4. Melarikan diri

68 8 0
                                    

Silau cahaya matahari membuatmu menggeliat. Kau bangun dan melihat ranjang sampingmu rapi. Suamimu tak kembali ke kamar semalaman.

Apakah dia masih marah? Apakah dia se kecewa itu? Apakah dia sudah pergi ke kantor? Apakah dia tadi sarapan? Kau mengkhawatirkan dirinya melebihi dirimu sendiri.

Kau beranjak masuk kamar mandi untuk mandi. Setelahnya kau keluar kamar mencari keberadaan suamimu. Hari ini adalah hari Sabtu. Week end adalah waktu bagi keluarga begitu kata Seokjin.

Pria yang kau panggil dengan panggilan sayang RJ itu entah dimana. Bahkan di dapur pun tak ada. 3 kamar lain selain kamar kalian telah kau masuki namun kosong.

"Ahjumma, apakah kau melihat Seokjin?" Yang kau tanyai menunjukkan bahwa Seokjin sedang berada di halaman belakang.

Kaki mu melangkah ke teras belakang. Halaman yang cukup luas terdapat kolam renang dan taman mini dengan gazebo dan ikan koi nya. Wajahnya sangat serius membaca sesuatu dari tablet nya.

"Oppa." Panggilan mu membuatnya menoleh kearah suara.

"Chagiya, kemarilah." Tangannya dia rentang kan meminta pelukan mu. Kau malah duduk di sampingnya mengabaikan pelukannya.

"Apa lagi sekarang? Kau tak mau memeluk ku?" Protesnya dengan wajah imut.

"Kau juga tak tidur dengan ku bukan?" Kau mulai mendebat nya lagi.

"Kau yang memulainya chagiya." Wajahnya kali ini berubah serius. Baru sekarang wajahnya berubah raut seperti itu. Biasanya dia ceria, konyol, tak bisa diam, usil. Tapi saat ini sepertinya hilang seiring kekecewaannya karena kalimat dan keluhan mu.

"Maaf, aku kan sudah minta maaf. Tapi kau malah meninggalkan kami sendirian di kamar."

"Yang tidur sendirian itu aku, kau kan ada princess di sana." Telunjuknya menunjuk ke perut besar mu.

"Tapi semalaman dia tak bisa diam. Dia menendang ku terus. Dia sepertimu oppa, tak bisa diam." Seokjin menatapmu lagi dengan sinis.

Kau tau bahwa dia kembali terluka karena kalimat mu. Kau menundukkan wajahmu sambil memainkan ujung kuku mu. Jika sudah begitu artinya kau tau bahwa kau telah melakukan kesalahan.

"Aku appanya jadi wajar jika dia foto copy ku. Aku bisa apa?"

Mungkin karena dia terlalu sering mendengar mu merengek, mengeluh dan mempertanyakan kesetiaannya padamu, dia merasa jenuh. Makanya dia sangat sinis dan melakukan hal yang tak biasa dia lakukan.

"Ayo kita sarapan. Jangan kau mengeluh lagi aku tak memberi mu makan." Perkataan Seokjin membuatmu tak habis pikir. Perkataan kasar yang 3 tahun tak pernah kau dengar.

Kalian makan dengan ribuan keheningan hingga hening itu akhirnya menjadi keributan di hati dan pikiran kalian.

*batin Seokjin*
.. Wanita ini membuatku hampir habis kesabaran. 3 tahun lalu aku mengenalnya dengan pribadi mandiri, kesopanan yang baik, senyum yang memukau, prestasi yang gemilang bahkan tubuh yang aduhai.

Memang aku yang menghamili nya karena kau mencintainya. 3 tahun sudah cukup untuk membuktikan bahwa aku setia dan benar-benar mencintai nya.

Tapi rengekan nya membuat kepalaku pusing. Tak bisakah dia mengerti bahwa aku tak bermasalah dengan yang kulihat pada dirinya sekarang? Toh dia bisa diet nantinya setelah anakku lahir dan lepas ASI. Toh aku menafkahi nya. Toh aku yang mencari uang. Jika dia ingin sedot lemak, atau apapun dia bisa bilang dan meminta.

Aku? Aku tak akan menawarkannya apapun. Aku muak selalu terlihat, terdengar salah membuatnya gendut..

*batin mu*
.. Apa oppa marah padaku? Apa oppa kecewa padaku? Bagaimana kalau iya? Andai aku bisa menghentikan apa yang ingin aku katakan.

Aku tak menyalahkannya atas bentuk tubuhku sekarang. Aku mencintai anak ini dan dirinya. Apa dia meragukan cintaku?

Hanya saja, aku merasa tak lagi pantas berdiri disampingnya. Kim Seokjin, member Bangtan beristri gendut dan jelek? Belum media Yg menyoroti soal badanku, bahkan wanita yang baru mengenal ku 10 menit bisa menilai ku karena aku sekarang gendut.

Aku tau dia tak bermasalah, hanya saja mereka selalu menggangguku. Pikiran ini selalu membuat ku sibuk memikirkan yang oppa pikirkan.

Maafkan aku oppa. Aku senang bisa memberimu putri. Aku juga tau oppa ingin anak laki-laki. Aku juga ingin memberi oppa anak laki-laki.

Tak bisakah oppa makin sabar menghadapi ku?...
.
.
.
.
.
.

Kau tak ingin memperpanjang masalah. Karenanya kau membuka suara supaya keributan dalam diam kalian mereda.
"Oppa, hari ini jadwal ku ke dokter."

"Lalu?" Deg! Jantungmu rasanya akan berpindah tempat di atas piring didepan mu.

Brengsek! Kata pertama yang kau ucap dalam batin mu. Dentingan tercipta saat kau meletakkan kasar sendok yang kau pegang mengenai pinggiran piring.

Reaksinya tak kau harapkan. Dia hanya berhenti sejenak kaget mendengar gerakan kasar mu lalu makan dengan tenang.

Sialan! Teriak mu masih dalam batin. Kau mendorong kursi mu lalu meninggalkan meja makan. Ponsel! Benda pertama yang kau ambil ketika sampai di kamar.

Pesan taksi online dengan tujuan Mall. Tas kecil berisi sebagian harta mu kau sandang di bahu lalu kau pakai sepatu flat mu.

Kau melirik aiqner di pergelangan tangan mu. 11.17 menit sarapan mu sangat tertunda dan kau belum kenyang.
"Oke baby, kita makan di Mall dan bukan Mall appa mu yang sombong itu." Bayi mu bergerak pelan mendengar suara mu dengan getaran amarah.

Tanpa SyaratTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang