"Dia?" Ucap mereka serempak sambil melirik ke arahku dengan tatapan mengintimidasi.
"Kita bertemu dia waktu kita tersesat, dia yang memberi tahu kita jalan" kataku menjelaskan. Entah itu benar atau tidak tapi aku memang melihat dia disana. Di tempat itu. Tidak kupikirkan juga kenapa dia ada disana. Sekarang pun aku tidak ambil pusing kenapa kami bertemu lagi dengannya.
Saat aku hendak berdiri tiba-tiba Seulgi menarik lengan bajuku. Aku menoleh lalu dia memasang wajah 'bentar dulu' itu yang ku tangkap dan membuat ku kembali setengah duduk.
"Dia memang disana waktu itu. Aku juga ingat. Tapi bukankah dia sudah pergi?" ucapan Seulgi terpotong karena deep voice tiang listrik di sampingku.
"Maksud kamu ap-.." aku segera mendepak Chanyeol dari hadapanku agar aku bisa mendengar penuturan Seulgi. "Lanjut" ujarku.
"Saat kejadian itu berlangsung, aku melihatnya" aku membelalakan mataku. Dimana?
"Diwaktu yang sama kejadian itu terjadi. Aku melihat seseorang dengan tudung berwarna hitam di balik pepohonan yang belum terjamah api. Saat aku menghadap kearahnya dia membelakangiku namun tudungnya terbuka dan terlihat rambutnya panjang berwarna keemasan mirip seperti orang di depan sana. Apa dia juga ambil bagian dari kejadian itu?" ucapnya langsung membuat tubuhku mengeluarkan aliran listrik.
Dia? dimana? kapan? ngapain? siapa? pikiranku tidak karuan saat ini. Tidak tau apa yang merasuki ku dengan perasaan kesal, sedih, takut, ragu campur jadi satu. Aku berdiri, jarak kami dengannya memang terbilang cukup jauh, kami juga bersembunyi dibalik semak-semak jadi mana mungkin dia melihat kami. Itu yang kupikir--iya hanya pikiranku--karena nyatanya dia melihatku yang baru saja berdiri, dan hanya melihat, tidak bergerak, tidak mengkedipkan matanya, bahkan aku ragu kalau dia bernafas atau tidak. Yang aneh dia menoleh tepat saat aku bangkit. Apa hanya kebetulan?
"Jin.." ucap Seulgi berbisik. Aku menoleh dan dia tampak ragu tapi ia juga ikut bangkit dan menghadap perempuan itu. Lalu disusul Chanyeol juga berdiri langsung bertatap mata dengan perempuan aneh itu.
Lalu kami sepakat mendekatinya dengan tenang, menyembunyikan berbagai soal yang hendak kami tanyakan padanya. Dia tinggi untuk ukuran perempuan. Dan dia tidak juga bergerak membuatku semakin ragu mendekat, apa orang ini hidup? namun kakiku tidak bisa diajak kompromi.
Sampai jarak kami hanya terpaut 1 setengah meter didepannya dia baru membuka suara.
"Kenapa kalian kesini" Kami tidak menjawabnya karena kami bingung itu pertanyaan atau pernyataan? karena wajah tidak menunjukan ekspresi apapun, bahkan tidak ada tanda tanya dalam dialog nya.
"kalian sebegitu tidak peduli dengannya sampai-sampai kalian membuang waktu hanya untuk melihatku?" ucapnya ketus tanpa ekspresi. Namun kali ini aku yakin bahwa itu sebuah pertanyaan, karena suaranya meninggi di akhir kalimat.
"Ti-tidak. Kami hanya menuju tempat yang diarahkan dan kebetulan kami bertemu denganmu" entah kenapa aku malah gugup.
Dia memicingkan matanya mengintrogasi satu persatu kata yang ku lontarkan. Dia berlalu. Tanpa bicara. "Ikut aku"
Kami saling menatap, bingung. Apa kami bisa mempercayainya?
"Bagaimana bisa kami percaya denganmu?" aku memastikan, namun kakiku tetap mengikutinya.
"Kalian sudah lihat aku disana waktu itu, lagian apa untungnya menipu orang-orang yang tidak tahu tata krama" ucapnya singkat dan terus berjalan mendekati sebuah bangunan kecil.
Sebuah bangunan yang hampir bisa disebut rumah, tidak mewah, namun terlihat cukup nyaman sebagai tempat istirahat. Strukturnya seperti rumah pegunungan pada umumnya, atapnya terbuat dari serabut ijuk, kurasa. Pintu depan dengan kotak surat di sampingnya dan nama pemilik rumah yang sudah pudar seperti dimakan waktu, dibawahnya. Tak lupa cerobong asap juga nangkring di atas atapnya.
Perempuan itu masuk beberapa lama. Kami hanya menunggu di luar saling berkutat dengan pikiran masing-masing. Bukankah kami harusnya menemukan sebuah pedesaan di tengah gunung? mengapa hanya ada satu rumah dengan satu penghuni disini? Ahh banyak sekali pertanyaan yang ingin ku lontarkan padanya.
Dia keluar. Aku terkejut, tak kalah kedua temanku pun sama terkejutnya. Dia keluar dengan tas besar dipunggungnya, mirip dengan yang kami bawa. Dengan keaadaan rambut digerai yang terbang tertiup angin, apa dia malaikat? Tunggu setahuku malaikat itu baik, tapi apa ada malaikat ketus? Entahlah.
"Aku Sowon" ucapnya dan terdiam lagi. Sepertinya dia harus banyak belajar sopan santun terhadap orang asing.
"A-ah iya. Aku Jin. Ini Seulgi, dan tiang listrik berjalan itu Chanyeol" balasku memperkenalkan diri dan juga teman-temanku. Aku merasa ditatap sinis Chanyeol, pura-pura tidak tahu apa-apa.
Kami hanya terus mengikutinya, selama ia masih mengarah ke puncak bukit.
Ditengah perjalanan kami berempat hanya diam, Sowon yang memimpin rute. Aku seperti baru tersadar langsung menepuk pundak gadis tinggi itu. Dan tentu saja aku dihadiahkan tatapan elangnya. Sembari menurunkan tanganku dan merutuki perbuatanku barusan aku bertanya.
"Kita mau kemana? Kau tau arah tujuan kami?" akhirnya aku berani mengeluarkan pertanyaan setelah sekian lama terhipnotis akan kecantikannya.
"Aku yakin kalian tidak benar-benar tahu arah tujuan" ucapnya menyindirku, meskipun dia menggunakan kata 'kalian' itu jelas. Sedari tadi hanya aku yang bersuara. Dan aku baru menyadari bahwa seorang happy-virus seperti Chanyeol memiliki sisi tsundere.
.
.
.
.
Ayo yang mau request chara boleh.
Makanya pantengin terus, tak kenal maka tak sayang.
Tinggalin jejak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indeed Story
FantastikDalam kisah ini kamu akan dibawa bersama Jin untuk membantunya melakukan pencarian seorang gadis bernama Eunha. "Tolong, bantu aku menemukanya" -Jin Hati-hati cerita diam-diam menghanyutkan. Siapin hati buat hadapi kenyataan:) !! HIATUS SAMPAI WAKT...