“Jingga, aku tadi pulang sama Dhika.” Lyra langsung bercerita ketika memasuki kamar. Malam ini Kak Diana sedang mengajar santri, aku berada di kamar seorang diri. Mendengar ucapan Lyra, aku mengalihkan fokus dari layar laptop kepadanya. Sebagai mahasantri yang juga harus berkuliah di universitas umum, ma’had aly memang diberi keistimewaan membawa motor pribadi. Akan tetapi aku tidak pernah menduga Lyra akan senekat itu pulang ke pesantren bersama Dhika. Meskipun mereka tidak berboncengan.
“Serius?”
“Iya, kebetulan jadwalnyakelas malam sama seperti jadwalku, Hari Selasa. Yaa daripada aku pulang sendirian malam-malam, aku minta dia menunggu aku pulang.”
“Oh…” Suaraku menggantung, gumaman antara tak mau tahu lagi, dan iri. Begitu mudah Lyra mendekati Dhika. Aku saja yang sejak madrasah aliyah sudah mengenalnya belum sampai di titik ini.
Aku kembali menyibukkan diri dengan mengerjakan tugasku, Lyra juga tidak melanjutkan pembicaraan. Kukira aku bisa melupakan dengan cepat apa yang diucapkan Lyra, ternyata hening yang kami ciptakan malah membuatku memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa terjadi. bagaimana jika Lyra benar-benar suka dengan Dhika? Bukankah Lyra sudah memiliki kekasih? Bagaimana jika Dhika juga suka kepada Lyra?
“Kamu enggak cemburu kan, Jingga?”
“Eh…enggak kok. Kenapa juga aku harus cemburu?Dhika cuma temanku, terserah dia mau pulang sama siapa saja.” Setelahnya aku terkekeh pelan. Menertawakan kebodohanku sendiri.
Tak apa, aku baik-baik saja. Ucapku dalam hati. Berusaha menguatkan diri sendiri.
Saat malam mulai larut, ada satu nomor asing mengirimiku pesan.
Huda : [Hi Jingga, aku Huda. Kamu tahu enggak kenapa belakangan Lyra berubah?]
Jingga : [Sepertinya tidak ada hal aneh yang terjadi pada Lyra, dia tidak bercerita apa pun]
Huda : [Mana mungkin? Bagaimana dengan Dhika? Sepertinya nama itu yang sering berkirim pesan dengan Lyra]
Aku belum sempat membalas pesan itu ketika Dhika mengirimiku pesan.
Dhika :[Kamu kenal Huda?]
[Orang yang mengaku kekasih Lyra itu menantangku adu jotos tahu hahaha]
[Rupanya dia tidak tahu kalau aku sabuk mori di ilmu bela diri]
Aku tertawa membacanya. Sabuk mori adalah sebutan bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikannya di ilmu bela diri, dan sudah bisa mengajarkan bela diri kepada orang lain. Aku sudah tahu itu, tapi aku yakin Dhika tidak akan meladeni ucapan Huda.
Jingga : [Iya, aku kenal Huda. Baru saja dia menanyakan siapa kamu dan kenapa akhir-akhir ini Lyra sering berkirim pesan denganmu. Memangnya apa kamu mau meladeni ucapan Huda?]
Dhika : [Boleh juga, aku sudah lama tidak memukul orang]
Jingga : [Demi Lyra?]
Dhika : [Tidak, demi melatih kemampuan bela diriku yang menurun drastis sebab mengurusi santri-santri Asrama Abu Bakar Asshidiq yang bandel]
Jingga : [Bukankah Lyra memenuhi kriteria untuk menjadi girlfriend materials?]
Dhika : [Tidak, bagiku dia terlalu manja, dan pasti uang sakuku satu bulan bisa habis hanya untuk membeli perlengkapan make up-nya]
Jawaban Dhika membuatku tertawa. Berbanding terbalik dariku, di tempatnya tidur Lyra terbaring gelisah. Merasa terancam atas hubungannya dengan Dhika yang terbongkar oleh kekasihnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tahun Ke-7
ChickLitHalo, aku Jingga, santri putri di pondok pesantren Daarud Dzikri. Ini tahun ketujuh aku berada di pesantren. Tiga tahun pertama di tingkat Madrasah Tsanawiyah-setara SMP, tiga tahun setelahnya di tingkat Madrasah Aliyah-setara SMA, lalu sekarang di...