Keluarga Tak Kasat Mata

40 15 11
                                    

***2 hari lalu***

Eunha's POV

Aku tersadar dari tidur manisku karena suasana dingin yang menusuk sampai ke tulang. Aku mulai bangkit dengan malas, mencari sumber hangat. Pandanganku menjelajah ke semua tempat yang aku rasa bisa menghangatkan. Namun yang kulihat hanya pepohonan rindang sejauh mata memandang. Aku lalu berbalik dan hampir saja jantungku berpindah tempat ketika dikejutkan dengan sebuah gerbang yang sangat tinggi menjulang terbuka lebar di depan mataku.

Dari tempatku berdiri sangat terlihat jelas di dalam gerbang itu ada sebuah rumah yang ruangannya di lantai 2 terdapat cahaya lampu yang menandakan adanya orang lain disini. Dengan ragu diriku menginjakan kaki kanan memasuki wilayah gerbang itu, tiba-tiba saja angin berhembus sangat kuat hampir menerbangkan tubuh kecil ini. Aku mulai berjalan dengan goyah mendekati rumah itu. Sampailah di depan pintunya yang terpasang bel di sebelah kanannya. Langsung saja tangan kananku memasang pose dan menekan tombol itu mengingat cuaca di luar semakin tak karuan.

1 menit. 2 menit. Tak ada jawaban. Ketika hendak menekannya lagi seketika aku merasakan jantungku yang hampir lepas lagi karena pintunya tiba-tiba terbuka dan menunjukan sosok perempuan dengan tubuh yang tinggi sampai aku harus mendongak melihat matanya.Ia melihatku lalu membuka pintunya lebih lebar menandakan aku diizinkan masuk.

Aku dipersilahkan duduk di ruangan tidak jauh dari pintu depan, berada di sebelah kanan. Sebuah meja dihadapanku yang ku perhatikan terbuat dari kayu jati karena motifnya dan terlihat kokoh. Berjarak kurang lebih 2 langkah dari meja terdapat tempat pembakaran yang terlihat kotor karena mungkin sudah dipakai beberapa kali. Mataku berjalan mengitari ruangan besar ini, tidak ada apapun di dinding, jam, foto, atau pajangan tanduk rusa. Warna dindingnya pun terlihat senada dengan kayu dan juga tempat pembakaran. Terdapat lampu besar juga di tengah ruangan sebagai satu-satunya penerangan.

Tak lama perempuan tadi kembali dengan nampan berisikan teko dan 2 buah gelas kosong menghadap terbalik. Ia berjalan melewati depan meja dan pembakaran menuju kursi kayu di pinggir ruangan menghadap pintu masuk tadi beralaskan bantal sebagai tempat duduk. dia meletakkan nampannya di meja dan menaruh gelas dihadapanku dan di depannya kemudian mengisi gelas tersebut dengan air biasa. Setelah selesai dia menatapku dan mulai berbicara.

"Kau apa kabar?" dengan ekspresi datar ia menanyakan pertanyaan seolah aku adalah temannya.

"Ba-baik" jawabku. Kenapa jadi gugup seperti ini? apa aku terpana dengan kecantikannya? tidak mungkin. Apa kita pernah bertemu? Kemudian hening merayap lagi diantara kami. Ada beberapa jeda waktu yang hanya ku isi dengan meminum isi gelasku sampai habis sebelum ia berdiri dan menyuruhku mengikutinya.

Kami menaiki tangga yang ada di ruangan sebelah kiri. Ternyata disini kosong, hanya ada tangga yang menghadap jendela yang terpasang jeruji besi. Sejauh ini warna dinding terlihat senada semua. Kami sampai di atas berjalan menelusuri lorong ke kanan dan melewati beberapa pintu yang tidak aku ketahui isinya. Sampai kami berhenti di ruangan terakhir dilantai 2 yang ruangannya sedikit terbuka dan sebuah cahaya terpancar dari dalamnya. Dia membukanya dan mempersilahkanku masuk. Aku dikejutkan entah keberapa kalinya hari ini, menampakan ruangan yang terdekorasi dengan detail yang sama persis seperti kamar ku di Seoul. Dengan cat yang kontras dari ruangan sebelumnya.

"Ini kamarmu, istirahat beberapa hari disini sampai waktunya tiba" ucapnya lalu diam. 

"Jangan keluar dari rumah pada malam hari sekalipun rumah ini terbakar" lanjutnya sambil menutup pintu langsung membuat tubuhku mengeluarkan aliran listrik.

Dia menutup pintunya dan tidak terdengar suara lagi. Aku mendengus, ada apa ini? Apa kami pernah bertemu? Kenapa cara bicaranya seolah dia mengenalku? 

Indeed StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang