04

57 7 1
                                    

Lee Taera memantapkan langkahnya menuju sebuah rumah yang bernuansa shabby chic berwarna putih, beberapa kali ia harus berdebat dengan dirinya sendiri untuk masuk kedalam atau tidak, karena dirinya kini telah berada didepan pagar, ia memutuskan untuk masuk

Seorang wanita paruh baya yang tengah menyapu halaman itu menyambut Taera, meletakkan sapunya dan beralih menghampiri gadis itu “Nona.. kau datang?”

Taera tersenyum kaku, “Ibu, ada didalam?”

“Nona, kau ingin menemui nyonya? Bagaimana jika aku sampaikan saja salam dan bingkisanmu untuk nyonya?” wanita paruh baya itu mengulum bibirnya kedalam, tampak khawatir pada Taera

“Aku baik-baik saja. Aku akan masuk kedalam.” Taera melemparkan seulas senyuman pada sang wanita paruh baya, kemudian membuka pintu rumah milik ibunya dengan hati-hati, gadis itu mengedarkan pandangannya pada seluruh penjuru ruangan namun tak mendapati ibunya dimanapun

Ia melangkahkan kakinya untuk menaiki anak tangga menuju lantai dua, kemudian berjalan menuju kamar yang berada diujung, ia mengintip pada celah pintu yang tak tertutup sempurna, tampak kini ibunya tengah menatap kosong kearah jendela lebar yang mengarah keluar “Ibu?”

Sang wanita dengan surai panjang membalikkan badannya kearah Taera yang telah masuk alih-alih meletakkan bingkisan pada meja, wanita itu tersenyum dengan aneh “Lee Taera?”

Taera mengangguk, ia selalu merasa seperti ini, ketika ibunya mendekat kearahnya, tangannya selalu gemetar hebat, bahkan ketika wanita itu kini memeluk tubuh Taera, gadis itu tiba-tiba saja merasa sesak hingga kesulitan bernapas

“Lee Taera.. dimana Taeho? Dimana ayahmu? Kita harus makan malam bersama.”

Kini Taera menggigit bibir bawahnya sedang jari-jarinya mengepal dengan kuat, tubuhnya yang mulai gemetaran membuat ibunya kini melepaskan diri darinya, menatap manik mata Taera yang mulai berair “Kau menangis? Panggil kakak dan ayahmu, ayo kita makan malam.”

Ibu Taera membawa tangan anak gadisnya untuk keluar kamar, namun dalam sekali panggilan dari Taera, wanita itu kini berbalik “Ibu..”

“Kakak dan ayah.. mereka berdua meninggal..” suara Taera mulai bergetar, kini ia dapat melihat wajah ibunya yang bingung, wanita paruh baya itu mulai memegangi kepalanya yang terasa bingung

“Meninggal? Mereka meninggal? Mereka meninggal karena apa, Taera?”

Tangis gadis itu pecah, ketika mendapati kini Ibunya mencengkeram lengan anak gadisnya kuat-kuat dengan kukunya yang mulai memanjang, Taera meringis, merasakan perih dari permukaan kulitnya yang mulai berdarah “Mereka.. meninggal ketika menjemput aku di festival musik lima tahun yang lalu ibu..”

“Jadi.. jadi.. Lee Taera kau adalah alasan kenapa Taeho dan Ayahmu meninggal?”

“Ibu..” Taera bersimpuh, menggenggam tangan ibunya yang lemah, pandangan wanita itu berubah kosong

“Taera.. jika kau membunuh ayah dan kakakmu, bagaimana jika kau menyusul mereka juga? Kau hidup sebagai pembunuh, akan lebih baik jika kau mati..” Ibunya turut bersimpuh, menggenggam tangan Taera yang tengah menangis “Atau, haruskah kita mati bersama ibu sudah siapkan pisau di laci.. jangan katakan ini pada ahjumma, dia tidak tau ibu menyimpan benda tajam.”

“Ibu jangan..” gadis itu merangkul kaki ibunya, namun ibunya justru menendang Taera, membuat gadis itu terantuk kayu di ujung kasur, menyebabkan sebuah luka terbuka pada pelipis kanan Taera

“Kau pembunuh! Aku akan berdoa pada tuhan setiap hari agar kau dikutuk! Jangan berani-berani kau gunakan Lee dalam namamu!” bersamaan dengan teriakannya, wanita paruh baya itu menampar pipi Taera berkali-kali hingga gadis itu lagi-lagi harus tersungkur

62 Days ChallengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang