Your Illusion

518 41 47
                                    

Terkadang ..., Lucifer melihat ilusi.

"Kamu mau apa lagi di sini? Leviathan sudah enggak ada, dan Marc ke sini atau enggak pun, bukan masalahmu."

Lucifer berjalan di atas jalanan bersalju. Tidak sedikit pun ia menoleh ke belakang. Syal birunya tertiup angin, dan Lucifer tidak peduli.

"Bukannya aku setuju kamu membunuh raja iblis, tetapi aku enggak akan memaafkanmu kalau kamu melakukan sesuatu pada Marc."

Lucifer mendengus geli mendengar ucapan itu. Sejujurnya, ia berharap mulut yang mengucapkan hal bodoh itu segara terkatup rapat.

Akan tetapi, tidak. Entah sudah berapa lama suara itu terus menghantuinya walau ia tidak ingin. Mereka tidak pernah menghilang begitu saja, begitu pun dengan sosok yang mengucapkannya.

"... Kumohon, jangan lakukan apa pun pada Marc, atau aku—"

"Tidak akan memaafkanku kalau aku melakukannya?"

Langkah Lucifer terhenti kali itu. Ia kemudian menoleh ke belakangnya.

Di belakangnya, seorang pemuda berambut pirang berdiri, menatapnya dengan pandangan gelisah, berusaha menahan amarah yang Lucifer tahu disimpan pemuda itu. Di sebelahnya, seorang bocah berambut biru berdiri sembari menunduk takut. Tangannya memeluk erat sesuatu yang dibalut kain berwarna merah.

Permata merah Lucifer menyipit memandang pemuda pirang di hadapannya. Dalam hati, Lucifer tertawa.

"Kamu pikir aku peduli?"

Sementara si bocah tersentak kaget, pemuda pirang itu tampak semakin kesal mendengar ucapan Lucifer. Tangannya mengepal, wajahnya tampak semakin penuh amarah.

"... Yang sepertimu, apanya yang malaikat—"

"Apa pembunuh Bapa Gregory berhak berkata begitu?"

Si pirang mengangkat kepalanya, memandang lurus-lurus Lucifer dengan tatapan penuh benci. Ia kemudian tersenyum pahit.

"Harusnya dari awal aku tidak percaya pada penipu sepertimu."

Lucifer merasakan sesuatu menggelitiknya ketika kata-kata itu terlontar. Suara parau yang penuh kekecewaan, sukses membuat senyum Lucifer menghilang.

Ilusinya itu terlalu nyata, sampai Lucifer rasanya muak.

Di sela waktu yang singkat, sesuatu terbentuk di belakang Lucifer: tombak hitam besar yang jadi salah satu senjata andalannya.

Senyum kembali tergurat di wajah Lucifer.

"Kalau kamu semenyesal itu, bagaimana kalau menghilang saja?"

Semakin lama, tombak itu semakin besar, kemudian dengan cepat melesat ke arah si pemuda pirang. Jika ada orang yang melihat, seharusnya mereka pun paham tidak akan ada yang selamat kalau terkena tombak sebesar itu. Bahkan, si bocah berambut biru pun refleks menghindar sebisa mungkin karena insting bertahan hidup yang masih menguasainya.

Lucifer sama sekali tidak kaget ketika melihat tombaknya lewat begitu saja dan menghilang tanpa melukai pemuda pirang itu sedikit pun.

Tentu saja, mana bisa melukai ilusi dengan materi nyata.

Pemuda pirang itu terus menatapnya, seakan barusan tidak terjadi apa pun. Lucifer tersenyum meremehkan. Ia mendengus sebelum kembali membalikkan tubuhnya dan melanjutkan langkahnya. Di belakang, suara langkah kaki pemuda itu kembali terdengar bersamaan dengan langkah ringan si bocah berambut biru di atas salju.

Malaikat jatuh bisa melihat ilusi? Itu candaan paling konyol yang pernah Lucifer tahu.

Lucifer sekarang hanya perlu memastikan ... kalau pemuda yang ada di belakangnya bersama dengan tahanannya dan terus mengikutinya itu hanyalah ilusi.

Tidak ada yang tahu ... betapa Lucifer ingin tertawa ketika ia sampai di salah satu desa Cocytus yang terbakar sana-sini dan menemukan pemuda pirang yang persis dengan ilusinya di tengah kekacauan itu.

Ketika ia menoleh dan mendapati si ilusi menatapnya dengan tatapan tidak rela, Lucifer merasa bahwa semua ini benar-benar menggelikan.

"Lihat, siapa yang penipu sekarang?"

Bayangan ilusi kembali tersenyum pahit. Perlahan, tubuhnya menghilang. Mulutnya bergerak, membisikkan sesuatu di tengah suara kobaran api yang mengisi telinga Lucifer.

"Kamu dan aku, kita sama-sama bodoh."

Lucifer tidak mengeluarkan reaksi apa pun mendengar deretan kata itu. Senyum tidak sedikit pun terbentang di wajahnya. Ejekan itu bukan hal baru lagi baginya.

"Sampai nanti ...."

Begitu bayangan itu menghilang, Lucifer kembali melirik sosok pirang lain yang masih sedikit jauh dari tempatnya berada.

"Kamu ini benar-benar merepotkan, ya, Val ...."

————————————————————

A/N:

Ide soal Lucifer melihat ilusi Val ini sudah ada di otak saya sejak tahun lalu sebenarnya, tetapi saya baru putuskan untuk merangkainya jadi tulisan sekarang. Dulu bentuknya coretan random saja, sepertinya pernah saya unggah di Instagram. Agak lupa juga, sih. Waktu itu saya galau antara Valnya dibuat jadi mimpi atau ilusi, tetapi akhirnya saya putuskan jadi ilusi karena saya enggak bisa bayangkan Lucifer tidur selama berputar-putar di dunia iblis. Hahaha! Semoga suka, ya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The IrregularsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang