Rumah

27 9 2
                                    

Setiap perjalanan pasti selalu ada yang namanya bebatuan. Bebatuan disini dapat kita artikan sebagai sebuah rintangan. Sangat tidak mungkin jika kita hidup di dunia ini tapi tak punya yang namanya masalah. Setiap orang punya, bukan kamu saja. Jangan pernah membandingkan masalahmu dengan orang lain, jelas-jelas pasti berbeda. Tuhan tidak akan memberi mu ujian yang tidak akan bisa kamu selesaikan, percaya saja bahwa dibalik sebuah rintangan pasti selalu ada hikmahnya.
Sama seperti yang mereka alami saat ini, rintangan datang secara tak terduga. Membuat semangat mereka yang awalnya menjulang tinggi, sekarang mulai menghilang bagaikan serpihan-serpihan yang tak berarti.

"Kok tumben ya Uda jam segini belum dateng?" Tanya Salsa kepada rekannya. "Biasanya kalau gak bisa dateng pasti ngehubungin kita." Lanjut Salsa merasa khawatir mengapa pelatihnya belum datang dan belum memberi kabar.

"Udah tenang aja, sekarang kita mending pulangin dulu kelas Tujuhnya. Kesian kan udah sore juga." Saran Salwa yang mendapat anggukan dari seluruh pasukan.

Tanpa basa-basi, para senior pun segera mengumpulkan kelas tujuh untuk segera dipulangkan. Sebelum pulang seperti biasa diadakan sesi tanya jawab antara senior dan juniornya.

"Ada yang ingin ditanyakan sebelum pulang?" Tanya Naisa kepada para juniornya. "Jangan malu-malu, silahkan tanya aja." Lanjut Iwan yang membuat beberapa orang mengangkat tinggi tangannya.

"Iya Ibnu mau tanya apa?"

"Kita yang belum kepilih jadi pasukan, apa masih ada harapan buat jadi pasukan inti?" Ujar Ibnu dengan yakin. "Eh dan juga kak, ke-kenapa hari ini Uda gak ada?" Tambah Devina dengan sedikit ragu.

"Ada lagi yang ingin bertanya?"

Para junior pun terdiam tanda bahwa tidak ada lagi pertanyaan yang ingin mereka ajukan.

"Oke jadi untuk masalah tim inti, kalau emang di pasukan ada orang yang kurang gerakannya pasti bakal diganti sama Uda." Ujar Riham dengan jelas. "Dan juga kalau mi-misal ada yang sakit atau ada keperluan, pasti bakal diganti." Lanjut Duriah dengan sedikit terbata-bata.

"Untuk masalah kenapa Uda ga hadir, jadi tadi aku baru aja cek WA. Katanya Uda ada keperluan mendadak jadi gak bisa hadir." Jawab Ires membuat orang-orang paham kenapa Uda tidak bisa datang. "Jadi kalian gak usah khawatir ya."

Setelah sesi tanya jawab, akhirnya kelas tujuh bisa pulang lebih awal dari kakak-kakak kelasnya. Dan sekarang, di lapangan hanya tinggal kelas delapan dan kelas sembilan yang sedang duduk membentuk lingkaran. Disini nampaknya mereka menyudahi sesi latihan dan lebih melakukan istirahat dan bercerita mengenai latihan hari ini.

"Kenapa sih Dur bengong terus?" Ujar Anggi keheranan melihat Duriah yang dari tadi hanya melamun.
"Duriah? Dur? WOYYYYYY." Teriak Dini yang berhasil membuat Duriah tersadar akan lamunannya.

"Kenapa sih Dur? Daritadi bengong terus, latihan serasa kurang semangat, tadi aja pas jawab pertanyaan kaya yang gugup. Kenapa? Ada masalah?" Tanya Dwi bertubi-tubi yang tidak dijawab oleh Duriah. "Kalo misal ada apa-apa mending cerita kak." Tambah Maulida membuat Duriah menundukkan kepalanya.

Hening melanda suasana lapangan basket yang biasa digunakan latihan. Setelah beberapa saat, Duriah pun berdiri dihadapan semua orang yang berada di lapangan. Mengambil nafas sebentar lalu berbicara dengan tenang.

"Aku gak jadi ikut lomba, males, dan gak guna juga." Setelah berkata demikian, Duriah segera berlari ke kelas untuk mengambil tas lalu bergegas untuk pulang.

.
.
.
.
.

Bungkam, semua orang tak paham. Apakah hal ini nyata? Mengapa hari ini terasa beda dari biasanya. Benarkah tadi itu Duriah? Dia melontarkan pertanyaan seperti itu? Sungguh semua orang sangat tak paham dengan apa yang mereka alami saat ini. Seharusnya mereka bisa mengejar Duriah untuk meminta penjelasan lebih, tapi saking terkejutnya mereka seakan membeku di tempat tak tahu harus bagaimana.

"Kak Duriah, kenapa?" Ucap Naisa yang tak kunjung mendapat jawaban. "Apa mungkin kak Duriah punya masalah? Tapi kenapa gak cerita ke kita aja?"

Sungguh rumit masalah yang mereka hadapi saat ini.

Runyam.





Kelam.






Namun, setiap masalah pasti ada jalan keluarnya, Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Jika masalah menghampiri, sebisa mungkin untuk tenang dan cari jalan keluarnya. Kendalikan emosimu, jangan sampai emosimu mengalahkanmu.

Dari sekian banyaknya orang di lapangan, ada satu orang yang nampaknya menemukan sebuah titik terang. Entah berhasil atau tidak, sepertinya patut untuk dicoba.

"Gimana kalo kita cerita hal ini ke Uda? Mungkin Duriah gamau cerita ke kita masalah sebenernya apa, tapi bisa jadi kalo ke Uda Dia bakal lebih terbuka." Saran Aida yang membuat seluruh anggota terkejut. Disituasi ini Aida mampu berpikir kritis dan tenang untuk menemukan jalan keluar.

"Ide bagus, setuju." Sahut Fira dengan semangat.

"Aku juga setuju."

"Setuju."

"Boleh deh."

"Setuju juga."

Akhirnya merekapun selesai berdiskusi tentang masalah yang menimpah Duriah sahabat mereka. Maulida dengan sigap menghubungi Uda untuk menjelaskan perihal masalah ini. Dan beberapa orang masih merasa terkejut dan sakit hati atas alasan yang Duriah berikan. Malas? Tidak ada gunanya? Apakah alasan tersebut layak untuk diutarakan? Apakah benar sahabat mereka bercakap seperti itu?

Continue.

.
.
.
.
.

Asekkk Duriah jadi bintang utama di chapter ini wkwk. Chapter selanjutnya kayanya bakalan bawang nih
See you!!!

KITA, BERSAMA.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang