aku akan update lagi nanti malam....

Jangan lupa votenyaaa


17 Agustus 2020

My Addicted | PerthMarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang