☀BAB 4 | Redup☀

45 11 2
                                    

Mata itu redup, ada masalah yang menutupi sinarnya. Sama seperti saat gerhana bulan yang ditutupi oleh matahari.
~Liyana Puspita~

Pintu UKS terbuka. Menampilkan wajah Lia yang menghadirkan raut sedikit kesal. Ia disambut oleh wajah Arga yang sudah babak belur. Lia pun menghampiri Arga dan mengambil kotak P3K yang ada di atas meja tanpa bersuara.

Arga hanya diam memperhatikan kegiatan Lia. Dia tidak ada niat untuk bicara. Sudah sedikit lelah karena berkelahi. Ingat, hanya sedikit.

Lia mulai mengobati luka dan lebam yang ada di wajah Arga. Sementara Arga hanya diam tak berkutik.

"Aww," ringis Arga saat Lia sedikit menekan lukanya.

"Pelan dong," sambung Arga kesal.

"Makanya jangan tawuran," balas Lia cuek.

"Biarin, orang tua gue aja gapeduli," ungkap Arga.

"Hewan aja peduli sama anaknya. Jadi gak mungkin kalau orang tua Kakak gak peduli," kata Lia yang masing mengobati luka di wajah Arga.

"Gue gak bicara hewan. Hewan ya hewan, gue ya gue. Jangan disamakan!" tukas Arga tidak suka.

"Tapi gak ada orang tua yang gak peduli sama anaknya, Kak," sanggah Lia.

"Lo diam atau keluar!" usir Arga marah.

"Oke, aku keluar. Aku juga gak akan di sini kalau bukan karena kepala sekolah, udah buang-buang waktu tahu gak!" sarkas Lia.

"Terserah."

Lia meletakkan kotak P3K di atas nakas dengan kasar. Melangkah keluar dari UKS karena tidak terima dengan ucapan kakak kelasnya itu.

Lia merasa benar dengan ucapannya. Tidak ada orang tua yang tidak peduli. Hanya saja, tiap orang tua berbeda dalam memberikan kasih sayang pada anaknya.

Kesal. Satu kata yang mewakili Arga saat ini. Dia paling sensitif jika membahas tentang orang tua. Persetan apa yang Lia pikirkan. Karena memang, Arga merasa tidak mendapatkan kasih sayang orang tua.

***

Bel istirahat berbunyi. Lia dan Salsa hanya berada di dalam kelas. Mereka membawa bekal karena malas jika harus pergi ke kantin yang sangat ramai.

"Lia, lo kenapa sih? Dari tadi masuk kelas kok murung gitu?" tanya Salsa akhirnya.

Dia ingin bertanya saat Lia masuk kelas. Namun, dia urungkan karena dia ingin memberi Lia waktu sedikit.

"Gue tuh kesal tahu gak! Kak Arga itu seenaknya banget ngusir gue yang udah ngobatin dia," jawab Lia yang sudah tanpa niat memakan bekalnya.

"Iya tapi kenapa?" tanya Salsa lagi.

"Dia itu bilang kalau orang tuanya gak peduli. Jadi gue bilang kalau itu gak benar. Eh dia malah marah-marah sama gue," balas Lia.

"Yaudah Lia, lo jangan mikirin yang buruk dulu. Siapa tahu itu yang dia rasain sekarang," ucap Salsa mencoba menenangkan.

"Iya ta-,"

"Hei, pada bicarain apa sih?" celetuk seorang cowok teman sekelas mereka.

Lia dan Salsa menatapnya. Sedikit kesal karena ucapan Lia jadi terpotong.

"Ngapain To di sini?" tanya Salsa berusaha memahami perasaan Lia.

"Ooh ini, gue mau kasih catatan biologi tadi sama Lia," jawab Fito sambil memberikan buku catatannya.

Yah, dia Fito. Adik kandung Arga Ari Wiranata. Teman sekelas Lia. Dan termasuk siswa yang berprestasi di angkatan mereka.

"Makasih, tapi gue bisa pakai punya Salsa," balas Lia menolak.

"Yah, gitu ya. Yaudah deh, lain kali pake catatan gue ya." Lia mengangguk sebagai jawaban.

•••

Lia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Lalu memikirkan sesuatu yang selalu dia lakukan setiap harinya. Mengambil sebuah binder yang ada di dalam tasnya.

Beranjak ke meja belajarnya dan mengambil sebuah pulpen di dalam wadah pensil yang ada di atas meja belajarnya.

Lia mulai menuliskan kata-kata yang mewakilkan perasaannya.

Lia mengingat sesuatu saat dia berjumpa dengan Arga di koridor. Mereka berhenti satu sama lain. Namun, saat Lia menatap mata Arga sekilas. Mata itu redup. Seperti ada masalah di dalamnya.

Mata itu redup, ada masalah yang menutupi sinarnya. Sama seperti saat gerhana bulan yang ditutupi oleh matahari.

Jakarta, 15 Juli 2018

•••

(573)

Biolove Letter ✔︎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang