BAB 3

245 31 2
                                    

Haechan dan Jaemin kini tengah menatap sebuah bola bening di hadapan mereka, mata sayup dan mulut yang terus menguap adalah gambaran seluruh murid tahun ajaran pertama yang kini tengah mengambil pelajaran meramal.

"Kenapa mataku tidak bisa di ajak kompromi?" keluh Haechan seraya menatap Jaemin yang duduk di hadapannya.

Anak laki-laki dengan mata indahnya itu tersenyum tipis."Bersabarlah, 20 menit lagi kelas ini berakhir"

"Lee Haechan?!" panggil seorang pria tampan yang berusia 25 tahun lebih tua darinya. Haechan yang terkejut langsung duduk dengan tegap dan menatap pria itu takut.

"Apa yang sudah kamu lihat?"

"Emm.... Itu... Anu..." Haechan terbata-bata seraya membuka buku kuno yang tebalnya seperti kamus, di carinya makna dari asap putih ke hitam-hitaman dengan daun kering di dalam bola bening tersebut.

"Asap.... Berwarna putih? Iya asap berwarna putih menandakan hal yang datang akan membawa sebuah kabar baik. dan daun kering berwarna kecoklatan.....Emm.... Ah ini, menandakan sesuatu yang di khawatirkan akan terjadi"

Mark yang duduk di belakang meja Haechan dan Jaemin kini menunduk malu karena apa yang Haechan jelaskan itu seperti sebuah karangan semata.

"Baik, kalian bisa lihat" Changmin, guru ramal Lenzburg ini mengambil bola bening milik Haechan dan Jaemin tanpa izin. Di angkatnya bola itu tinggi-tinggi agar semua siswa bisa melihatnya.

"Kalian lihat.... bola krystal milik Jaemin dan Haechan sama persis dengan ini..." Changmin mengambil bola milik Yangyang dan Hendry.

"Tidak hanya mereka bertempat, tapi kalian....." Changmin menunjuk Renjun dan Jeno.  Dilanjutkan dengan jari telunjuknya yang mengarah ke meja Lucas dan Xiaojun, dan beralih ke meja Chenle dan Jisung.

"Serta kamu.... Mark lee" ucap sang guru dengan nada datar.

"Sesuatu yang datang akan membuat kalian memilih, jika kalian lihat disini. Asap putih melambangkan pilihan kalian membawa hal baik, tapi sebaliknya.... jika lebih banyak asap hitam maka hidup kalian tidak akan selamat. Dan semakin banyak daun di dalamnya maka semakin banyak pula pontensi kalian untuk melawan hal tersebut."

"Tapi pak?" Mark mengangkat tangan kanannya sopan.

"Mengapa bola saya dibilang sama? Padahal warna asap di bola saya jauh berbeda?"

Mark menunjuk bola kristal miliknya yang berwarna emas dengan sedikit asap putih di pinggirnya.

"Itu karena kesatria dari generasi emas selalu spesial" jawab Changmin tersenyum bangga.

Mark yang tidak mengerti dengan maksud ucapan sang guru hanya mengerutkan dahinya bingung.

Teng!
Pelajaran selesai, maka penjelasan Changmin yang menggantung itu juga ikut selesai.

"Silahkan pergi makan siang, dan kita lanjutkan minggu depan" titahnya, ia segera pergi meninggalkan kelas tanpa pamit. 

"Sungguh menyebalkan! Bagaimana ia bisa menyudahi sesuatu hal yang bahkan belum tuntas setengahnya?!" gerutu salah seorang siswa yang duduk di sebrang Mark.

"Renjun-aaa?" panggil Mark lembut.

"Apa!"

"Tidak jadi" anak laki-laki berkaca mata bulat ini kembali mengatupkan bibir tipisnya saat lawan bicaranya menjawab dengan ketus.

"Sebaiknya jangan berbicara dengannya" bisik Haechan.

"Kenapa?"

"Dia tidak waras"

The N: 7 secret room's [Mark Lee] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang