𝑪𝑯𝑨𝑷𝑻𝑬𝑹 𝟔

486 72 25
                                    

Coba, buka matamu sedikit, lihat dan perhatikan. Pastikan kelima indramu dalam kondisi siaga, yakinkan hatimu, perluas wawasan dan lihat sedikit lebih ke depan. Bila sudah melakukan semua hal itu, coba lihat sosok pemuda setinggi seratus delapan puluh tiga sentimeter didepanmu itu, lihat pemuda itu dengan kedua matamu, perhatikanlah Miya yang bernama Atsumu ini.

Jujur saja, bila kau melihat pemuda ini pertama kalinya, pasti yang pertama kali menarik perhatiannya adalah rambut pirang buatannya itu, yang mungkin saja sengaja ia semir agar orang-orang bisa membedakan antara dirinya dengan adik selang beberapa menitnya itu.

Jujur saja, bukankah pirang sedikit berlebihan? bukankah lebih baik bila Atsumu menyemir rambutnya menjadi semua hitam? atau barangkali warna lain yang tidak terlalu mencolok, apapun asal jangan pirang.

Percayalah kesan pertama yang (name) berikan pada Atsumu adalah warna rambutnya yang sangat mencolok itu, ketika pemuda itu menghampirinya dan mengucapkan satu kalimat penuh kesombongan dan tentunya dengan kesan tersirat ingin pamer, yang ada dikepala (name) saat itu hanyalah, "apakah orang ini tau dia sangat menarik perhatian? Lihat rambut pirangnya itu sangat nora, bagaimana dia masih bisa menyombongkan diri dengan rambutnya yang seperti itu?"

Bila boleh bicara jujur, (name) akan katakan kalau ia membenci, sangat membenci pemuda dengan rambut pirang. Sedikit intermeso, (name) memiliki sedikit kenangan buruk dengan seseorang berambut pirang—lebih tepatnya pada seorang lelaki berambut pirang.

Saat SMP dulu, ketika ia berjalan di daerah dekat Fussa yang tidak jauh dari sekolahnya dengan harapan ia dapat mengunjungi cafe yang sedang populer disana tanpa hambatan apapun,kemudian ketika seorang pemuda berambut pirang dari sekolah sebelah berniat untuk memalaknya, harapan kecil itu sirna, moodnya untuk menikmati suasana cafe baru itu berantakan. Terima kasih kepada suara keras Bokuto yang membuat anak itu kabur, bisa dibayangkan betapa kerasnya suara Bokuto saat itu.

Semenjak itupun hubungannya dengan Bokuto menjadi dekat dan mereka berteman dengan baik hingga sekarang, semua ini berkat tetangganya Akaashi dam Bokuto yang salah kira kalau (name) adalah pacarnya—ayolah, bagaimana bisa (name) berpacaran dengan tetangganya sejak umur lima? Semenjak itu (name) dan Bokuto hanya saling kenal nama dan hubungan mereka tidak bertambah dekat semenjak kejadian pemuda pirang itu.

Baiklah, kembali lagi ke Atsumu, selain rambut pirangnya yang mencolok itu coba lihatlah senyumannya. Jujur saja, terkadang (name) merasa sedikit takut dengan Atsumu, bagaimana ya, senyumannya Atsumu itu terkadang mengeluarkan hawa mengintimidasi, namun terkadang juga terlihat sangat tulus.

Namun siapa sangka, senyuman Atsumu itu terkadang dapat menyelamatkan (name) dari situasi yang tidak mengenakan. Sebagai contoh saja, ketika mereka pergi ke bioskop pada hari sabtu yang begitu cerah, karena itu musim panas (name) memilih untuk mengenakan pakaian sedikit terbuka dan berhasil memenangkan tatapan genit anti luput dari seorang pria mata keranjang, dan tentu saja senyuman Atsumu yang penuh intimidasi itu berhasil menyelamatkan (name) dari pria tersebut.

Setelahnya, jangan lupakan atsumu yang melepas jaketnya untuk menutupi kedua bahu (name) yang terekspos karena pakaian musim panasnya, dan tentu saja bagian favorit (name) dari kejadian itu adalah wajah Atsumu yang cemberut yang disusul dengan sifat protective—menggemaskan miliknya, "haruskah kita menonton dikamarku saja daripada di bioskop?" begitu katanya, (name) yang paham hanya bisa tertawa lepas, "nuansanya beda, gak seru ah"

Oke, rambutnya yang mencolok, senyumannya yang sedikit ambigu, apalagi ya, proposi tubuhnya? cukup tinggi seratus delapan puluh tiga senti, bila mau tepatnya, seratus delapan pulih tiga senti koma enam. Kalau dilihat juga ya, Atsumu hanyalah pemuda biasa.

Bila (name) lebih memilih pemuda yang lebih tenang dan lebih soft ada kan adik nya yang berselang beberapa menit itu. Dengan cangkang yang sama—namun yang ini kelabu, (name) bisa mendapatkan Atsumu yang lain dengan kepribadian yang lebih soft. Dan tentu saja nilai plus untuk Osamu yang satu kelas dengan (name).

Bila bicara dari segi penampilan, bukankah Sakusa Kiyoomi lebih keren dan jauh lebih tampan daripada Atsumu? Dan jelas dong, lebih menangtang. Sifat pemuda ikal yang gemar menatap orang-orang layaknya sampah dan sangat benci untuk bersentuhan dengan orang lain sangatlah menangtang untuk didekati.

Bandingkan saja dengan sifat Atsumu yang sangat terbuka dan ramah layaknya buku yang di obral dengan Sakusa Kiyoomi yang lebih memilih untuk menutup diri dan membatasi kontak dengan orang sekitarnya seperti buku baru yang masih disegel, sangatlah berbeda. Tentu saja lebih seru untuk diam-diam membuka buku yang masih di segel di toko bukan, lebih harum pula.

Selain itu, Atsumu juga memiliki banyak celah bukan? Coba lihat fansnya yang didominasi oleh kaum hawa itu, hampir berhasil membuat hubungan (name) dengan Atsumu kandas karena kurangnya kontrol diri dari (name). Percayalah, menjadi kekasih dari Miya Atsumu tidaklah mudah.

Mungkin akan terdengar sangat manis dan beruntung ketika mengetahui pemuda yang menjadi bintang sekolah menyukai seorang gadis yang lebih akrab dengan buku sketsa dan pensil ketimbang manusia. Tapi, itu semua membutuhkan usaha yang cukup besar dalam hal menahan diri.

Bayangkan saja bagaimana perasaanmu saat melihat setidaknya tiga surat cinta setiap harinya di loker milik kekasih atau setidaknya dua coklat dan sebatang mawar yang tidak pernah absen dari loker?

Namun, dari semua perbandingan itu sangat menunjukkan bukan kalau Atsumu itu penuh kekurangan, dan seandainya (name) bisa menerima kekurangan tersebut bukankah butuh kesabaran yang sangat besar?

Bagaimana ya, tidak peduli dengan Sakusa Kiyoomi ataupun Miya Osamu, Miya Atsumu mengalahkan dua orang tersebut karena hal kecil ini.

Hal kecil yang sangat sepele, yang mungkin tidak ada apa-apanya dibandingkan segudang kelebihan yang dimikiki Sakusa dan Osamu, yang mungkin tidak dapat menutupi seluruh kekurangan Atsumu juga.

Percayalah, ini sangat sepele.

Suatu haru di rooftop Inarizaki, (name) yang berniat menghabiskan waktu istirahatnya dengan menggambar disana  ketimbang menghabiskan waktu dengan Atsumu menjadi tegerak saat ada bayangan yang menutupi sumber cahayanya.

"(name) sedang gambar apa?" tanya pemuda bersurai pirang itu.

"Awan, lagi bagus soalnya," jawab (name) tanpa memperdulikan Atsumu yang mulai menyenderkan kepalanya di bahu (name).

"Kamu ngapain disini, nanti ketauan yang lain kalo kamu begini," lanjut (name) tanpa mengubah atensinya.

"Oh, jadinya aku di usir?" Atsumu bangun dari duduknya, tak ada ekspresi kesal sama sekali, dia gemar menggoda gadisnya disaat-saat seperti ini.

"Oke aku pergi, semangat ya!" Lanjutnya, masih menggoda (name).

"E-eh jangan! Sini aja, aku cuma becanda tadi," kini seluruh atensinya teralihkan ke arah osamu yang sedang memasang senyum lebar yang begitu manis.

"Tadi katanya aku disuruh pergi?"

"Ngga jangan, nanti aku gabisa gambar..." (name) memelankan sedikit suaranya.

"Gaada aku juga kamu bisa gambar ko, ga ngaruh kan?"

"Udah pokoknya kamu disni aja!"

"Yakin nih? Kalau ketauan gimana??" Masih belum puas, Atsumu masih menggoda (name).

"Tsumu!"

"Oke! Oke!" Atsumu kembali duduk di samping (name) kemudian menyenderkan kepalanya diatas bahu (name).

Ya begitulah, alasan mengapa (name) lebih menerima Atsumu dan tetap ingin bersamanya. Atsumu adalah sumber inspirasi (name) untuk menggambar.

Saar dimana ketika (name) sudah terlalu putus asa untuk menggambar lagi, sudah sekitar dua minggu buku sketsanya tidak tersentuh—tentu saja merupakan waktu yang sangat lama bagi (name) yang setiap saat memegang buku sketsa.

Hari itu pun datanglah muda pirang itu dan menyombongkan dirinya dihadapan (name) dan saat itu pula, (name) menemukan alasannya kembali untuk menggambar.

miya atsumu ; PHILOCALYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang