"Jaringan epitel terdiri atas epitel pipih berlapis tunggal, epitel pipih berlapis banyak, epitel kubus berlapis tunggal, epitel kubus berlapis banyak, epitel silindris berlapis tunggal, epitel silindris berlapis banyak, epitel transisional, dan epitel kelenjar ...."
Lia memandang kosong guru yang mengajar di depan kelas. Pikirannya hanya tertuju Arga yang terbaring lemah di rumah sakit. Koma, satu kata yang tidak bisa ia lupakan.
Karena ia, Arga yang menjadi terluka. Sudah dua kali terjadi seperti ini. Lia menyalahkan dirinya sendiri.
"Lia." Ia tidak menyahut.
"Lia." Ia masih tidak menyahut.
"Lia!" sentak Siska.
Lia terkesiap dan menatap ke arah Siska. "Eh, maaf Buk," ucap Lia.
"Kamu tidak perhatikan pelajaran, yaa?" tanya Siska.
"Iya maaf Bu," balas Lia merasa bersalah.
"Baik saya maafkan, jangan diulangi. Kalau diulangi, keluar dari kelas, mengerti?" tegas Siska.
"Iya Bu, saya ngerti," sahut Lia.
Salsa memandang sedih sahabat yang ada di sampingnya ini. Ia tahu bagaimana perasaan Lia saat ini. Lia menceritakan semuanya pada Salsa, termasuk tentang hubungan Lia dengan Arga.
Agung—papanya Lia, merasa menyesal karena membenci Arga. Sekarang ia sadar jika Arga sudah berubah. Lia tidak membenci papanya, ia malah bersyukur karena sekarang bu hubungannya dengan Arga sudah disetujui.
Terlalu terselip nama Arga di dalam hati Lia. Ia berdoa setiap saat supaya mata yang meneduhkan itu segera membuka matanya.
***
Di rumah sakit, Widya menjaga Arga yang masih menutup matanya. Keluarga Wiranata sangat terpukul karena Arga koma. Dokter belum bisa memastikan kapan Arga akan sadar. Mengingat tusukan yang sangat dalam dan darah yang dikeluarkan sangat banyak membuat dokter yang menangani tidak bisa memastikannya.
Widya mengelus surai Arga dengan lembut. Air matanya kembali menetes. Baru saja kemarin mereka baikan, sekarang Arganya malah menutup mata entah sampai kapan.
Angga tetap pergi bekerja, ingin sekali rasanya menjaga Arga, namun, ia sadar jika ia adalah seorang kepala keluarga. Sementara Fito, ia sedang membeli snack untuknya saat menjaga Arga. Hari ini, ia tidak sekolah, izin karena ingin menjaga Arga dan menemani Widya.
Pintu ruangan Arga terbuka, menampilkan wajah Lia. Ia hanya memasang senyum tipis saat melihat Widya.
"Siang Tante," sapa Lia seraya menyalami Widya.
"Siang Sayang, mau jenguk Arga ya? Yaudah kamu duduk sini ya, Tante mau ke kantin bentar," balas Widya tersenyum hangat.
"Iya Tante," ucap Lia.
Ia duduk di tempat yang Widya duduki tadi. Mengambil tangan Arga dan menggenggamnya erat. Air matanya menetes deras. Orang yang dicintanya sedang berjuang melawan maut.
"Kak, bangun dong, masa tidur terus sih. Aku rindu lihat mata teduh Kakak, baru aja aku senang kemarin karena Kakak bilang suka sama aku, tapi sekarang, Kakak tidur terus. Kak, jangan tidur lama-lama ya, nanti aku rindu terus, nangis terus, Kakak gak suka lihat aku nangis, 'kan? Yaudah kalau gitu jangan lama-lama. Tenang aja Kak, aku gak akan berpaling, Kakak akan tetap aku tunggu.
"Ooh iya, aku ada dua kabar baik nih Kak. Yang pertama nilai Kakak kemarin rata-rata sempura, aku tahu, Kakak pasti bisa dapat nilai tinggi, dan yang kedua Papa dan mamaku udah kasih izin kita Kak, Kakak pasti senang banget kan? Aku juga senang banget waktu Papa bilang gitu, bangun ya Kak, banyak yang nunggu Kakak, termasuk aku, orang yang mencintai Kakak."
Air mata Lia terus jatuh dengan deras, tidak bisa dibendung. Lia tahu Arga tidak suka jika ia menangis, namun, Lia juga tidak bisa melihat Arga masih menutup matanya.
***
(544)
Okey, minggu depan ending deh, stay tune yaa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biolove Letter ✔︎
Ficção Adolescente[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Liyana Puspita seorang ketua osis dari Popcorn High School. Awal ketika dia mulai melaksanakan tugas, Lia merasa biasa saja dan bahkan senang karena itu adalah impiannya. Namun, semenjak kedatangan murid baru yang urakan, m...