Nothing is Impossible 21

45 1 0
                                    

Udah keitung sebulan ini Meira sama Ravel deket. Banyak yang anggep mereka udah pacaran. So the reallity is nope. 

"Ravell!!!" 

Merasa nama nya terpanggil, Ravel pun menengok. 
"Ya?" tanya nya singkat. 

"Lagi sibuk ga?" tanya Meira pada Ravel. 

Ravel menggeleng. "Nggak, kenapa?" tanya Ravel. 

Meira cemberut. "Temenin.. Sepi ini, Sindi lagi sibuk sama squad nya lagi. Lisa sibuk sama doi nya itu.." 

Ravel terkekeh. 

"Ya udah ayo, ke kantin bareng.." Meira mengangguk. 

Perjalanan mereka ke kantin pun mendapat bisikan-bisikan setan di sana. Eh ga deng netizen. Tapi sama aja, kalo netizen suka gibah berarti temenya setan dong. 

Kan gibah itu dosa ehehe.. 

Mereka pesen makanan. Agak susah sih karena kantin nya itu rame banget. 

"Na..."
"Ha?"
"Na.."
"HA?

"Ckk!" 

Ravel berdecak sebal. Ia lalu mengambil tangan Meira dan menggandeng nya menuju ke tempat yang lebih tenang. 

"Nahh.. Kalo gini kan tenang.." Meira mengangguk mendengar ucapan Ravel yang benar sekali. 

Mereka duduk di bangku taman. Yang tanya mereka di mana, mereka ada di taman belakang sekolah. Tempat nya itu adem di tambah sejuk ditambah tenang. 

"Vel.." 
"Ya?" 

Meira agak ragu mengatakanya. "Kenapa, ngomong aja.." 

"Tapi jangan marah sama adik mu ya.." Ravel menyergit sebentar lalu mengangguk. 

"Emm.. Apa semalem mantan Ravel dateng ke rumah nya Ravel sambil bawa ponsel baru buat Ravel ya?" 

Ravel menghentikan kegiatan makan nya sebentar. Ia mengondisikan raut muka nya agar jadi tenang. 

"Iya.." 
"Kenapa di tolak?" tanya Meira. 

Ravel menoleh. "Dia mau ngajak balikan pake ponsel yang dia bawa. Gue udahh ga suka jadi gue tolak.." 

Meira mengangguk. 

"Tapi, kok kayak nya Ravel bohong ya?" Ravel yang mendengar itu langsung gelagapan sendiri. 

"Ravel, kok muka nya jadi pink?" tanya Meira dengan tampang polos. 

Duh, Ravel kan jadi tambah malu. Kalo biasanya cowok yang bikin cewek merona, kalo ini beda lagi. Malah cewek nya yang bikin si cowok gelagapan sendiri. 

"Kenapa?" 

"E-em.. B-belom saat nya lo tau.." Meira mengangguk. Ravel memang butuh privasi. 

"Tapi kan Vel... Heran gitu loh.." 
"Kenapa?" 

Meira tampak berpikir. Raut nya saat ini membuat Ravel jadi ingin mencubit pipi chubby nya itu. 

"Kalo minta balikan kenapa harus pake ponsel? Kayak mau nyuap aja.." Ravel mengangguk paham. 

Lalu, raut Meira kembali murung. "Meira aja yang temenya Ravel ga pernah ngasih apa-apa. Karena uang Meira emang ga cukup. Meira aja beli kuota pake sisa uang jajan Meira. Maaf ya Ravel.." 

Ravel tertegun. Bukan kah Meira ini tergolong anak yang mampu?

"Meira kan pengen jadi anak mandiri. Ga nyusahin mama sama ayah terus..."
Kata Meira dengan semangat. 

Mereka kembali duduk dalam keheningan. Ravel sedang merenung tentang pendapat mama nya nanti. Sedangkan Meira bingung sedang mencari topik apa. Istirahat masih lama, sekitar setengah jam lah. Mangkanya mereka berani ke taman belakang. Sedangkan istirahat kedua di pakai buat sholat Dzuhur. 

Notimp MissionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang